Rini Handayani Bikin Salak Merapi Mantap Unjuk Gigi
Rini bergerak bersama Kelompok Wanita Tani Kemiri Edum Sleman menyulap salak agar mantap unjuk gigi jadi oleh-oleh khas
Rini bergerak bersama Kelompok Wanita Tani Kemiri Edum Sleman menyulap salak agar mantap unjuk gigi jadi oleh-oleh khas
Rini Handayani Bikin Salak Merapi Mantap Unjuk Gigi
Rini Handayani (50) menjadi contoh perempuan pengusaha salak yang sukses. Buah berkulit tajam itu ia jadikan beberapa jenis camilan mulai dari bakpia, dodol dan manisan segar lewat brand Sarisa Merapi.
Produknya menjadi salah satu UMKM unggulan di Kabupaten Sleman, DIY dengan angka penjualan yang fantastis. Selain itu, usaha yang dijalankannya juga mampu memberdayakan warga sekitar yang merupakan petani salak.
-
Apa yang dimaksud dengan Sarisa Merapi? “Jadi Sarisa Merapi berasal dari kata ‘sari salak dari lereng Merapi’ dan berdiri sejak 2016 dengan saat ini sudah memiliki 20 jenis olahan salak,” kata Rini kepada Merdeka, beberapa waktu lalu.
-
Mengapa Sarisa Merapi dibentuk? Melimpahnya buah salak menggerakkan Kelompok Wanita Tani Kemiri Edum untuk mendirikan sebuah UMKM bernama Sarisa Merapi di Dusun Kemiri, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem.
-
Bagaimana Sarisa Merapi mengolah salak? Brand ini konsisten mengolah buah salak segar mulai dari mulai kulit hingga bijinya.
-
Kapan Sarisa Merapi didirikan? “Jadi Sarisa Merapi berasal dari kata ‘sari salak dari lereng Merapi’ dan berdiri sejak 2016 dengan saat ini sudah memiliki 20 jenis olahan salak,” kata Rini kepada Merdeka, beberapa waktu lalu.
-
Dimana Sarisa Merapi berada? Melimpahnya buah salak menggerakkan Kelompok Wanita Tani Kemiri Edum untuk mendirikan sebuah UMKM bernama Sarisa Merapi di Dusun Kemiri, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem.
-
Siapa Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo? Kartosoewirjo merupakan tokoh populer di balik pemberontakan DI/TII pada tahun 1948.
Rini, mengupayakan sistem kerja layak bagi karyawan dengan berbagai fasilitas mulai dari gaji serta fasilitas BPJS Ketenagakerjaan.
Di bawah teduhnya atap D’Kenthos Café yang juga ia kelola, Rini menceritakan bagaimana usaha yang ia rintis sejak 2016 lalu membantu mensejahterakan warga di Lereng Merapi.
“Sarisa Merapi ini dibentuk karena keresahan petani salak. Saat itu harga salak turun drastis di tahun 2016 sebesar Rp800 per kilogram di tingkat petani dan sangat berbeda dengan harga pasar,” kata dia beberapa waktu lalu, kepada Merdeka.com.
Rangkul Warga untuk Angkat Salak Merapi
2016 adalah tahun yang gelap bagi petani salak karena harganya di bawah rata-rata. Ini disebabkan jumlah panen yang juga tinggi dan tidak seimbang dengan serapan pasar.
Selain itu, banyak petani salak yang menjual bibit ke luar Sleman sehingga terjadi over supply.
Rini yang mulanya sebagai pengepul salak amat merasakan kondisi tak mengenakkan ini. Para petani yang sebelumnya memiliki pemasukan dari budidaya salak, tiba-tiba mendapati penjualannya timpang.
“Kami dari kelompok tani ini kemudian berkumpul dan mencoba berinovasi dengan membuat olahan salak, walau harus mendapat pertengan karena khawatir tak laku di pasaran,” katanya.
Berdayakan Perempuan
Sarisa Merapi mulanya dijalankan bersama kelompok wanita tani (KWT) Kemiri Edum di Dusun Kemiri, Kelurahan Purwobinangun, Kecamatan Pakem.
Ketika itu dirinya mencetuskan ide untuk membuat manisan salak agar hasil panen terserap. Namun gagasannya ini sempat ditolak KWT lantaran khawatir tidak laku. Walau begitu, Rini terus mencoba meyakinkan karena salak memiliki potensi dengan nilai jual yang tinggi.
- Blak-blakan Linda Ungkap Alasan Baru Muncul Setelah 8 Tahun Kasus Vina Cirebon Mandek
- Mengenal Sarisa Merapi, Oleh-oleh Khas Sleman yang Berbahan Utama Salak
- Mengenal Uniknya Padi Salibu yang Dilirik Pemprov Jabar, Sekali Tanam bisa Panen hingga 5 Kali
- Ribuan Emak-emak Pendukung Ganjar Gelar Senam Bareng
“Jadi mulanya salak untuk manisan ini ngambilnya dari anggota KWT yang rata-rata punya seribuan meter kebun salak. Kami juga mengajak ibu-ibu lansia untuk terlibat di sini, dengan mengupas salak sehingga tetap produktif,” kata Rini.
