1.700 Aparatur negara di Jawa Barat masih miskin
Kepala Pusat Data dan Analisis Pembangunan (Pusdalisbang) Jawa Barat, Agus Ismail, mengaku menerima data 1.700 kepala keluarga (KK) warga miskin berasal dari kalangan aparatur negara. Rata-rata mereka berasal dari Anggota Dewan, PNS, bahkan sampai aparat negara Polri/TNI.
Kepala Pusat Data dan Analisis Pembangunan (Pusdalisbang) Jawa Barat, Agus Ismail, mengaku menerima data 1.700 kepala keluarga (KK) warga miskin berasal dari kalangan aparatur negara. Rata-rata mereka berasal dari Anggota Dewan, PNS, bahkan sampai aparat negara Polri/TNI.
"Sekitar 1.700 kepala rumah tangga dari sekian juta warga miskin yang status pekerjaannya di dalam tabel itu ada PNS kemudian anggota TNI kemudian polri, pegawai BUMN/BUMD atau anggota legislatif," kata Agus usai menghadiri Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di Kantor Bappeda Jabar, Kota Bandung, Rabu (19/10).
Data itu juga didapati 48 KK merupakan warga miskin berasal dari orang berpendidikan tinggi. Meski begitu, Agus tidak bisa menyatakan data itu valid. Oleh karena itu, Pusdalisbang akan melakukan validasi data. Validasi data sangat dibutuhkan mengingat Pemprov Jabar tengah menggulirkan program pengentas kemiskinan pada 2017 mendatang.
"Kita koreksi. Akan kita sampaikan kepada pihak yang melakukan pendataan. Kita dapat ya dari TNP2K im nasional penanggulangan kemiskinan. Nanti kita sampaikan setelah kita validasi biar nanti ditindaklanjuti," terangnya.
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar alias Demiz, mengatakan dari sekitar 49 juta jiwa warganya sebanyak 8,75 persennya atau 4 juta jiwa masuk dalam kategori miskin. Jumlah tersebut turun dari tahun 2015 lalu sebesar 9,75 persen.
"Ini lebih baik dibanding akhir tahun 2015 yang mencapai 9,57 persen. Artinya target penurunan satu persen per tahun bisa tercapai," ungkap Demiz. Diakuinya, kendala dihadapi adalah data kemiskinan simpang siur dan kedalaman sulit diukur. Menurutnya, hal ini merupakan masalah klasik perencanaan pengentasan kemiskinan.
"Jika ini terjadi maka sebesar apapun anggaran hasilnya tidak optimal. Pertumbuhan ekonomi selalu di atas 5 persen, penurunan kemiskinan itu tidak ada 1 persen di setiap daerah," tuturnya.
Karena itu, lanjut dia, pihaknya mendorong agar pusat data pembangunan Pemprov Jabar untuk serius melakukan validasi dan sinkronisasi data kemiskinan bersama daerah. "Ini jadi dasar kegiatan penanggulangan kemiskinan dan program 2017," tandasnya.