Ratusan Anak di Jabar Jalani Cuci Darah, Kemenkes Diminta Cepat Labeli Makanan Bergula Tinggi
Pemerintah Provins Jawa Barat mencatat pasien anak yang menjalani cuci darah mencapai ratusan orang.
Pemerintah Provins Jawa Barat mencatat pasien anak yang menjalani cuci darah mencapai ratusan orang. Pemerintah pusat diminta segera menindaklanjuti fenomena ini dengan berbagai kebijakan untuk pencegahan.
Salah satunya menerapkan label bagi produk minuman atau makanan kamaşan yang mengandung gula tinggi.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Barat, pasien anak yang harus menjalani cuci darah atau hemodialisis anak di 27 kabupaten dan kota mencapai 125 orang sepanjang 2023.
Di tahun ini, hingga Juli, kasusnya mencapai 77 pasien. Fenomena yang melatarbelakanginya dipengaruhi berbagai faktor.
Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin merespons hal ini dengan memerintahkan Kepala Dinkes Jabar merumuskan sosialisasi dan edukasi bersama pemerintah kabupaten kota mengenai pencegahan.
Kemudian, dia memastikan semua pasien mendapatkan penanganan yang maksimal di berbagai layanan kesehatan. Terakhir, Bey meminta pemerintah pusat, melalui Kementerian Kesehatan segera melakukan aksi di lapangan.
“Saya berharap Kemenkes segera menerapkan penandaan pada makanan dan minuman kemasan terkait GLG (kandungan gula, gara, lemak (GLG), seperti obat berbahaya diberikan tandan supaya memberikan kepastian pada masyarakat terutama menyikapi tingginya kasus anak cuci darah,” ucap dia.
“Kalau sudah cuci darah berarti penyakit ginjal kronis sudah stadium 4, kami akan berkoordinasi dengan layanan kesehatan di bawah koordinasi dinas kesehatan. Saya meminta seluruh Puskesmas segera lakukan cek gula darah,” ucap Bey lagi.
Dikonfirmasi terpisah, Staf Divisi Nefrologi KSM IKA dr Ahmedz Widiasta dari Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), jumlah anak yang menjalani pengobatan cuci darah akibat penyakit gagal ginjal sebanyak kurang lebih 20 orang.
“Beberapa dari pasien-pasien tersebut telah kami rujuk ke rumah sakit daerah terdekat untuk menjalani cuci darah di rumah sakit terdekat,” kata Ahmed.
“Poliklinik kami ada dua, jadi poliklinik hemodialisis dan poliklinik ginjal yang non hemodialisis. Itu yang non hemodialisis kami setiap hari Senin dan Kamis, kadang banyak berkisar 20 sampai 50 pasien per hari. Tapi kalau untuk kasus yang cuci darahnya rutin di poliklinik hemodialisis itu paling sekitar sehari lima,” ucap dia.
Ketua Divisi Nefrologi KSM Ilmu Kesehatan Anak RSHS Prof dr Dany Hilmanto menyebut fenomena anak menjalani cuci darah mengalami peningkatan. Ada banyak faktor yang melatarbelakanginya, tak hanya soal konsumsi makanan atau minuman mengandung gula tinggi, tapi ada pengaruh gaya hidup.
“Pola makan dan pola hidup tidak sehat dalam jangka panjang meningkatkan risiko penyakit ginjal kronik, hipertensi, diabetes melitis itu adalah dua penyakit dewasa yang mengakibatkan mereka,” ucap dia.