Tanpa setetes air kehidupan
Penduduk meyakini Aqua telah merampas jutaan kubik air juga menjadi hak mereka.
Letaknya berada tepat di bawah kaki Gunung Salak. Di sepanjang jalan berdinding tebing menuju desa itu dihiasi hutan bambu. Kondisi jalan tanah bercampur batu kerikil dan ditumbuhi rumput liar. Samar-samar terdengar nyanyian burung pleci di sela hijaunya persawahan.
Nama Desa Babakan Pari itu tercantum pada air kemasan Aqua produksi PT Aqua Golden Mississippi. Namun nama itu kini sudah tidak lagi mejeng di setiap botol berbagai ukuran.
Babakan Pari berlokasi di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Di sini terdapat mata air alam di Kampung Kubang Jaya. Airnya begitu deras mengalir dan sampai saat ini masih menjadi nafas bagi produksi air minum kemasan Aqua-Danone.
Menurut cerita warga, Babakan pari berasal dari nama pohon pari besar di perbatasan dengan Desa Tangkil letaknya lebih tinggi. Para sesepuh desa membuat cerita sampai saat ini menjadi kenyataan. Mata air Desa Babakan Pari akan menyebar ke seluruh pelosok negeri.
Melalui Aqua, air minum kemasan itu kini dikonsumsi oleh semua orang hingga sampai pelosok. "Kalau kata cerita orang dulu, air di sini akan tersebar di seluruh Indonesia, Benar aja kayak sekarang, semua orang merasakan air dari mata air Babakan Pari," kata Wawan, warga Kampung Kuta, Desa Babakan Pari, saat berbincang dengan merdeka.com Selasa pekan kemarin.
Wawan punya kenangan manis masih diingat soal mata air Cikubang menjadi sumber keberlangsungan bagi usaha Aqua. Saban hari sepulang sekolah, dia kerap memancing di mata air itu. Di sana terdapat banyak jenis ikan, mulai ikan emas, nila, hingga tawes.
Namun saat Aqua membeli tanah berikut mata air itu, warga tak bisa lagi menikmati dan memanfaatkan air. "Sejarah Cikubang adalah sawah dan rawan tanah gambut tapi masih bisa ditanami padi. Itu sekitar 1980-an," ujarnya.
Wawan juga merekam pemilik tanah berikut mata air Cikubang. Pemilik awal surga air bagi Aqua itu adalah Abidin, warga setempat. Abidin kemudian menjual sawah itu kepada Jenderal Purnawirawan Acep. Acep sempat memanfaatkan tanah persawahaan itu untuk peternakan dan budidaya anggrek. Usahanya bangkrut. Dia lantas menjual tanah berikut mata air Cikubang kepada Tirto Utomo.
"Kebanyakan yang manfaatin itu warga Kampung Kuta dan Kampung Cikubang," katanya. Tirto merupakan pemilik perusahaan Aqua. Dulu bendera produksi Aqua bernama PT Golden Mississippi. Saat Jenderal Acep menjual tanahnya, Aqua sedang mencari sumber mata air baru.
Aqua lalu memagari areal mata air menggunakan kawat. Lahan pertanian itu berubah menjadi kawasan konservasi ditanami berbagai pohon, di antaranya bambu, rambutan, dan pohon mangga.
Kini di sekitar pabrik PT Tirta Investama dilapisi pagar beton. Jangankan untuk masuk, warga juga tidak bisa melongok karena selalu dipantau oleh aparat keamanan berseragam biru tua dan berompi. Ada petugas puluhan keamanan menjaga kawasan pabrik 24 jam.
"Kita nggak bisa masuk ke sana, dijaga ketat. Warga langsung diusir kalau masuk," ujar Wawan sambil menunjuk ke arah pos kemanan setinggi kurang lebih sepuluh meter di dalam areal pabrik berbatasan dengan jalan setapak di Kampung Cikubang Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi.
Aliran air Cikubang memang sudah mengalir kelewat jauh hingga membawa Aqua sebagai perusahaan air minum kemasan nomor wahid. Namun kesejahteraan dan keuntungan Aqua justru dinilai warga tidak berdampak positif buat mereka. Warga kesulitan akses air bersih.
Selasa sore pekan lalu, dua perempuan sedang mencuci pakaian di saluran mata air sudah tidak digunakan di Kampung Papisangan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Letaknya setengah kilometer dari tembok beton pabrik Aqua galon milik PT Tirta Investama.
Wanita muda dan paruh baya itu menggunakan mata air luapan telah dibeli oleh orang Jakarta. "Itu sumbernya," kata Wawan sambil menunjukkan sumber mata air ditutup pelat besi berlapis adukan semen.
Kekurangan air bersih juga dialami Mimin, 41 tahun, warga Desa Babakan Pari RT 02/ RW 05 letaknya tepat di atas pabrik Aqua. Saban hari untuk keperluan mencuci dia menggunakan mata air berada tepat di bawah rumahnya. Mimin harus menuruni 42 anak tangga menuju sumber mata air debitnya kini terus mengecil.
"Tahu heran sumur kering, padahal sudah masuk musim hujan tapi susah juga," ujarnya. Padahal tepat di bibir tangga, bantuan air bersih disalurkan Aqua berdiri kokoh. Namun sayang air bersih didorong dari mata air Cikubang itu tidak mengalir lagi.
Warga di seputaran pabrik bukan tak bereaksi atas ekploitasi air kasat mata oleh Aqua. Penduduk memang meyakini pabrik air minum kemasan ini telah merampas jutaan meter kubik air tanah juga menjadi hak mereka.
Hampir setiap rukun tetangga di desa Babakan Pari mengajukan proposal bantuan air bersih ke Aqua dan Alto. "Warga harus mengajukan lewat pegawai Aqua, itu pun harus ada semacam kesepakatan," kata Wawan. Aqua hanya memberi bantuan material. Untuk pembangunan warga bergotong royong mengerjakan proyek itu.
Aqua memang telah memberi bantuan kepada warga dengan menyalurkan air lewat pipa berukuran 3/4 dari mata air Cikubang. Namun aliran itu tak sejauh penjualan Aqua. Saluran air itu sekarang kering, sama sekali tidak sesuai slogan mereka: setetes air untuk kehidupan.