Mengenal Dewi Khotijah, Wali Perempuan dari Bali yang Dibunuh Punggawa Kerajaan saat Sedang Salat
Ia adalah satu-satunya wali perempuan asal Bali yang tersohor.
Ia adalah satu-satunya wali perempuan asal Bali yang tersohor.
Mengenal Dewi Khotijah, Wali Perempuan dari Bali yang Dibunuh Punggawa Kerajaan saat Sedang Salat
Penyebar agama Islam di Jawa yang dikenal dengan sebutan Wali Songo semuanya merupakan laki-laki. Sementara di Pulau Bali, dikenal istilah Wali Pitu. Menariknya, salah satu wali di Pulau Dewata ini adalah seorang perempuan yang dikenal dengan nama Siti Khotijah.
-
Bagaimana penampilan Tengku Dewi Putri saat datang ke pengadilan? Tengku Dewi tampak tidak sendirian. Ia didampingi oleh kuasa hukumnya saat datang ke pengadilan. Tengku Dewi terlihat tampil cantik dengan dress putih yang menutupi kehamilannya.
-
Kapan kepala Dewi Aphrodite ditemukan? Patung ini ditemukan saat pengerjaan proyek pengembangan alun-alun kota, dikutip dari laman Greek Reporter, Minggu (9/7).
-
Apa yang dilakukan Tengku Dewi Putri di Bali saat babymoon? Perjalanan babymoon ini dilakukan Tengku Dewi di tengah masalah perselingkuhan yang dilakukan oleh sang suami. Ia pun menegaskan bahwa tidak akan memaafkan perzinahan yang telah dilakukan oleh aktor tampan itu.
-
Mengapa Tengku Dewi Putri memilih liburan di Bali? Merasa bahagia Meski hanya berangkat berdua saja, namun Tengku Dewi tetap merasa bahagia. Ia merasa liburan ini spesial karena bersama orang kesayangannya, anak sulung dan juga janin yang ada di dalam kandungan.
-
Mengapa patung Dewi Hekate penting? Penemuan ini menggambarkan peran penting Dewi Hekate dalam budaya kuno dan menunjukkan Kelenderis merupakan salah satu kota yang terlibat dalam kompetisi reguler untuk menghormati dewi tersebut.
-
Di mana kepala Dewi Aphrodite ditemukan? Patung kepalanya ditemukan di pusat kota Roma, Italia.
Putri Raja
Sebelum masuk Islam, Siti Khotijah memiliki nama asli Gusti Ayu Made Rai atau Raden Ayu Pemecutan.
Mengutip situs resmi Pemkot Denpasar, ia adalah salah satu putri Raja Pemecutan.
Gusti Ayu Made Rai terkenal cantik dan disayang keluarga, bahkan ia menjadi kembang kerajaan. Banyak para pembesar kerajaan di Bali ingin meminangnya.
Suatu saat, sang putri menderita sakit kuning. Sang ayah pun membuat sayembara, barang siapa bisa menyembuhkan putri kesayangannya, jika perempuan akan diangkat jadi anaknya, jika laki-laki akan dinikahkan dengan Gusti Ayu Made Rai.
Sayembara ini didengar oleh seorang ulama Yogyakarta. Sang ulama pun meminta muridnya yang tak lain adalah Raja Madura, Cakraningrat IV untuk mengikuti sayembara tersebut.
Cakraningrat datang ke Yogyakarta untuk menghadap gurunya terlebih dahulu, sebelum akhirnya bertolak ke Bali.
Gusti Ayu Made Rai kemudian dinikahkan dengan Cakraningrat IV. Sebelum menikah, Gusti Ayu Made Rai berikrar masuk Islam dan bergelar Raden Ayu Siti Khotijah. Pernikahannya dengan Cakraningrat IV pun digelar dengan cara muslim.
Usai menikah, Siti Khotijah diboyong Cakraningrat IV ke Madura. Sebagai pasangan suami-istri, keduanya saling menyayangi dan menjaga satu sama lain.
