Peristiwa 30 Maret: Peringati Hari Perfilman Nasional, Begini Sejarahnya
Namun ternyata, peristiwa 30 Maret yang diperingati sebagai Hari Perfilman Indonesia mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk disimak. Penetapan 30 Maret ini tidak lain diambil dari peristiwa pengambilan gambar film Darah dan Doa sebagai film lokal pertama yang mencirikan Indonesia.
Film merupakan salah satu industri hiburan yang terus berkembang hingga saat ini. Termasuk di Indonesia, para sineas selalu menelurkan karya-karya baru yang menarik perhatian masyarakat. Baik dari segi cerita, penataan gambar, hingga penggunaan efek teknologi yang memberikan tampilan film semakin unik dan berbeda.
Industri perfilman Indonesia pun telah ada sejak zaman dahulu. Jika film masa kini banyak mengangkat berbagai hal yang mencirikan dunia modern, beda dengan film zaman dahulu yang banyak mengangkat perjuangan Indonesia zaman penjajahan. Tidak salah, jika film merupakan salah satu media yang dapat menjadi gambaran perjalanan waktu dan perubahan zaman dari masa ke masa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kenapa bantuan pangan diberikan di Jateng? “Bantuan ini sebagai bentuk kepedulian dan perhatian pemerintah kepada masyarakat. Hingga saat ini masih banyak masyarakat yang masih membutuhkan,” kata Nana.
-
Siapa yang mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap bencana kekeringan di Jateng? Namun Pak Suharyanto mengingatkan masyarakat bahwa meski tidak ada dampak El Niño, namun bencana kekeringan di Jawa Tengah masih mungkin terjadi, sehingga tetap perlu waspada.
-
Siapa yang menerima bantuan pangan di Jateng? Ada sebanyak 3.583.000 keluarga penerima manfaat di Jawa Tengah yang bakal menerima bantuan tersebut.
-
Bagaimana warga Jateng merayakan kemenangan Timnas Indonesia? Setelah pertandingan selesai, mereka larut dalam euforia. Beberapa warga menyalakan kembang api untuk merayakan kemenangan bersejarah itu.
Sebagai bagian penting dalam perkembangan hiburan di masyarakat, Indonesia pun menetapkan 30 Maret untuk diperingati sebagai Hari Perfilman Nasional setiap tahunnya. Peringatan Hari Perfilman Nasional ini sekaligus memberikan penghargaan bagi para sineas, aktor, dan aktris yang terus berkarya dan mengembangkan dan memperluas kiprah industri perfilman Indonesia di mata internasional.
Namun ternyata, peristiwa 30 Maret yang diperingati sebagai Hari Perfilman Indonesia mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk disimak. Penetapan 30 Maret ini tidak lain diambil dari peristiwa pengambilan gambar film Darah dan Doa sebagai film lokal pertama yang mencirikan Indonesia. Jika Anda penasaran dengan latar belakang penetapan Hari Perfilman Nasional bisa menyimak informasi berikut.
Melansir dari Liputan6.com, berikut kami merangkum sejarah peristiwa 30 Maret sebagai Hari Perfilman Indonesia yang perlu Anda ketahui.
Sejarah Hari Perilman Nasional
pexels.com
Peristiwa 30 Maret yang diperingati sebagai Hari Perfilman Nasional diambil dari tanggal hari pertama pengambilan gambar film Darah dan Doa yang menjadi film lokal pertama yang mencirikan Indonesia. Film Darah dan Doa yang disutradarai oleh Usmar Ismail ini diambil pada 30 Maret 1950. Film ini juga disebut sebagai karya film pertama yang dibuat oleh orang Indonesia asli.
Dalam proses produksinya, film Darah dan Doa diagram oleh Usmar Ismail dengan perusahaan filmnya sendiri, yaitu Perfini (Perusahaan Film Indonesia). Sebelum membangun rumah produksi filmnya sendiri, Usmar Ismail sempat berkerja di perusahaan film Belanda. Karena merasa tidak cocok dengan sistem perfilman yang diterapkan pada perusahaan tersebut, kemudian Usmar Ismail memutuskan untuk keluar dan membuat rumah produksinya sendiri.
