Gara-Gara Lapor SPT Tak Lengkap, Wajib Pajak Ini Terancam Pidana 6 Tahun
Karena melaporkan SPT tidak benar, wajib pajak ini dianggap merugikan negara Rp1 miliar.
Modus yang dilakukan adalah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) yang isinya tidak benar atau tidak lengkap. SBR juga diduga tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut.
Gara-Gara Lapor SPT Tak Lengkap, Wajib Pajak Ini Terancam Pidana 6 Tahun
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat III menyerahkan tersangka berinisial SBR beserta barang bukti dalam kasus tindak pidana perpajakan kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat melalui Kejaksaan Negeri Kota Bekasi.
Kepala Kanwil DJP Jabar III, Romadhaniah menjelaskan, pada 22 April 2024 Kanwil DJP Jawa Barat III bersama Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya) berhasil membekuk SBR di wilayah Pondok Kelapa Jakarta Timur.
Modus yang dilakukan adalah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) yang isinya tidak benar atau tidak lengkap. SBR juga diduga tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut.
Akibat perbuatannya selama Januari sampai dengan Desember 2016, negara mengalami kerugian sebesar Rp1.063.041.261,-.
Tindak pidana yang dilakukan para tersangka melanggar ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf ddan huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
SBR terancam pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun.
Kemudian denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Romadhaniah menyampaikan, keberhasilan dalam menangani tindak pidana perpajakan merupakan wujud koordinasi yang baik dengan aparat penegak hukum lain seperti Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
“Upaya penegakan hukum ini dilaksanakan dalam rangka menimbulkan efek jera kepada wajib pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakannya,” kata Romadhaniah, Senin (20/5).
Adapun dalam proses penyidikan, SBR telah diberi kesempatan mengajukan permohonan penghentian penyidikan sesuai Pasal 44B UU KUP.
Penghentian penyidikan akan dilakukan setelah SBR melunasi kerugian pada pendapatan negara beserta sanksi administratif, yaitu berupa denda sebesar tiga kali jumlah kerugian pada pendapatan negara, dengan jumlah total sebesar Rp4.252.165.044,-.
Namun sampai dengan kegiatan penyerahan tersangka dan barang bukti ini, SBR tidak memanfaatkannya.
"Kegiatan penyerahan tersangka SBR menunjukkan bahwa kegiatan penegakan hukum pidana merupakan upaya terakhir (ultimum remedium) dalam upaya pembinaan terhadap Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya," ujarnya.
"Pada prinsipnya salah satu tujuan utama penegakan hukum pajak adalah untuk menghimpun penerimaan negara melalui pajak untuk digunakan dalam membiayai pembangunan Indonesia," pungkas Romadhaniah.