Versi Lain
Buku berjudul Wali Pitu di Pulau Bali (Penerbit Jagat Litera, 2021) mengungkap versi lain tentang sosok Gusti Ayu Made Rai.
Dikisahkan bawa Gusti Ayu Made Rai adalah adik Raja Pemecutan yang bergeral Cokorda III.
Suami Khotijah adalah senopati dari Kerajaan Mataram yang bergelar Pangeran Raden Sosrodiningrat.
Ia membantu Raja Pemecutan saat berperang melawan kerajaan lain di Bali. Berkat bantuannya, Raja Pemecutan pun menang.
Sebagai imbalan, Raja Pemecutan menjodohkan Pangeran Raden Sosrodiningrat dengan adiknya, Gusti Ayu Made Rai.
Perkawinannya dengan Pangeran Raden Sosrodiningrat itulah yang membuat Gusti Ayu Made Rai masuk Islam. Ia kemudian bergelar Siti Khotijah.
Pulang ke Bali
Suatu hari, Siti Khotijah pulang ke Bali dibersamai 40 orang pengiring dan pengawal dari Madura.
Sang suami, Cakraningrat IV memberikan bekal kepada istrinya bberupa guci, keris dan sebuah pusaka berbentuk tusuk konde yang diselipkan di rambut sang putri.
- Ditolak Sejumlah Elemen Masyarakat, PKB Diminta PBNU Batalkan Muktamar di Bali
- Kecewa Diputus Cinta, Remaja di Bali Nekat Lompat dari Jembatan dan Tewas
- Menabung Belasan Tahun, Begini Kisah Haru Tukang Pijat Tunanetra Asal Bali Berangkat Haji
- 5 Pelaku Pengeroyokan hingga Tewas di Bali Ditangkap, Tersangka Mengaku Salah Sasaran
Suatu hari ketika ada suatu upacara Nyekah di Pemerajan (tempat suci keluarga) Puri Pemecutan, Raden Ayu Pemecutan berkunjung ke Puri tempat kelahirannya.
Saat menjelang petang, Siti Khotijah salat magrib dengan mengenakan mukena di Merajan Puri. Saat itu, pintu yang tertutup tertiup angin sehingga terbuka. Siti Khotijah tengah takbir dengan kedua tangan terangkat.
Para punggawa raja salah mendengar kata Allahu Akbar yang diucapkan Siti Khodijah sebagai mekeber yang dalam Bahasa Bali berarti terbang.
Para punggawa kerajaan pun menganggap gerakan takbir Siti Khotijah sebagai gerakan orang yang akan menjadi leak atau ilmu hitam. Masyarakat Bali memiliki kepercayaan bahwa orang yang memiliki ilmu hitam harus dibinasakan karena mengganggu dan merugikan masyarakat.
Akhir Hayat
Menerima laporan dari para punggawa kerajaan, Raja pun marah dan memerintahkan anak buahnya untuk membunuh Dewi Khotijah.
Saat ia sedang salat, para punggawa kerajaan menyerangnya dengan tombak dan keris. Kedua senjata itu menancap ke punggung Dewi Khotijah.
Konon, tidak hanya darah yang keluar dari punggungnya, ada juga cahaya sangat terang dengan warna kebiru-biruan yang menembus dinding atap dan tembok sehingga menerangi istana Pemecutan dan wilayah sekitarnya.
Raja pun melakukan berbagai upaya menyelamatkan Siti Khotijah, namun nyawanya tak tertolong. Siti Khotijah mengembuskan napas terakhir dalam posisi sujud.
Prosesi pemakaman Siti Khotijah dibantu oleh masyarakat muslim di sekitar kerajaan Pemecutan yang kini dikenal dengan nama Kampung Kepaon.
Siti Khotijah dimakamkan bersama dengan tombak yang tidak bisa dilepas dari punggungnya. Konon, tombak tersebut tumbuh menjadi pohon yang membuat kawasan makam Siti Khotijah di Kota Denpasar bernuansa sejuk.