Jakarta harus bebas prostitusi
"Lokalisasi, perjudian, WTS, itu enggak boleh," ujar Budayawan Betawi, Ridwan Saidi.
Gubernur Basuki Tjahaja Purnama akrab disapa Ahok kali ini beraksi lagi. Jika menjelang akhir tahun lalu sempat membuat geger warga bantaran kali di Kampung Pulo, Jakarta Timur. Kini lelaki kelahiran Belitung Timur itu membuat geger warga Kalijodo, Jakarta Utara. Kawasan dikenal daerah hitam juga sarang prostitusi itu bakal diratakan dengan tanah.
Penggusuran pun bukan karena daerah itu menjadi sarang prostitusi dan judi, melainkan bangunan di atasnya menyalahi aturan. Kalijodo masuk wilayah Ruang Terbuka Hijau. Lalu bagaimana pandangan Ridwan Saidi, Budayawan juga tokoh masyarakat Betawi mengenai penggusuran sudah bertahap dilakukan itu?. Kepada merdeka.com, Ridwan Saidi menuturkan setuju dengan rencana Ahok menggusur kawasan tersebut dan mengembalikan fungsinya.
"Tepat. Enggak bisa lah sarang WTS (Wanita Tuna Susila) kaya begitu dipelihara," ujar Ridwan Saidi saat berbincang melalui sambungan seluler kemarin.
-
Kapan Wibowo Wirjodiprodjo meninggal? Di akhir hidupnya, Ari dan Ira Wibowo menceritakan bahwa sang ayah pergi dengan tenang, tanpa rasa sakit, dan dikelilingi oleh keluarga tercinta.
-
Bagaimana Kliningan Bajidoran menghibur penonton? Satu hal dari kesenian ini, adalah penonton akan terkena "hipnotis" saat menyaksikan setiap pertunjukuan. Hentakan kendang dan aktifnya sang penari, membuat para penonton secara tak sadar agak ikut berjoget.
-
Bagaimana proses kepergian Wibowo Wirjodiprodjo? Di akhir hidupnya, Ari dan Ira Wibowo menceritakan bahwa sang ayah pergi dengan tenang, tanpa rasa sakit, dan dikelilingi oleh keluarga tercinta.
-
Kapan Kapolda Kepri mencium istrinya? Kapolda Kepulauan Riau, Irjen Yan Fitri Halimansyah tertangkap kamera sedang mencium istrinya saat melantik ratusan calon anggota Polri di Polda Kepri.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kapan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo lahir? Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo lahir pada 7 Januari 1905, di Cepu, Jawa Tengah.
Meski demikian, Ridwan juga mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga berbuat adil termasuk menggusur gedung-gedung dibuat oleh pengembang di lahan Terbuka Hijau. "Mau Mall kek, Apartemen kek, kalau menyalahi aturan mengenai tata ruang kota, ya mesti ditindak," ujarnya.
Berikut petikan wawancara Ridwan Saidi kepada Mohammad Yudha Prasetya dari merdeka.com soal penggusuran Kalijodo.
Menurut Anda bagaimana langkah Pemprov DKI menggusur kawasan Kalijodo?
Tepat. Enggak bisa lah sarang WTS (Wanita Tuna Susila) kaya begitu dipelihara. Itu kan bukan bagian dari peradaban. Tetapi kalaupun mau ditangani, memang harus dengan cara yang manusiawi dan jangan sampai terkesan menindas atau mendiskriminasi. Penggusuran pun harus bertahap. Karena dari kemarin kan kita lihat, Pemprov DKI sudah beberapa kali melakukan sidak, akses masuk bagi pelanggannya juga sudah ditutup, kemudian ada beberapa kali SP (surat peringatan) kepada warga bahwa wilayah itu akan digusur, pokoknya sudah macam-macamlah.
Nah, sekarang tinggal diatur saja bagi mereka yang memiliki Kartu Keluarga (KK). Mereka kan katanya mau dipindahkan ke Rusun, tinggal di data saja dan prosesnya diperhatikan dengan baik oleh Pemprov DKI. Kalau enggak salah kan mereka sudah disiapkan rusun sama Pemprov di Pulo Gebang dan Marunda, jadi tinggal lihat saja sampai proses relokasinya selesai.
