Riwayat Tongkat 'Kiai Cokro' Milik Pangeran Diponegoro, Konon yang Pegang Bisa Jadi Pemimpin
Masyarakat Jawa mempercayai bahwa tongkat ini memiliki karomah yang kuat. Barang siapa yang memegangnya, diyakini bisa menjadi seorang pemimpin.
Saat Pangeran Diponegoro masih hidup, ia memiliki sebilah tongkat yang selalu menemani bernama Kiai Cokro. Panjangnya sekitar 1,5 meter, dengan bentuk bundar di bagian ujung atasnya.
Tongkat ini dibuat menggunakan bahan kayu lawas, dan turut dibawa di sejumlah kegiatan spiritual dan perlawanan terhadap kolonial Belanda oleh sosoknya. Sebelumnya tongkat ini berada di Belanda, dan saat ini sudah dikembalikan di Indonesia.
-
Di mana tongkat tersebut ditemukan? Tongkat ini ditemukan di Gua Cloggs, Gipplsland, Victoria, Australia tenggara, yang merupakan situs arkeologi yang kaya.
-
Apa sebenarnya Tongkat Tunggal Panaluan? Bagi masyarakat Batak Toba, tongkat ini bukan sekedar kayu biasa, melainkan terdapat roh-roh nenek moyang. Terdapat keunikan dan tersimpan kisah dari lahirnya tongkat sakti Tunggal Panaluan yang sampai sekarang cerita tersebut masih terus berkembang di masyarakat Batak Toba.
-
Kenapa Ki Ageng Kiringan menancapkan tongkatnya saat banjir? Melihat banjir itu mengancam keberadaan masjid tempat ia dan jamaah lain biasa beribadah, Ki Ageng Kiringan membawa salah satu tongkat itu dan menancapkannya pada tempat yang dilanda banjir.
-
Bagaimana Tongkat Tunggal Panaluan dibuat? Tunggal Panaluan terbuat dari kayu jenis Tada-Tada dan sebelum pengerjaan terlebih dahulu digelar ritual seperti sesajian, pangurason, dan berpuasa.
-
Siapa kakek dari Anies Baswedan? Sebagai pria berusia 54 tahun, Anies Baswedan adalah cucu dari Abdurrahman Baswedan, seorang diplomat yang pernah menjabat sebagai wakil Menteri Muda Penerangan RI dan juga sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia.
-
Siapa yang membuat Tongkat Tunggal Panaluan? Kemudian, dipahatlah batang pohon menyerupai rupa anak-anaknya itu yang kemudian disebut sebagai Tongkat Sakti Tunggal Panaluan.
Masyarakat Jawa mempercayai bahwa tongkat ini memiliki karomah yang kuat. Barang siapa yang memegangnya, maka diyakini bisa menjadi seorang pemimpin dalam banyak kesempatan.
Karena keyakinan kuat itu, tongkat ini menjadi buruan para kolektor di Indonesia. Itulah mengapa tongkat tersebut memiliki nilai sejarah dan ekonomi yang tinggi. Yuk kenalan lebih dekat dengan Kiai Cokro, sang tongkat Diponegoro.
Diterima Pangeran Diponegoro dari Warga Pada 1815
Dalam jurnal berjudul “Pusaka Diponegoro” oleh Agustinus Raharjo, disebutkan bahwa tongkat ini diterima Pangeran Diponegoro sebelum turun langsung untuk melawan penjajahan Belanda.
Ketika itu pada 1815, ada seorang warga pribumi Jawa yang menyerahkan tongkat secara langsung kepada Diponegoro. Tidak disebutkan secara rinci, namun diduga tongkat merupakan hadiah kepada sosoknya.
“Tongkat pusaka milik Pangeran Diponegoro ini dikenal dengan nama Tongkat Kanjeng Kyai Cokro. Tongkat ini dimiliki oleh Pangeran Diponegoro pada tahun 1815, setelah diberi oleh seorang warga pribumi,” tulis di jurnal itu.
- Tongkat Estafet Diserahkan ke Sjafrie Sjamsoeddin, Prabowo Subianto Titip Pesan Penting ke Sahabat Semasa di Akmil
- Momen Kopral TNI Pegang Tongkat Komando Sidak Barak Tamtama, Sampai Disebut Kopka Rasa Jenderal
- Satroni Tiga Toko Emas di Jateng, Komplotan Perampok Bersenpi asal Jatim Diringkus
- Sama-Sama Pegang Tongkat Komando, Panglima TNI dan Kapolri Bicara Kedekatan dengan Anak Buah
Menemani Pangeran Diponegoro Ziarah di Tanah Jawa
Meski keturunan keraton, sosoknya saat itu dikenal tak ingin menjadi bagian dari kerajaan. Ia justru memilih tinggal di dekat kediaman eyang buyut putrinya, yakni Gusti Kanjeng Ratu Tegalrejo.
