Mengenal Rebu, Budaya Sopan Santun dan Larangan Masyarakat Tanah Karo
Tradisi Rebu, budaya sopan santun dan larangan yang berkembang di masyarakat Tanah Karo.
Setiap suku di Indonesia memiliki adab dan tata krama masing-masing. Bahkan, seluruh ajarannya itu diwariskan secara turun-temurun.
Mengenal Rebu, Budaya Sopan Santun dan Larangan Masyarakat Tanah Karo
Suku Karo mempunyai tradisi pantang menyampaikan pesan secara langsung kepada orang-orang tertentu. Lalu bagaimana caranya berkomunikasi? Biasanya mereka akan menyampaikannya menggunakan perantara orang lain.
Tradisi tersebut dinamakan Rebu. Melansir dari buku "Makna Pemakaian Rebu Dalam Kehidupan Kekerabatan Orang Batak Karo", Rebu diartikan 'Pantang', 'Tidak Pantas', 'Dilarang', 'Tidak Dapat'. Secara menyeluruh, pemaknaan Rebu sendiri mengandung larangan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu.
Penasaran dengan Tradisi yang satu ini? Simak rangkumannya yang dihimpun dari beberapa sumber berikut.
-
Apa kepercayaan leluhur suku Karo? Sementara itu, dalam buku Mengenal Orang Karo karya Roberto Bangun pada 1989 lalu menyinggung bahwa leluhur masyarakat Karo memiliki kepercayaan tersendiri bernama Agama Pemena.
-
Siapa leluhur suku Karo? Mengutip jurnal dari UINSU yang mengangkat seputar leluhur masyarakat Karo, dikatakan bahwa sang leluhur bukanlah keturunan dari Si Raja Batak yang selama ini dikenal.
-
Apa saja tradisi Rebo Wekasan di berbagai daerah? Misalnya, di Bantul biasanya membuat lemper raksasa untuk dibagikan, di Banyuwangi melakukan tradisi petik laut, atau di Banten yang melaksanakan salat khusus di pagi hari pada Rabu terakhir bulan Safar.
-
Apa tradisi unik di Sumatera Selatan? Salah satunya adalah tradisi unik yang ada di Sumatra Selatan yakni saling bertukar takjil dengan tetangga di sekitar kampung tempat tinggal.
-
Apa itu Rebo Kasan? Sebuah ritual doa kepada Tuhan sebagai ritual tolak bala yang dilaksanakan setiap bulan Sya'far atau setiap hari Rabu terakhir pada penanggalan Hijriah.
-
Mengapa Paropo disebut 'Ranu Kumbolo'-nya Sumatra Utara? Paropo ini mirip dengan Danau Ranu Kumbolo yang ada di Gunung Semeru. Banyak orang bilang, Ranu Kumbolo adalah salah satu danau tercantik di Indonesia. Itulah kenapa Paropo sering disebut sebagai 'Ranu Kumbolo'-nya Sumatra Utara.
Mengontrol Perbuatan
Mengutip dari bpodt.id, tujuan dari tradisi Rebu adalah batas kebebasan agar bisa mengontrol perbuatan setiap orang Karo. Hal tersebut untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan, seperti perselingkuhan contohnya.
Tak sampai situ, Rebu rupanya juga ditegakkan dalam konsep tempat tinggal orang Karo Tradisional. Pasalnya, dalam satu rumah itu dihuni empat sampai dua belas keluarga tanpa batas dinding atau sekat. Maka dari itu, Rebu begitu berperan penting meskipun tidak ada aturan secara tertulis. Namun, orang Karo begitu teguh dan patuh terhadap Rebu. (Foto: wikipedia)
Mendidik Anak Sejak Dini
Tradisi Rebu juga diterapkan dalam sistem mendidik anak yang masih tinggal di rumah adat. Mereka sangat dilarang keras apabila pulang bermain setelah jam makan malam.
Apabila mereka melanggar, mereka bakal memilih tidur di Jabu Desa dan tidak berani pulang ke rumah. Dengan tidak pulang ke rumah, otomatis mereka tidak mendapat makan, alias menahan lapar semalaman. Rupanya, Rebu juga mengajarkan dan mendidik anak untuk displin waktu.
Diterapkan Pada Sistem Kekerabatan
Penegakan tradisi Rebu dalam masyarakat Karo tak hanya bersinggungan dengan tata krama dan sikap seseorang saja. Namun, Rebu juga terkenal di sistem kekerabatan.
Ada 3 sistem kekerabatan yang masih berpegang teguh dengan tradisi Rebu, yaitu Rebu antara Mami (mertua wanita) dengan kela (menantu laki-laki), Rebu antara Bengkila (mertua laki-laki) dengan Permain (menantu wanita), dan Rebu antara Turangku dengan Turangku atau orang yang beripar dan berbeda jenis kelamin.
Masih berlaku hingga kini
Seiring perkembangan zaman dan teknologi, masyarakat Karo masih terus melestarikan Rebu. Bahkan, meski terjadi perubahan sosial, nilai-nilai, Rebu tidak berubah sama sekali.
Sebagian orang Karo masih menegakkan Rebu karena merupakan tuntutan ajaran adat. Namun, ada beberapa hal yang bisa dipetik dari tradisi Rebu ini, mencegah terjadinya hal-hal negatif yang memicu terjadinya perselisihan.
Dari penerapan Rebu, setiap orang pasti akan timbul rasa hormat dan rasa segan secara natural. Dari rasa hormat tersebut, terbentuklah tata krama sopan santun yang menjadi prinsip-prinsip sosial dalam hidup berkerabat.
(Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id)