Apa bedanya dengan penanganan masalah prostitusi di era Gubernur Ali Sadikin?
Kalau waktu zaman Bang Ali, ada beberapa prostitusi di DKI yang akhirnya dibersihkan sama pemerintahan beliau. Salah satunya di daerah Senen, Jakarta Pusat. Selain itu kalau enggak salah di daerah Tanah Abang, itu juga ditertibkan oleh Bang Ali. Waktu itu masalahnya kenapa sampai ditertibkan oleh Pemprov, adalah karena tempat prostitusi liar yang ada di Senen dan di Tanah Abang itu sudah mengganggu jalur rel kereta api, makanya ditertibkan.
Bagaimana dengan penertiban Kramat Tunggak di era Sutiyoso?
Kramat Tunggak itu kalau enggak salah luas lokalisasinya ada sampai sekitar 2 RW luasnya. Nah itu ditertibkan pas era Sutiyoso. Saat itu penanganan kepada warganya juga dilakukan, salah satunya adalah dengan tawaran oleh pihak Pemprov DKI untuk memberikan keterampilan lain kepada para WTS Kramat Tunggak. Nah, pelatihan keterampilannya waktu itu dilakukan di wilayah Pondok Bambu. Jadi, saat itu enggak cuma ditertibkan saja Kramat Tunggak dan Tanah Abang itu, tetapi WTS-nya pun dibekali kemampuan. Sementara lahannya dipakai jadi masjid, agar pandangan Kramat Tunggak sebagai tempat atau kawasan 'lendir' juga bisa hilang berganti dengan nuansa Islami.
Menurut Anda, apakah perlu prostitusi di legalkan di Jakarta?
Enggak ada, enggak boleh. Lokalisasi, perjudian, WTS, itu enggak boleh. Karena itu kan penyakit sosial dan melanggar hukum. Dan sebenarnya pemerintah juga enggak bisa mengurusi warga negaranya yang zina kaya gitu. Lagian, kita kan juga enggak punya tempat prostitusi sebenarnya. Kalau di Kramat Tunggak itu kan liar, yang di daerah Senen juga. Mereka itu kan mainnya di gerbong-gerbong kereta. Makanya ditertibkan sama Pemprov dan PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) saat itu, karena sudah mengganggu jalur kereta api.
Bagaimana Pemprov DKI di era-era sebelumnya menangani masalah prostitusi semacam ini?
Kalau soal itu, dulu di Jakarta ada yang namanya Polisi Susila, yang harus mengurusi hal-hal semacam itu di lapangan. Tetapi enggak tahu deh kalau sekarang siapa yang menangani masalah begituan. Enggak tahu deh Satpol PP mengurus yang kaya begituan juga atau enggak.
Ahok menggusur Kalijodo karena masuk jalur hijau, menurut Anda bagaimana dengan Mall juga berada di tempat yang sama?
Iya, itu juga harus ada penertiban sebenarnya. Pemprov enggak boleh takut sama pengusaha yang juga menyalahi mengenai aturan jalur hijau tersebut. Pemprov DKI harus buka kembali itu file-file lama tentang tata rencana pembangunan kota, karena sebenarnya banyak sekali RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang dilanggar sama pihak developer. Buka lagi file-filenya mengenai RTH itu. Di Jakarta ini, di mana saja RTH tersebut. Kan sejak zaman Orde Baru banyak sekali penggunaan RTH itu yang dilanggar karena sejumlah kepentingan penguasa saat itu.
Apa yang harus dilakukan?
Kalau mau adil, ya jangan takut untuk menggusurnya juga. Mau Mall kek, Apartemen kek, kalau menyalahi aturan mengenai tata ruang kota, ya mesti ditindak. Tetapi memang, dia (Pemprov DKI) harus mencari lahan pengganti bagi para developer itu, karena lahan yang menyalahi aturan itu sebenarnya juga sudah lama dipakai oleh mereka sebagai mall atau apartemen. Karena sebenarnya, mana boleh ada pengembang atau pengusaha Mall dan Apartemen yang menggunakan jalur hijau? Enggak boleh. Nah kalau mau cari keadilan dan enggak hanya menggusur orang kecil saja, harusnya sih pemerintah berani begitu.