Isyarat wajah Bung Karno di Batu Nisan
"Ada bayangan Bung Karno pada saat saya berziarah ke makamnya di Blitar," ujar Wimanjaya Keeper Liotohe
"Ada bayangan Bung Karno pada saat saya berziarah ke makamnya di Blitar," ujar Wimanjaya Keeper Liotohe, 83 tahun saat berbincang dengan merdeka.com di kediamannya Jalan Poltangan III, Gang Jambon, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, kemarin. Wimanjaya merupakan sosok penentang mendiang Presiden Soeharto. Karena bukunya berjudul Primadosa, dia sempat mendekam di balik jeruji besi era Orde Baru.
"Muncul juga cahaya ke arah saya," katanya mengingat foto hasil jepretan salah satu kerabatnya sebelum dia mencalonkan diri menjadi Presiden buat melawan Soeharto pada Pemilu 1997.
Lelaki bergelar Profesor Doktor itu memang masih kuat ingatannya. Sesekali Wiman berbicara layaknya tentara. Dalam wawancara kemarin, terkadang intonasi suaranya meninggi ketika menirukan kejadian pernah dialaminya saat menjalani pemeriksaan oleh Kepolisian. " Kamu keluar," ujar Wiman mengingat dua jenderal dia suruh keluar ketika diperiksa di Markas Besar Kepolisian kala itu.
Wiman menjadi sosok kontroversial dua dasawarsa lalu. Tahun 1996 dia pernah mencalonkan Presiden. Namun itu urung dilakukan. Sebab, ketika dia pulang ke kampung halamannya di Sulawesi, Wiman ditangkap dan kemudian dibawa ke Jakarta atas peluncuran bukunya, Primadosa,Primadusta dan Primaduka. Meski kezaliman penguasa mencoba melunakkan nyalinya, namun Wiman tak goyang sedikit pun.
"Sampai kapan pun akan saya perjuangkan," katanya berapi-api. Bahkan Wiman menyebut sebagai calon presiden penantang presiden berkuasa.
Wiman memang salah seorang bisa dibilang berani melawan Presiden Soeharto kala itu. Bahkan dia pernah diancam bakal di tembak sniper ketika mendarat di Bandara Soekarno Hatta. Bukan tanpa sebab, pidatonya ketika hari Kemerdekaan Republik Indonesia isinya justru menyudutkan Soeharto. Pada saat itu Wiman berbicara lantang soal pelanggaran Hak Asasi Manusia banyak terjadi di Indonesia.
Namun dia tak pernah surut buat terus melawan Soeharto. Menurut dia soal nyawa adalah urusan tuhan. Pernah suatu waktu ketika dia menjadi salah satu incaran bakal di bunuh menggunakan racun. Namun selama tujuh kali percobaan pembunuhan, selalu gagal. Wiman punya penangkal. Selain itu dia mahfum betul ketika racun masuk tubuhnya.
Menurut Wiman, ciri-ciri orang diracun ialah ketika habis makan atau minum sesuatu jantungnya terus berdebar. Kemudian syarat kepalanya menjadi kaku dan kemudian mual-mual. "Semua berkat tuhan," katanya sambil menyebut sebuah minyak buatan kampung halamannya yang bisa dipergunakan sebagai penawar racun.
"Saya pernah mau diracun ketika persidangan, tuhan memang selalu menolong saya. Di luar pengadilan ada tukang kelapa, air kelapa itu penawar racun," tutur Wiman.
Dalam bukunya berjudul Prima Memoar Melawan Lupa, Wiman menulis perjalanannya mencari keadilan. Semua dia ceritakan dalam buku itu. Isinya semua soal perjuangan dia melawan penindasan rezim Orde Baru. Bagi Wiman, mencari keadilan itu akan dia lakukan sampai napas benar-benar terhenti. Bahkan dia tidak menggunakan pengacara untuk membantu proses mencari keadilan itu. Menurut dia, pengacara bakal membela jika ada tujuan.
Paling menarik dalam buku dia tulis adalah soal Era Reformasi. Bahkan dia mengklaim jika istilah Reformasi itu adalah buatannya. Bermuara dari buku pertama Wiman berjudul 'Strategi dan taktik Reformasi Sistem Nasional'. "Bapak Reformasi itu bukan Amien Rais, tetapi saya," kata Wiman yang juga ikut menggerakkan mahasiswa menduduki gedung Dewan Perwakilan Rakyat saat Presiden Soeharto diminta mundur dari jabatannya.
Bagi Wiman, sampai berapa kali pun Pemilu menghabiskan dana ribuan triliun, negara ini akan terus terpuruk jika tidak dipimpin putra-putri bangsa terbaik. Wiman mengutip istilah Bung Karno, 'De beste zonen van het land'. Ibarat mobil negara ini hanya mobil rongsokan, bolak balik ganti sopir tidak ada yang becus. Menurut Wiman sejatinya negara ini membutuhkan sosok pemimpin jujur, tegas dan berani.
"Saya belum melihat pemimpin seperti itu kecuali Bung Karno," kata Wiman.