Berkedok revitalisasi
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dituduh mengingkari janji.
"Memperhatikan perkembangan kebijakan strategis nasional dan dinamika internal di kawasan perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan, khususnya terkait pemanfaatan ruang di Teluk Benoa, sehingga perlu dilakukan revitalisasi," begitu bunyi pertimbangan dalam Peraturan Presiden nomor 51 tahun 2014 tentang perubahan atas Peraturan Presiden nomor 45 tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan.
Peraturan presiden itu mendapat penolakan keras dari berbagai kalangan terkait rencana reklamasi Teluk Benoa. Keputusan ini dituding mengesahkan reklamasi Teluk Benoa sebelumnya dalam Peraturan Presiden nomor 45 tahun 2011 masuk dalam wilayah konservasi perairan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dituding mengingkari janjinya terkait wilayah konservasi dengan menguatkan peraturan presiden nomor 122 tahun 2012 tentang reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau Kecil. Aturan ini mengatur reklamasi tidak dapat dilakukan di kawasan konservasi dan alur laut.
"Itu jelas mengingkari peraturan presiden dibuat sebelumnya," kata aktivis Wahana Lingkungan Hidup sekaligus Koordinator For Bali Wayan Gendo Suadarma melalui telepon selulernya semalam. Dia menduga ada konspirasi dilakukan presiden dengan terbitnya Peraturan Presiden nomor 51 tahun 2014.
Gendo mengatakan penerbitan aturan itu jelas mengakomodasi kepentingan investor untuk melakukan reklamasi di Teluk Benoa. Dia menjelaskan peraturan baru ini menghapus pasal-pasal menyatakan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi.
Indikasi lain adanya upaya mengubah wilayah konservasi itu tertuang jelas dalam pasal 55 ayat 5 Peraturan Presiden nomor 45 tahun 2011 dengan mengurangi luasan wilayah perairan menggunakan frasa "sebagian" pada kawasan konservasi Pulau Serangan dan Pulau Pudut. "Hal tersebut menyebabkan kawasan konservasi menjadi berkurang luasannya," ujar Gendo.
Selain menghapus status Teluk Benoa dari wilayah konservasi perairan, tudingan kepada Presiden dalam Perpres nomor 51 tahun 2014 ialah mengganti wilayah konservasi menjadi zona penyangga atau kawasan pemanfaatan umum. "Presiden juga menghapus besaran luas taman Hutan Raya Ngurah Rai sebagai kawasan pelestarian alam padahal sebelum ditetapkan secara spesifik luas Taman Hutan Raya Ngurah Rai 1.375 hektare," tutur Gendo.
Di sisi lain, warga Kelurahan Tanjung Benoa, Kuta Selatan, mengecam keluarnya surat rekomendasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Badung kepada PT Benoa Bali Indonesia (BBI). Surat ini baru tercium setelah dua tahun terbit dan dinilai bisa dijadikan pintu masuk untuk melakukan reklamasi.
Dalam surat itu tertulis PT BBI dapat melakukan normalisasi Teluk Benoa. "Kami warga Tanjung Benoa hanya ingin satu poin, jangan utak-atik Teluk Benoa. Dewan Badung yang baru kami mohon mengerti tuntutan kami,” kata kadek Duarsa,Ketua Lembaga Perwakilan Masyarakat Kelurahan Tanjung Benoa, kemarin.
Dia menyanyangkan keluarnya surat bertandatangan mantan Ketua DPRD Badung I Nyoman Giri Prasta kepada PT BBI. Surat rekomendasi itu memakai bahasa bersayap untuk memuluskan jalan reklamasi. “Surat itu bunyinya normalisasi Teluk Benoa. Kalau normalisasi itu dikeruk bukan diuruk dan dibangun. Bahasa abu-abu seperti ini sengaja dimainkan investor dan penguasa,” katanya.
Warga Tanjung Benoa mengaku kaget dengan keluarnya surat rekomendasi dewan tersebut. Sebab selama ini Dewan Badung terkesan diam dan cuek. Namun ternyata dewan diam-diam sudah mengetahui rencana reklamasi. Bahkan sudah mengeluarkan rekomendasi. “Kami sangat menyayangkan selama ini dewan diam saja. Tapi mereka ternyata menyembunyikan hal tersebut,” ujar Duarsa.
Nyoman Giri Prasta pun berdalih rekomendasi itu diberikan untuk menata kawasan wisata terpadu di Teluk Benoa. Dia menolak mencabut surat rekomendasi itu lantaran tidak ada yang salah dalam surat bertanggal 25 Desember 2013 itu. "Kalau tidak ada yang salah kenapa harus dicabut," kata Nyoman Giri Prasta.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Badung ini pun memberikan ruang luas bagi para investor untuk berinvestasi. "Asal jangan melanggar aturan dan budaya,” ujarnya.
Wayan Gendo Suadarma, koordinator For Bali, pun baru mengetahui surat rekomendasi DPRD Badung kepada PT BBI tiga bulan belakangan ini. Terlepas dari penolakan reklamasi Teluk Benoa oleh berbagai kalangan lantaran PT Tirta Wahana Bali Internasional mendapatkan izn pemanfaatan lahan, Teluk Benoa memang sudah lama diincar banyak investor untuk berinvestasi.
Namun Gendo secara tegas mengatakan bakal terus bersuara jika wilayah konservasi perairan Teluk Benoa bakal direklamasi. "Siapapun akan melakukan reklamasi bakal kita lawan," tuturnya.