Kala Curhatan Berakhir Ancaman, Masihkah Ada Ruang Kritik Bagi Rakyat?
Kritik yang dilontarkan remaja di Jambi kepada pemangku kebijakan justru berbuah serangan digital, hinaan, hingga ancaman.
Syarifah Fadiyah Alkaff (16) sesekali membuka media sosial miliknya. Dia menunjukkan unggahan berupa video yang dibuat sendiri beberapa tahun lalu. Isi video tersebut mengisahkan kegundahan hati pada pemerintah. Itu sebabnya, beberapa kalimat tajam disampaikan dalam video tersebut.
Keresahan Fadiyah bermula saat rumah neneknya di Kelurahan Selincah, Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi, mengalami kerusakan. Dia meyakini, kondisi itu dampak aktivitas perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) biomassa yang beroperasi sejak 2013. Lalu lalang truk bermuatan kayu di depan rumah sang nenek menimbulkan getaran. Dampaknya terjadi pergeseran tanah. Yang lama kelamaan membuat retakan pada tembok rumah.
Meski kondisi tersebut sudah lama terjadi, nyatanya tak kunjung ada penyelesaian. Baik pihak terkait maupun pemda setempat, seolah tak peduli atas kerugian yang dirasakan keluarganya.
- Kesal Ditegur Buang Abu Rokok Sembarangan, Pemuda Ini Bacok Paman hingga Kritis
- Pengamat Soal Rencana Hak Angket Pemilu: Keliatannya Layu Sebelum Berkembang, akan Diblok Koalisi Pemerintah
- Lika-Liku Penggunaan Hak Suara Masyarakat Suku Anak Dalam di Jambi, Kesulitan Menentukan Pilihan
- Cegah Kecurangan Pemilu, Cak Imin: Rakyat Turun Tangan untuk Mengawasi
Kesal terus berlarut. Fadiyah coba menyuarakan ketidakadilan yang dirasakan. Lewat akun media sosial miliknya, gadis muda itu mencurahkan segala kekecewaannya pada pemerintah. Satu per satu video dibuat dan diunggah ke akun Instagram, TikTok, dan Twitter miliknya. Semua dia lakukan sendiri, tanpa bantuan orang lain.
Upaya Fadiyah menyentil pemangku kebijakan menuai pro dan kontra. Sebagian pengguna medsos malah menyerang balik. Dia diolok-olok sejumlah akun.
“Gendut sok pintar, masih SMP saja belagu, dut gendut,” tulis pengguna Instagram, @aar** pada kolom komentar akun Fadiyah @fadiyahalkaff_ pada Januari 2024 lalu
“Kau kalau enggak tau politik dan sebagainya, enggak usah norak, kau di sekolah biar pintar, bukan jadi bodoh,” ujar @prabu*, pengguna Instagram lainnya.
Serangan digital yang didapatkan Fadiyah tak cuma hinaan. Tetapi juga ancaman.
"Kalau ada yang nemu dia di jalan, bacokin saja, bro," ujar akun @Ne***
"Yang di daerah Jambi sayurin saja orang ini kalau ketemu," tulis akun @Fe** menimpali.
Fadiyah menduga akun-akun anonim yang menyerang dirinya adalah ulah para buzzer. Sebab setelah dia amati, akun-akun dengan identitas terverifikasi justru memberikan komentar positif.
Segelintir dukungan itu dijadikannya vitamin. Dia tak ambil pusing dengan komentar negatif yang berdatangan. Dia fokus pada tujuannya mengunggah video keluhan itu dengan harapan membuat para pejabat terkait mencari solusi.
"Kalau dibaca satu per satu, pasti mental kami down. Tapi kami tidak berfokus melihat komentar orang-orang," kata Fadiyah mengenang kejadian pahit di 2023 silam. Dia menceritakan saat bertemu dengan merdeka.com pada akhir Juni 2024 lalu.
Fadiyah punya alasan kenapa dia harus bersuara. Dia mengaku pernah dijanjikan pemerintah bahwa kerusakan di rumah neneknya akan segera diperbaiki.
“Kilas balik tahun 2018, dia berjanji juga menuntaskan permasalahan nenek. Tetapi, sampai saat ini dak ada juga. Makanya kami membuat lontaran kritik juga,” ucap Fadiyah.
Ragam kritikan Fadiyah pada pemerintah sempat membuat siswi kelas 3 SMP itu viral. Bahkan kabarnya dia sempat dilaporkan pemda setempat ke polisi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sampai ikut memediasi. Hingga kabarnya laporan itu dicabut dan anak di bawah umur itu selamat dari jerat hukum.