Setelah film Darah dan Doa diproduksi, kemudian pada 11 Oktober 1962 Dewan Film Nasional dan organisasi perfilman sepakat menetapkan tanggal 30 Maret 1950 sebagai Hari Film Nasional. Dengan ditetapkannya tanggal ini, masyarakat bisa mempelajari peristiwa penting dalam perjalanan industri film di Indonesia.
Film Darah dan Doa
Setelah mengetahui sejarah peristiwa 30 Maret yang ditetapkan sebagai Hari Perfilman Nasional, berikutnya sangat menarik untuk dibahas alasan di balik pemilihan film Darah dan Doa. Film Darah dan Doa disebut sebagai penanda bangkitnya industri perfilman Indonesia. Bukan tanpa sebab, film ini diambil karena menceritakan sepenggal gambaran masyarakat Indonesia di zaman penjajahan.
Kisah ini dimulai dari tokoh utama Kapten Sudarto sebagai sosok prajurit Indonesia yang melakukan perjalanan dari Yogyakarta menuju pangkalan utama di Jawa Barat bersama keluarganya. Selain berperan sebagai pemimpin, Kapten Sudarto juga menampilkan sisi seorang manusia biasa yang rentan membuat kesalahan.
Dalam perjalanannya, ia dipertemukan oleh seorang pengungsi wanita berdarah Indo-Belanda. Sang komandan pun menaruh hati pada wanita tersebut meskipun ia telah mempunyai seorang istri.
Selain cerita yang menyajikan sisi romansa, film ini dinilai sukses menggambarkan ideologi orang Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan. Alasan inilah yang membuat film Darah dan Doa sebagai film lokal pertama yang mencirikan perjuangan Indonesia. Tidak salah jika, film ini menjadi latar belakang dari peringatan Hari Perfilman Nasional yang diperingati setiap tahun.
Sempat Mendapat Pertentangan
pinterest.com
Setelah mengetahui alasan di balik peristiwa 30 Maret sebagai Hari Perfilman Nasional, perlu diketahui juga bahwa film Darah dan Doa sempat mendapat pertentangan dari berbagai pihak. Penetapan tanggal ini sempat ditentang dari golongan kiri yang yang sangat agresif.
Kemudian pada 1964, golongan kiri membentuk PAPFIAS (Panitia Aksi Pemboikotan Film Imperialis Amerika Serikat) dan melakukan serangan-serangan kepada film Usmar Ismail yang dianggap tidak nasionalis atau kontra-revolusioner.
Dalam hal ini, PKI (Partai Komunis Indonesia) juga termasuk golongan yang menentang dan tidak mengakui tanggal 30 Maret 1950 sebagai Hari Film Nasional. Bukan hanya itu, bersama dengan golongan kiri, mereka menuntut 30 April 1964 ditetapkan sebagai Hari Perfilman Nasional, yang tidak lain diambil dari tanggal berdirinya PAPFIAS.
Namun pada 1966 terjadi peristiwa Gestapu, di mana golongan komunis yang diserang dan dikalahkan. Akhirnya wacana penggantian tanggal Hari Perfilman Nasional tidak dilakukan, dan menetapkan dan mengakui 30 Maret 1950 sebagai Hari Perfilman Nasional secara resmi.
Daftar Film Pertama Indonesia
Setelah mengetahui latar belakang peristiwa 30 Maret yang ditetapkan sebagai Hari Perfilman Nasional, terdapat beberapa judul film lain yang diketahui sebagai film pertama yang diproduksi Indonesia. Tidak kalah menarik dari film Darah dan Doa, berikut beberapa daftar film pertama Indonesia yang perlu Anda ketahui:
- Loetoeng Kasaroeng – (1926)
- Eulis Atjih – (1927)
- Lily Van Java – (1928)
- Rensia Boroboedor – (1928)
- Setangan Berloemoer Darah – (1928)