Melihat Pelaksanaan Upacara Adat Karo di Pasuruan, Cara Unik Warga Bersihkan Diri dan Lingkungan dengan Rapalan Doa
Kawasan Bromo Tengger Semeru tidak hanya memiliki pesona alam yang indah, masyarakat lokalnya juga memiliki kebudayaan yang memesona.
Masyarakat Kecamatan Tosari di Kabupaten Pasuruan menyebut diri mereka sebagai masyarakat Tengger brang kulon.
Salah satu tradisi yang ada di Kecamatan Tosari yaitu upacara adat Karo atau perayaan Karo. Mengutip Instagram @bpk_wilayah_XI, masyarakat Kecamatan Tosari juga sering menyebutnya sebagai Hari Raya Karo.
- Mengenal Dhurung Bawean, Tempat Warga Gresik Berkumpul hingga Menyimpan Padi yang Dilengkapi Alat Penghalau Tikus
- Menjaga Tradisi, Begini Suasana Perkampungan Suku Jawa Kuno Kejawen Adat Istiadatnya Masih Kental
- Mencicipi Kipang Kacang, Kudapan Asli Pariaman yang Masuk Daftar Warisan Budaya Tak Benda
- Jelang Nyepi, Umat Hindu Tengger Turun Gunung Gelar Upacara Melasti di Pantai Watu Pecak Lumajang
Hari Raya Karo dilaksanakan pada bulan kedua menurut kalender Tengger. Bulan kedua dalam kalender Tengger juga sering disebut bulan Karo.
Hari Raya Karo merupakan hari raya kedua terbesar bagi masyarakat Tengger setelah Yadnya Kasada.
Cara Menyucikan Diri
Hari Raya Karo bertujuan untuk menyucikan diri serta lingkungan. Masyarakat Tengger menyebut momen penyucian diri yang dilakukan dengan rapalan berbagai mantra sekaligus doa ini dengan istilah Satya Yoga.
Hari Raya Karo dibuka dengan pelaksanaan tari sodoran atau Tari Karo. Mengutip situs warisanbudaya.kemdikbud.go.id, fungsi Tari Karo itu sebagai penghormatan kepada leluhur sekaligus kepada para tamu yang hadir dalam upacara itu.
Mengutip situs pasuruankab.go.id, Tari Sodor dibawakan oleh 12 orang sesepuh. Angka 12 merupakan simbol 12 bulan yang ada dalam satu tahun.
Pada bambu yang dihias serabut kelapa dan janur, ada banyak benih palawija yang dipasang sebagai lambang bahwa adanya Tengger merupakan hasil perpaduan nama Roro Anteng dan Joko Seger. Leluhur Gunung Bromo yang diyakini memiliki 25 orang anak.
Pelaksanaan
Upacara dipimpin oleh dukun pandita wilayah setempat. Pelaksanaan upacara Karo dipusatkan di Kecamatan Tosari. Meski demikian, masyarakat Tengger yang masuk wilayah administrati Kabupaten Pasuruan di kecamatan lain juga mengikutinya, seperti Kecamatan Puspo dan Tutur (Nongkojajar).
Secara keseluruhan, upacara ini diikuti oleh warga di delapan desa, yaitu Desa Wonokitri, Tosari, Baledono, Ngadiwono, Sedaeng, Mororejo, Kalirejo, Keduwung, dan Desa Kayukebek.
Pelaksanaan upacara adat Karo melalui beberapa tahapan, yaitu pembukaan, santi, mayu, hingga bawahan.
Mengutip situs pasuruankab.go.id, pelaksanaan upacara adat Karo berlangsung selama 12 hari ditambah 2 hari untuk pembukaan dan penutupan.
Setelah upacara pembukaan, dilaksanakan upacara Mayu Desa, Mayu Banyu, pembukaan/pengarakan Jimat Klontong, upacara penutupnya merupakan upacara Bawahan.
Tujuan dilaksanakan upacara Karo yakni untuk menuju kembali kepada kesucian. Harapannya, warga masyarakat Tengger menjadi suci kembali atau bersih dari segala dosa.
Pelaksanaan Hari Raya Karo juga dikaitkan dengan menghormati Hyang Widi Wasa yang telah menciptakan dua jenis manusia, laki-laki dan perempuan sebagai leluhur mereka, yaitu Roro Anteng dan Joko Seger.
Pada Hari Raya Karo, masing-masing warga membuat sesaji upacara umum dan rumah. Warga melakukan kunjungan kepada satu sama lain sebagai upaya membersihkan diri. Pada hari pertama warga masyarakat berkunjung ke rumah kepala desa. Selanjutnya pada hari kedua, kepala desa berkunjung ke rumah warga sampai selesai.