Para anggota KWT sendiri sebelumnya bergantung pada budidaya salak yang fluktuatif, serta menjual aneka sayuran dan buah yang ditanam di pekarangan.
Dengan aktifnya KWT dan Sarisa Merapi, perlahan perekonomian mereka terangkat karena semangat kolektif dari masing-masing anggota kelompok.
Salak jadi Naik Kelas
Setelah diolah menjadi manisan salak, terjadi perubahan harga yang signifikan. Sebelum dibuat produk makanan, harga salak memang meningkat menjadi Rp3 ribu per kilogram di tingkat petani.
Namun saat ini bisa 5 kali lipat setelah dijadikan manisan salak yakni Rp15 ribu per kilogram.
“Untuk saat ini produknya ada manisan salak, ada sari salak, dodol salak, pie salak, bakpia salak, bolen salak, mokaf salak krispi, teh kulit salak, olahan biji salak dengan kopi, sampai brownies salak,” terangnya.
Kemudian, Rini juga menggandeng petani-petani salak untuk bangkit dari masa pandemi Covid-19 yang kala itu membuat usahanya sempat terpuruk. Banyak di antara pesanan yang dibatalkan serempak, kunjungan wisata juga nihil karena anjuran pemerintah untuk tetap di rumah.
Berkat keyakinan kuatnya juga, usaha Sarisa Merapi yang menaungi banyak warga dan petani bisa tetap bertahan. Rini terus meyakinkan pekerja di tempatnya untuk terus berinovasi bersama salah satunya membuat varian teh bunga telang.
Dari sini, brand Sarisa Merapi yang ia jalankan berhasil bertahan dan mampu menghidupi para pekerja.
“Di masa pandemi Covid-19 itu banyak pesanan yang dicancel, tapi kami mencoba untuk tetap berinovasi agar dapur pekerja di sini tetap mengepul,” tambahnya
Mensejahterakan Pegawai
Dalam menjalankan usaha ini, Rini ingin karyawannya sejahtera. Ia kemudian mengikutkan pegawainya ke program pemerintah yakni BPJS Ketenagakerjaan. Penggajian juga diupayakan secara rutin, walau belum standar UMR namun dari bonus bisa melebih angka tersebut.
“Jadi pernah ada pegawai yang kena cutter itu, dan terbantu dengan adanya BPJS Ketenagakerjaan ini,” katanya
Kemudian, Rini juga memberi bonus gaji ketika pegawai tersebut melebihi jam kerja. Termasuk saat hari raya Idulfitri, seluruh karyawannya mendapat THR satu kali gaji.
“Kalau berbicara kemaslahatan kami sudah seperti PNS sih, jadi ada absen juga. Dan karyawan yang diikutkan di BPJS Ketenagakerjaan itu sebagai salah satu protect ya,” tambahnya
Terbantu BRI
Rini bersama KWT tak bergerak sendiri untuk memajukan usaha Sarisa Merapi ini. Ada peran BRI melalui KUR-nya yang bisa membuat operasionalnya berjalan maksimal. Menurut Rini, dirinya meminjam sekitar Rp50 juta dari KUR BRI untuk membantu pembangunan pabrik Sarisa Merapi.
Kemudian, BRI juga membantu melalui pelatihan pengemasan dan metode penjualan daring. Belum lagi, para pekerja juga terbantu melalui program KUR sehingga budidaya salak dan usaha di rumahnya bisa turut bersinergis dengan usaha Sarisa Merapi.
Bahkan, BRI juga membantu memfasilitasi BRILink di Kemiri untuk memudahkan KWT dalam memaksimalkan program KUR BRI yang tengah dijalani. Menurut dia, dengan adanya bantuan dari BRI Sarisa Merapi bisa turut unjuk gigi sebagai UMKM unggulan di Kabupaten Sleman.
“Kami saat itu mulai bekerja sama dengan BRI di 2019, saat itu kami juga mendapat pelatihan digital marketing, ada juga pameran sampai ke Jakarta. Alhamdulillah juga KWT dapat bantuan KUR supermicro yang semuanya sudah lunas,” katanya
Karena bantuan BRI ini pula, produk-produk Sarisa Merapi dikenal hingga ke luar pulau Jawa. Banyak yang datang ke rumah produksi untuk mengikuti pelatihan produksi salak hingga live cooking.
“Waktu itu sampai Gubernur Lampung bersama bupati-bupati juga datang ke sini untuk pelatihan,” katanya menambahkan.
Senada dengan ini, Direktur Utama (Dirut) BRI, Sunarso mengatakan bahwa BRI terus berupaya untuk membantu para pelaku UMKM untuk terus berkembang, termasuk beradaptasi dengan teknologi.
Pelatihan digital marketing yang diberikan BRI kepada Sarisa Merapi menjadi jalan pembuka agar usaha olahan salak tersebut bisa terus terdepan.
“Transformasi digital telah membantu mendongkrak industri perbankan dengan cepat, meningkatkan inklusi keuangan, dan memberdayakan Usaha Ultra Mikro, Mikro, Kecil, dan Menengah yang merupakan salah satu fokus utama BRI,” kata Sunarso, mengutip laman resmi BRI
Rini Handayani bersama produk Sarisa Merapi KWT Kemiri Edum.