Fakta Alas Roban Banyuwangi yang Menarik Diketahui, Terkenal Mistis
Terletak di kaki Gunung Raung, Alas Roban memiliki ragam ekosistem sekaligus kisah misteri yang menggugah.
Terletak di kaki Gunung Raung, Alas Roban memiliki ragam ekosistem sekaligus kisah misteri yang menggugah.
Fakta Alas Roban Banyuwangi yang Menarik Diketahui, Terkenal Mistis
Terletak di kaki Gunung Raung, Alas Roban memiliki ragam ekosistem yang kaya, termasuk beragam flora dan fauna langka. Selain keanekaragaman alamnya, udara segar dan pemandangan alam yang memesona juga menjadi daya tarik yang dimiliki Alas Roban. Sayangnya, jalur Alas Roban dipenuhi tanjakan curam, sehingga cukup sering memakan korban. Jalur Alas Roban menghubungkan kawasan-kawasan di pesisir Jawa, mulai dari Banten hingga Banyuwangi. Selain curam, jalur yang berada di Gringsing, Kabupaten Batang ini dikenal sebagai salah satu jalanan paling angker di Jawa Tengah.
Penamaan jalur angker ini bukan tanpa alasan, jalur ini dinilai cukup menyeramkan karena di sisi kanan dan kirinya dihiasi jajaran pohon jati yang tinggi menjulang.
Kesan angker dan mistis lahir dari cerita yang amat populer mengenai jalur ini. Konon jalur Alas Roban menjadi angker karena dahulu ada pembantaian massal atas kerja paksa di masa pemerintahan Daendels.
Angker Sejak Dulu
Banyak masyarakat pribumi yang meninggal karena sakit malaria, kelelahan, maupun kelaparan. Konon, jenazah para pekerja Jalan Raya Pos terkubur di bawah jalan proyek ambisius ini.
Keangkeran Jalur Alas Roban semakin menjadi-jadi, setelah Alas Roban digunakan sebagai tempat pembuangan jenazah korban penembak misterius (petrus) sekitar tahun 1980 an.
Endah Sri Hartatik dalam bukunya Dua Abad Jalan Raya Pantura (2020) menulis masyarakat sekitar kerap menemukan karung goni berisi mayat-mayat manusia dan sejumlah uang yang digunakan untuk menguburkan mayat-mayat tersebut.
Tidak heran banyaknya kecelakaan yang dialami para pengemudi saat melintas jalur angker ini dihubungkan dengan cerita mistis. Kecelakaan lalu lintas ini dianggap sebagai tumbal atau bentuk balas dendam arwah-arwah korban tersebut.
Keangkeran Jalur Alas Roban bahkan pernah membuat para sopir bus malam gentar di tahun 90-an. Saat itu, banyak sopir bus malam yang enggan berhenti untuk menaikturunkan penumpang di sekitar jalur Alas Roban. Salah satu cara yang cukup terkenal untuk "memaksa" para sopir bus malam berhenti di jalur ini adalah dengan menyulut korek api.
Konon api dari korek ini digunakan untuk membedakan apakah manusia asli atau makhluk halus yang ingin menaiki bus. Meskipun secara logika, hal ini dilakukan agar calon penumpang dapat terlihat oleh sopir di tengah gelapnya hutan jati yang minim lampu.
Alas Roban Kini
Sebagai jalan di pesisir Pantai Utara Pulau Jawa, Alas Roban merupakan salah satu titik rawan macet di Jalur Pantura, terutama pada masa lebaran. Saat ini, di Alas Roban terdapat tiga jalur yang dapat dilewati yakni Jalan Poncowati (jalan lama), Jalan Lingkar Selatan, dan Jalan Pantura.Jalur utama biasanya dilewati truk gandeng dan bus, jalur selatan dilewati truk besar, sedangkan jalur utara dilewati kendaraan pribadi atau roda dua. Pada jalur ini terdapat beberapa area kantong parkir yang didapat digunakan sopir untuk beristirahat.
Di balik keangkerannya, Alas Roban juga dikenal sebagai tempat tumbuhnya beragam jenis pisang. Para penjual pisang banyak bertebaran di pinggir jalan raya dan buah-buahannya banyak dihasilkan dari lahan di sekitar hutan itu.
Tak hanya pisang saja, di sana juga tumbuh beraneka ragam buah-buahan lainnya di antaranya buah sirsak, buah nangka, buah sukun, durian, rambutan, dan lain sebagainya. Buah-buahan ini dijual di pinggir jalan raya yang membelah Alas Roban.
Lapak pedagang yang berjualan di pinggir jalan raya Alas Roban biasa dinamakan gubukan. Di sana dijual beraneka ragam buah-buahan terutama pisang. Dilansir dari Jatengprov.go.id, gubukan di Alas Roban sudah ada sejak zaman Belanda.
Setiap kali berbuah, tandan pisangnya bisa mencapai satu meter, yang biasanya terdiri dari 8-13 sisir. Jika ditotal, berat buah dalam satu tandannya bisa mencapai 30 kilogram.
Dilansir dari Jatengprov.go.id, buah pisang tanduk berukuran sangat besar dan bentuknya melengkung seperti tanduk kerbau atau banteng.
Selain bentuknya yang besar, pisang ini kaya akan gizi. Rasanya pun manis seperti madu. Untuk ukuran kecil, pisang ini dihargai Rp2.000 per biji, sementara untuk ukuran besar, pisang ini dihargai Rp2.500-3.000 per biji.