Memiliki Panjang 150 Meter, Intip Kisah Tongkat Sakti Tunggal Panaluan Milik Orang Batak
Dalam kehidupan masyarakat Batak Toba masih mengenal sebuah tongkat sakti yang menjadi sejarah lisan sampai saat ini.
Dalam kehidupan masyarakat Batak Toba masih mengenal sebuah tongkat sakti yang menjadi sejarah lisan sampai saat ini.
Memiliki Panjang 150 Meter, Intip Kisah Tongkat Sakti Tunggal Panaluan Milik Orang Batak
Suku Batak mempunyai ragam jenis kepercayaan kepada leluhur yang sampai sekarang menjadi bagian dari sejarah lisan. Beberapa di antaranya berbentuk benda yang dianggap begitu sakral dan memiliki kekuatan di dalamnya.
Salah satu benda yang dipercaya memiliki kekuatan magis di dalamnya yaitu Tongkat Tunggal Panaluan. Bagi masyarakat Batak Toba, tongkat ini bukan sekedar kayu biasa, melainkan terdapat roh-roh nenek moyang.
-
Siapa yang menjaga tradisi Batak? Desa ini adalah tempat di mana tradisi adat Batak masih dijaga dengan baik.
-
Siapa yang menjalani ritual adat Batak? Chen Giovani menjalani ritual adat Batak menjelang pernikahannya dengan Fritz Hutapea.
-
Kenapa orang Batak melakukan Manulangi Natuatua? Seorang anak yang sudah beranjak dewasa biasanya memiliki kesadaran untuk membalas budi kepada orang tua. Di Tanah Batak, bentuk balas budi anak kepada orang tuanya dilakukan dengan sebuah upacara yang bernama Manulangi Natuatua.
-
Mengapa orang Batak menganggap Ulos sakral? Sampai sekarang, orang Batak masih menjunjung tinggi Ulos yang dinilai sakral dan sarat makna.
-
Apa saja unsur prinsip kekerabatan Batak? Dalam prinsip kekerabatan masyarakat Batak terdapat 3 unsur yang memiliki arti dan fungsi yang berbeda.
-
Apa itu Batagak Penghulu? Tradisi Batagak Penghulu, Upacara Pengangkatan Seseorang Menjadi Pemimpin Adat Sebuah upacara adat Minangkabau ini diperuntukkan ketika seseorang menjadi Panghulu atau disebut dengan pemimpin adat atau klan yang cukup sakral.
Terdapat keunikan dan tersimpan kisah dari lahirnya tongkat sakti Tunggal Panaluan yang sampai sekarang cerita tersebut masih terus berkembang di masyarakat Batak Toba.
Penasaran dengan kisah Tongkat Sakti Tunggal Panaluan? Simak rangkumannya yang dihimpun dari beberapa sumber berikut ini.
Memiliki Panjang 150 Meter
Melansir dari beberapa sumber, tongkat kepercayaan orang Batak Toba itu memiliki panjang sekitar 150 meter sampai 200 meter. Setiap sisi tongkat terdapat ukiran yang mirip manusia dan naga yang menjadi sebuah kisah masa lalu.
Tunggal Panaluan diambil dari kata "Tunggal" yang artinya satu, dan "Panaluan" yang berarti selalu mengalahkan.
Tongkat ini menggambarkan sebuah kosmologi orang Batak yang terdiri dari hubungan Banua Toru, Banua Tonga, dan Banua Ginjang. Ketiganya terpahat jelas di pahatan pohon yang bernama Sibaran atau nasib manusia.
Bersemayam Roh Leluhur
Bagi orang-orang Batak, tongkat Tunggal Panaluan sendiri dipercaya menjadi tempat tinggal para roh leluhur yang bisa memanggil hujan, menyembuhkan orang sakit, mengusir wabah, mendatangkan berkah, menjaga rumah dan kampung dari serangan musuh.
Maka dari itu, proses pembuatan tongkat ini tidaklah main-main.
Tunggal Panaluan terbuat dari kayu jenis Tada-Tada dan sebelum pengerjaan terlebih dahulu digelar ritual seperti sesajian, pangurason, dan berpuasa.
Banyak Diburu
Tongkat ini bukan menjadi sebuah benda yang sakral, malahan banyak orang masih memburu tongkat tersebut karena dipercaya siapa yang bisa memilikinya akan punya kekuatan, kekuasaan, dan ditakuti lawan.
Banyaknya orang yang memburu tongkat tersebut kemudian dimanfaatkan oleh sebagian orang lainnya dengan membuat replikanya dan bahkan mereka mengaku jika barang tersebut asli.
Bagi yang ingin memiliki tongkat tersebut, jangan berharap untuk bisa mendapatkan kekuatan. Kembali lagi pribadi masing-masing, tongkat tersebut dijadikan sebagai cenderamata, kepentingan seni, atau koleksi pribadi.
Perkawinan Sedarah
Awal mula tongkat Tunggal Panaluan ini muncul berawal dari cerita turun temurun tentang perkawinan sedarah di Tano Batak. Pasangan tersebut sudah bertahun-tahun tidak memiliki keturunan.
Atas doa dan usaha mereka akhirnya dikaruniai seorang anak kembar laki-laki dan perempuan. Para tetua kampung memberi saran kepada mereka agar memisahkan kedua anak tersebut agar tidak terjadi bencana di kemudian hari, sang ayah pun tidak melaksanakan nasihat tersebut.
Pada suatu hari, musim kemarau melanda desa tersebut selama berbulan-bulan. Para tetua pun berunding dan memutuskan untuk memanggil Datuk untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Menurutnya, di tempat ini terdapat hubungan terlarang yang dilakukan saudara sekandung dan tertujulah kepada si anak kembar itu.
Tenggelam dalam Pohon
Kedua anak tersebut diputuskan untuk diusir dari kampung. Orang tuanya mendirikan sebuah rumah untuk mereka dan beberapa hari sekali datang menjenguk sambil membawa makanan. Rumah si kembar pun dijaga oleh seekor anjing.
Pada suatu hari, salah satu anak bernama Tapi Nauasan melihat pohon berbuah lebat dan meminta abangnya untuk memanjat pohon tersebut. Sang abang bernama Aji Donda menuruti dan memetik beberapa buah, tak lama tubuhnya tenggalam di dalam pohon.
Kedua orang tuanya yang mengetahui anak kembarnya tenggelam di dalam pohon itu tak berhenti menangis. Kemudian, dipahatlah batang pohon menyerupai rupa anak-anaknya itu yang kemudian disebut sebagai Tongkat Sakti Tunggal Panaluan.