Tak hanya oleh pemda, Fadiyah juga mendapatkan kabar dilaporkan timses pasangan kandidat pilpres ke Polda Jambi. Dia dinilai menyebar informasi tak benar alias hoaks hingga berujung viral di media sosial. Fadiyah pun diancam akan dipenjarakan. Tetapi laporan itu rupanya tak terbukti.
“Bahkan ada juga yang mengaku orang dekat dengan staf presiden. Dia bilang ‘kamu ini akan dipenjara, ini orang mengaku dekat dengan staf presiden.’ Tapi saya tidak ambil pusing. Namanya buzzer, pasti bakal menggoreng isu kita,” tegas Fadiyah.
Bak membangunkan macan tertidur. Fadiyah menyadari konsekuensi dari sikapnya bersuara lantang. Tetapi tekadnya bulat. Dia tak gentar sedikit pun. Berbagai serangan digital yang dialami, tidak menghentikan kritikannya selama permasalahan rumah neneknya belum selesai.
Sebagai rakyat, Fadiyah merasa punya hak menagih keseriusan pemerintah daerah melayani seluruh warga tanpa terkecuali. Bukan melakukan ancaman yang merugikan masyarakat.
“Kami pisahkan masalah itu. Kamu fokus ke permasalahan nenek. Mau mereka mem-bully kami, memfitnah kami, kami tetap fokus ke tujuan utama kami, yakni untuk Nenek Hafsah,” ujarnya.
Gubernur Jambi Al Haris memberi komentar terkait unggahan pada akun media sosial milik Syarifah Fadiyah Alkaff. Dia tidak terpikir untuk melaporkannya ke polisi.
“Karena saya ini kan pemimpin daerah sehingga tidak tega dan itu juga kan anak-anak kita, warga kita sendiri. Saat ini saya hanya berdoa kepada Allah agar pintu hatinya bisa terbuka,” kata Al Haris saat dihubungi merdeka.com, Senin (5/8) malam.
Menurut dia, bukan hanya dirinya yang dihujat Fadiyah di media sosial, tetapi juga Wali Kota Jambi hingga Presiden.
"Biarkan saja, akan tetapi kita tetap berdoa saya kepada Allah kan tidak pernah tidur. Semoga pintu hatinya bisa terbuka, kita juga lagi berusaha untuk tetap membantu keluarga tersebut," tegasnya.
Selain tu, Pemerintah Provinsi Jambi juga tetap untuk membantu menyelesaikan persoalan keluarga Fadiyah. Permasalahan itu sudah terjadi sejak lama namun tidak kunjung selesai, sehingga Pemerintah Kota Jambi meminta bantuan Pemprov.
Terpisah, Sekretaris Kelurahan Jambi Timur Erwin mengatakan bahwa dirinya sudah melakukan pendekatan dengan keluarga. Mereka sudah menggelar rapat dan ada titik temu pada saat itu.
“Kita sama Pemkot dan Sekda Provinsi Jambi Sudirman. Untuk jalur pertemuan pihak keluarga Syarifah Fadiyah Alkaff dengan pihak perusahaan,” katanya, Senin (5/8).
"Bahwa sudah deal, dengan pihak perusahaan janjiannya dan mau tanda tangan notaris. Kemudian pada saat itu belum ada hitam di atas putih sehingga keluarga tidak terima,” imbuhnya.
Menurut dia, pihak perusahaan sudah menjanjikan akan menemui pihak keluarga Syarifah sejak 15 Juli. Namun sampai saat ini belum juga ada pertemuan.
"Jadi kecewa dengan pemerintah. Karena janji janji saja. Dari kecewa keluarga sehingga blokir jalan," tutupnya.
Di kesempatan yang sama, Faradila Alkaff (24), kakak Fadiyah, sebenarnya waswas dengan sikap pantang menyerah sang adik. Serangan digital yang ditujukan pada Fadiyah membuat mereka cemas dengan kesehatan mentalnya.
Namun di sisi lain, mereka mengaku bangga dengan keberanian Fadiyah. Keluarga berharap, meski kritikan itu disampaikan oleh anak berusia 16 tahun, diharapkan bisa mengetuk hati para pihak terkait untuk membantu meringankan masalah mereka.
