Kisah Shalit di Kota Hebron
Brigade Syuhada Al-Aqsa mengaku sebagai penculik tiga remaja Israel.
Kamis malam pukul 10:04. Telepon rumah di kediaman Gil-Ad Shaer, permukiman Talmon, Tepi Barat, berdering. Shaer, 16 tahun, memberitahu orang tuanya dia sedang dalam perjalanan pulang.
Kibbutz Talmon, berada di ketinggian hampir 600 meter di atas permukaan laut, dibangun pada 1989. Permukiman ini per 2006 dihuni 200 keluarga meliputi sekitar 800 penduduk. Talmon diambil dari nama klan penjaga Kuil Suci Yerusalem.
Malam Jumat pekan lalu itu, Shaer bersama dua temannya, Eyal Yifrah, 19 tahun, dan Naftali Frenkel, 16 tahun, sedang menunggu tumpangan. Ketiganya diyakini ingin menuju Modiin, kota terletak di antara Yerusalem dan Tepi Barat, seperti dilansir surat kabar Times of Israel dua pekan lalu.
Yifrah dan Shaer adalah pelajar dari yeshiva (sekolah seminari Yahudi) Makor Chaim di Kfar Etzion. Sedangkan Frenkel menempuh studi di yeshiva Shavey Hevron, Kota Hebron. Menurut stasiun televisi Channel 10, Frenkel juga berkewarganegaraan Amerika Serikat.
Keberadaan ketiganya terakhir diketahui dari seorang lelaki asal Kota Beersheba memberi tumpangan. Di keheningan malam, pria itu memberi tumpangan kepada mereka tengah menunggu di sebuah halte dekat Hebron.
Lelaki tidak diungkap identitasnya ini bertanya kepada ketiganya, apakah tidak takut mencari tumpangan kendaraan saat malam di Tepi Barat. Namun dia tidak menerima jawaban memuaskan. “Saya menyesal telah memberi mereka tumpangan. Kalau saja saya antar sampai rumah ketiganya, mereka mungkin tidak diculik,” katanya.
Itulah kali terakhir Shaer, Yifrah, dan Frenkel terlihat. Setelah lama ditunggu tidak tiba di rumah, orang tua Shaer mencoba menghubungi telepon seluler putranya. Namun tidak aktif. Mereka mengira telepon seluler milik Shaer kehabisan tenaga batere. Setelah Shaer juga tidak ada di rumah kakek neneknya, pihak keluarga segera menghubungi pihak keamanan sekitar pukul tiga Jumat dini hari.
Tindakan serupa juga dilakoni keluarga Yifrah dan Frenkel setelah nasih keduanya juga tidak diketahui. Dalam sekejap kabar hilangnya tiga remaja itu tersebar ke seantero Israel
dan dunia.
Sebagian besar warga Israel menghela napas. Mereka kini menghadapi trauma serupa Gilad Shalit. Serdadu berpangkat kopral ini dibebaskan Oktober 2011 setelah lima tahun
disekap Hamas di Jalur Gaza. Shalit ditukar dengan 1.027 tahanan Palestina.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu Sabtu malam pekan lalu menuding Hamas sebagai dalang penculikan tiga pemuda itu. Dia menyalahkan pula Otoritas Palestina karena telah berdamai dengan Hamas. “Otoritas Palestina bertanggung jawab atas segala serangan dari wilayahnya, apakah Tepi Barat atau Gaza…Teroris-teroris itu berasal dari wilayah Palestina dan Otoritas Palestina bertanggung jawab,” ujarnya.
Di saat yang sama, ribuan orang berkumpul di Tembok Ratapan dan Yerusalem. Mereka berdoa agar Shaer, Yifrah, dan Frenkel bisa dibebaskan dalam keadaan selamat.
Menteri Pertahanan Moshe Yaalon menyatakan pihaknya berpendapat ketiganya masih hidup. Mereka sedang menyelidiki sebuah mobil ditemukan terbakar di Kota Hebron. Mobil curian berpelat nomor Israel itu diduga dipakai para penculik.
Brigade Syuhada Al-Aqsa, sayap militer Fatah, mengaku menyekap ketiga remaja itu. “Kami tidak akan melepaskan mereka kecuali ditukar dengan ribuan tahanan Palestina,” klaim mereka lewat pernyataan tertulis seperti dikutip koran Haaretz.
Israel terus mengerahkan semua kekuatan pasukan dan intelijen untuk memburu pelaku seklaigus mencari tahu nasib ketiga remaja itu. Hingga hari kelima, negara Zionis ini telah menangkap sekitar 200 warga Palestina dalam pencarian besar-besaran di segala penjuru Tepi Barat.
Netanyahu dan sebagian besar rakyat Israel begitu murka soal penculikan tiga remaja itu. Padahal, negara Bintang Daud ini saban hari menangkapi dan menahan anak-anak Palestina tanpa alasan.