Ini Tiga Unsur Prinsip Kekerabatan Masyarakat Batak, Jadi Pengikat Relasi Sosial
Prinsip kekerabatan ini sudah berjalan turun-temurun.
Prinsip kekerabatan ini sudah berjalan turun-temurun.
Ini Tiga Unsur Prinsip Kekerabatan Masyarakat Batak, Jadi Pengikat Relasi Sosial
Suku Batak merupakan salah satu kelompok suku terbesar yang ada di Indonesia.
Suku Batak terbagi ke dalam beberapa sub suku, seperti Batak Angkola, Karo, Mandailing, Pakpak, Simalungun, Toba, dan Pardembanan.
Ciri khas orang Batak tampak dari tutur berbicaranya yang keras dan lantang. Selain itu, orang Batak juga terkenal dengan tradisi merantau ke luar daerah yang sampai sekarang masih terus dilestarikan.
-
Dimana orang Batak membangun relasi keluarga? Dalihan Na Tolu sendiri diibaratkan seperti tungku berkaki tiga, apabila salah satunya tak seimbang, maka akan mempengaruhi yang lain. Dalihan Na Tolu terdiri dari Hula-Hula (pihak keluarga dari perempuan), dongan tobu (orang semarga dengan kita) dan boru (keluarga dari pihak laki-laki).
-
Siapa yang menjaga tradisi Batak? Desa ini adalah tempat di mana tradisi adat Batak masih dijaga dengan baik.
-
Gimana Ikan Batak dikaitkan dengan masyarakat? Terakhir ada ikan dengan nama suku di Sumatra Utara yaitu Ikan Batak. Ikan yang satu ini begitu erat dengan masyarakatnya. Bagaimana tidak, ikan ini dijadikan persembahan saat acara adat.Ikan nokturnal ini rupanya menjadi pilihan lauk untuk makanan sehari-hari. Di sisi lain, sebagian orang menganggap ikan ini keramat dan tidak boleh dikonsumsi.
-
Bagaimana budaya Betawi menjaga silaturahmi? Tradisi berlebaran masyarakat Betawi berlangsung hingga pekan ketiga di bulan Syawal. Budaya itu tidak hanya digunakan untuk memperkuat tali silaturahim saja, tetapi juga melanjutkan puasa syawalan.
-
Bagaimana pantangan orang Betawi membantu mempererat relasi sosial? Sebenarnya terdapat pesan tersembunyi di baliknya agar seseorang yang melakoni pantangan bisa mendapat kebaikan dan mempererat relasi sosial.
-
Bagaimana masyarakat Batak Angkola saling membantu dalam tradisi Marpege-pege? Dalam upacara perkawinan Batak Angkola, setiap mempelai laki-laki wajib memberikan mahar yang menjadi alat yang dibayarkan kepada pihak keluarga perempuan yang akan dinikahi.
Meski terkenal dengan perawakan galak dan tutur bicara yang keras, Suku Batak juga memiliki prinsip kekerabatan yang saling mengikat agar terjalinnya relasi sosial dengan baik.
Kira-kira apa saja prinsip kekerabatan itu? Simak ulasannya yang dihimpun merdeka.com berikut ini.
Dalihan Na Tolu
Sebelum menjelaskan prinsip kekerabatan di masyarakat Batak, ada baiknya mengerti terlebih dahulu konsep filosofis budaya Batak Dalihan Na Tolu.
Dalihan Na Tolu menjadi kerangka prinsip kekerabatan masyarakat Batak.
Dalihan Na Tolu merupakan struktur kekerabatan dalam kelompok etnis Batak yang disimbolkan sebagai sebuah tungku.
Dalihan Na Tolu berasal dari kata "Dalihan" yang artinya tungku terbuat dari batu, "Na" artinya yang, dan "Tolu" diartikan sebagai tiga.
Apabila digabungkan, artinya tiga tungku ini masih berkaitan dengan sistem alat masak kuno milik masyarakat Batak.
Dulu, masyarakat Batak dalam memasak menggunakan tungku dari batu ditopang dengan tiga buah batu yang sama besar agar mampu menopang dengan seimbang.
Maka, konsep tiga tungku dari batu ini kemudian dijadikan prinsip kekerabatan masyarakat Batak.
Tiga Unsur Prinsip Kekerabatan Masyarakat Batak
Dalam prinsip kekerabatan masyarakat Batak terdapat 3 unsur yang memiliki arti dan fungsi yang berbeda .
Prinsip yang pertama yaitu Hula-Hula atau Wife Giver. Prinsip kekerabatan kedua atau posisi tengah yaitu Dongan Tobu atau Dongan Sabutuha.
Terakhir ialah Boru, sebagai prinsip ketiga. Berikut penjelasan selengkapnya.
Hula-Hula
Prinsip yang pertama yaitu Hula-Hula atau Wife Giver.
Mengutip dari Kemdikbud informasi budaya "Dalihan Na Tolu: Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak" (2017), Hula-Hula menjadi prinsip paling tinggi dalam konsep kekerabatan Batak.
Hal ini dikarenakan Hula-Hula mewakili kelompok marga mulai dari keluarga pihak istri, marga ibu, marga nenel dan seterusnya.
Hula-Hula menjadi prinsip yang paling dihormati lantaran dianggap sebagai pemberi berkat kehidupan, dan sumber keturunan. Maka, keluarga dari istri (Hula-Hula) begitu dihormati oleh Boru dalam setiap bentuk perkataan, sikap, dan juga perbuatan.
Dongan Tobu/Dongan Sabutuha
Prinsip kekerabatan kedua atau posisi tengah yaitu Dongan Tobu atau Dongan Sabutuha yang artinya teman lahir, teman seperut, atau kerabat semarga.
Berada di posisi kedua dalam Dalihan Na Tolu, prinsip ini selayaknya hubungan antara kakak dan adik yang berasal dari saudara se-marga istri atau suami.
Dalam setiap upacara adat biasanya pihak penyelenggara akan berkonsultasi dengan Dongan Tobu agar tidak terjadi kesalah pada saat hajatan dilaksanakan dan mampu mempererat ikatan persaudaraan.
Boru
Prinsip ketiga yaitu Boru yang posisinya diemban langsung oleh anak perempuan se-marga dan kelompok dari marga pihak suami dari saudara perempuan.
Seluruh kelompok marga dari pihak suami menjadi Boru karena menjadi pihak yang mengambil istri dari kelompok marga Hula-Hulanya.
Hal ini, Boru akan begitu menghormati kelompok marga Hula-Hulanya.
Prinsip Dalihan Na Tolu, tidak memandang status, kelas, dan jabatan. Selama menjadi Boru siapapun itu, maka ketika pesta adat dia akan tetap hormat kepada Hula-Hulanya.
Relasi Sosial Penting
Dalam prinsip kekerabatan ini, ketiga unsur di atas menjadi pondasi penting dalam menjaga dan menopang keseimbangan sistem kekerabatan yang terjalin dalam masyarakat Batak.
Apabila sistem ini dimanfaatkan dengan baik, kemungkinan besar hubungan kekerabatan antar keluarga bisa berjalan dengan lancar dan menimbulkan hubungan kuat satu sama lain.
Perlu digarisbawahi, ikatan Dalihan Na Tolu diterapkan dalam terjadinya proses perkawinan.
Bagi orang Batak, perkawinan merupakan upacara sakral karena menghubungkan dua marga yang berbeda menjadi satu ikatan kekerabatan yang lebih besar dan luas.