“Secara psikologi kami cemas kenapa permasalahan ini berlarut larut dan dibiarkan. Kapan selesai? Sekuat apa perusahaan ini? Sampai anak kecil berjuang diserang para buzzer. Kalau media mati, semua mati bagaimana?” ucap Faradila.
Faradila menyesali sebagian masyarakat hanya berfokus ke kosakata yang digunakan adiknya ketika menyampaikan kritikan di media sosial. Bukan berfokus pada hal-hal substantif dari persoalan yang terjadi.
“Kalau masalah etik, lebih tidak etik pemangku kebijakan. Menjanjikan sesuatu, tetapi tidak ditepati,” ujarnya.
Pengancaman Fadiyah Bentuk Kriminalisasi?
Hinaan hingga ancaman yang dialami Fadiyah mengundang simpati banyak pihak, termasuk Ketua Safenet Damar Juniarto. Menurutnya, apa yang terjadi pada Fadiyah adalah bentuk kriminalisasi yang mengancam kebebasan berekspresi di dunia maya. Di mana dalam catatan Safenet, kasus demikian masih sangat tinggi di triwulan pertama 2024. Di mana ada 30 kasus dengan 52 terlapor dengan sebagian besar motifnya tentang politik dan pemilu.
“Di bagian keamanan digital, insiden dengan motif politik tetap menjadi dugaan utama terjadinya serangan digital tahun ini. Hal ini berkaitan dengan situasi pemilu dan kritik-kritik terhadap pemerintah maupun pasangan capres-cawapres,” katanya.
Selain pada isunya sendiri, lanjut Damar, pengaduan kekerasan berbasis gender online (KBGO) pada triwulan pertama 2024 juga naik empat kali lipat dari periode yang sama di tahun lalu.
"Korban perempuan masih sangat besar atau sampai 2/3 aduan, disusul korban laki-laki dan non-biner. Korban usia anak menjadi yang terbanyak kedua setelah usia produktif 18-25 tahun.”
Polda Jambi Tak Terima Laporan Kasus Fadiyah
Sementara itu, Kasubdit Cyber Ditreskrimsus Polda Jambi AKBP Reza Khomeini menegaskan sejauh ini pihaknya tak pernah menerima laporan atas nama Fadiyah buntut kritik yang disampaikannya ke pemda maupun pemerintah. Seingatnya, Polda Jambi memang pernah menangani kasus Fadiyah ketika dilaporkan Pemkot Jambi dan masalah itu sudah diselesaikan pertengahan 2023 lalu.
Kepastian ini, katanya, sekaligus memberikan klarifikasi atas informasi yang menyebut bahwa Fadiyah telah dilaporkan.
“Sampai kemarin tidak ada. Sempat ramai isunya, tetapi saya pastikan tidak ada yang membuat laporan seperti itu,” terang Reza.
Sepanjang tahun 2023, Polda Jambi menangani 230 kasus ITE. Sedangkan sejak Januari hingga Juni 2024, kasus ITE yang ditangani Polda Jambi mencapai 122 kasus.
“Laporan ITE sangat meningkat dari tahun ke tahun karena perkembangan teknologi. Rata-rata penipuan online dan pencemaran nama baik. Sisanya, ada pengancaman dengan video call sex,” ucap Reza.
Ruang Digital Tak Ramah Anak
Serangan yang dialami Fadiyah menunjukkan ruang digital tidak aman bagi masyarakat termasuk anak remaja yang kritis terhadap pemerintah. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Provinsi Jambi, Amsyarnedi Asnawi, mengaku prihatin melihat olokan, hinaan hingga ancaman terhadap Fadiyah di media sosial.
Menurutnya, Fadiyah masih perlu dibimbing atau diarahkan bila terdapat permasalahan etika.
“Yang mengancam itu seharusnya melihat dengan jernih siapa Fadiyah ini. Masalahnya, pihak dewasa yang mengancam dia. Itu yang tidak boleh. Bagaimanapun juga anak itu harus didampingi,” kata Fadiyah, akhir Juni lalu.
LPAI Provinsi Jambi sempat memantau kasus yang menimpa Fadiyah pada 2023 lalu. Namun, KPAI sudah terlebih dahulu memberikan pendampingan, sehingga LPAI tidak jadi turun tangan.
Kendati demikian, LPAI Jambi terus memantau kondisi Fadiyah dari jauh. Ia dan timnya berencana akan menemui remaja putri tersebut.
“Ia perlu didampingi karena banyak juga akun-akun yang mem-bully. Itu perlu didampingi, apalagi masa depan masih panjang,” pungkasnya.