Pribadinya juga sederhana dan cerdas, sehingga ia dekat dengan masyarakat kelas bawah. Itulah mengapa saat Belanda melakukan tindakan semena-mena, dirinya merasa geram dan tergerak untuk melakukan perlawanan.
Keserhanaan Diponegoro diperoleh dari ketaatannya dengan ajaran agama Islam. Itulah mengapa dirinya gemar berziarah di banyak tempat di pulau Jawa, dan ditemani oleh tongkat Kiai Cokro tersebut.
“Sejak saat itu Tongkat Kanjeng Kiai Cokro ini selalu dibawa oleh Pangeran Diponegoro setiap berziarah ke tempat suci untuk berdoa, agar segala kegiatannya diberkati,” tulis lagi di jurnal.
Tongkat Kiai Cokro dan Ratu Adil Pangeran Diponegoro
Simbol cokro terdiri dari panah yang menyilang di bagian atas, dan memiliki makna penting bagi Pangeran Diponegoro. Cokro sendiri adalah senjata tradisional yang dimiliki oleh Dewa Wisnu, yang dikenal sebagai penguasa dunia.
Bagi Pangeran Diponegoro, simbol cakra ini melambangkan kekuatan dan keadilan, sehingga mengaitkannya dengan konsep Ratu Adil atau Erucakra, yaitu sosok pemimpin yang adil dan bijaksana.
Simbol cokro di tongkatnya kemudian mencerminkan harapan dan aspirasi Pangeran Diponegoro untuk membawa keadilan dan kemakmuran dalam kepemimpinannya, sejalan dengan nilai-nilai yang diwakili oleh Dewa Wisnu.
Anies Baswedan Jadi Perwakilan Penerima Tongkat
Sebelumnya, tongkat ini dibawa ke Belanda pada tahun 1834. Ketika itu tongkat diserahkan kepada leluhur orang berpengaruh di Hindia Belanda dan diamankan di keluarganya.
Salah satu alasan tongkat itu diserahkan karena akan dijadikan sebagai hadiah, di masa gejolak politik dan persaingan hubungan kekuasaan kolonial. Selama ratusan tahun, tongkat dirawat oleh keluarga keluarga Baud.
Setelah 183 tahun, tongkat ini diserahkan kembali ke Indonesia pada 2015 lalu. Ketika itu, pemerintah Indonesia diwakili oleh Anies Baswedan selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ia menjadi sosok pertama yang memegang tongkat ini.
Anies Diminta Menggantikan Presiden yang Tengah ke Filipina
Sementara itu, disampaikan Anies Baswedan bahwa saat dirinya menerima tongkat Pangeran Diponegoro ia masih menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Ia diminta menggantikan presiden saat menghadiri upacara serah terima tongkat dari warga Belanda di Galeri Nasional. Dimana kala itu Presiden Jokowi sedang kunjungan di Filipina. Saat memegang tongkat tersebut, Anies merasa kaget karena panjang tongkat mencapai 150 senti meter.
“Lalu diadakanlah upacara penyerahan tongkat ini di Galeri Nasional, karena pada waktu itu bapak presiden sedang ada di Filipina, maka saya menerima tongkat itu, mewakili pemerintah dan presiden,” kata Anies di kanal Youtubenya, dikutip Merdeka.com, Sabtu (31/8).
Tongkat Diburu Kolektor
Anies menambahkan bahwa tongkat tersebut sejak berada di Belanda sudah menjadi buruan banyak kolektor. Itulah mengapa, saat dibawa ke Indonesia dilakukan secara rahasia.
Menurutnya, tongkat tersebut memiliki desain artistik yang bagus termasuk dari bahannya berupa kayu dengan usia ratusan tahun.
“Keluarga dari Belanda yang menyimpan tongkat ini bercerita bahwa banyak sekali kolektor yang memburunya, karena itulah, mereka sangat berhati-hati sekali di dalam menjaga kerahasiaan lokasinya, bahkan penerbangannya, siapa yang membawa,” kata Anies.
Terakhir kali, Anies mengungkapkan rasa takjubnya karena pernah memegang tongkat milik Pangeran Diponegoro itu.
“Di situ, saya pertama kali melihat tongkat ini, Masya Allah, tongkatnya memang bagus, dan kayunya tua sekali berumur sekitar 200 tahun,” tambah Anies