6 Jaksa Bakal Diperiksa Buntut Kasus Istri Marah Dituntut 1 Tahun
Kejaksaan Agung mencopot Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Dwi Hartanta. Hal ini buntut tuntutan terhadap Valencya alias Nengsy Lim selama 1 tahun dalam kasus memarahi suami karena mabuk.
Kejaksaan Agung mencopot Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Dwi Hartanta. Hal ini buntut tuntutan terhadap Valencya alias Nengsy Lim selama 1 tahun dalam kasus memarahi suami karena mabuk.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Simanjuntak menjelaskan, alasan pihaknya mencopot Dwi Hartanta. Hal ini dilakukan guna proses percepatan penyelesaian perkara.
-
Kenapa Kurniawan Dwi Yulianto dipanggil "Kurus"? Pemain yang akrab dipanggil "Ade" dan juga sering dijuluki "Kurus" karena posturnya yang kecil ini lalu kembali ke Indonesia dan bermain di Liga Indonesia dan bermain dengan beberapa tim: PSM Makassar, PSPS Pekanbaru, PS Pelita Bakrie, Persebaya Surabaya, Persija Jakarta , Persitara Jakarta Utara, Persela Lamongan,hingga PSMS Medan.
-
Kenapa Stasiun Kutaraja ditutup? Pada 1974, Stasiun Kutaraja resmi tutup karena kalah saing dengan kendaraan pribadi.
-
Siapa saja yang disidangkan dalam sidang etik buntut dari kasus pungli di rutan KPK? " (Sidang etik) mantan pelaksana tugas (Plt) Keamanan Ketertiban (Kamtib), dan mantan Plt Kepala Rutan (Karutan),” ujar anggota Dewas KPK Albertina Ho, saat dikonfirmasi Rabu (13/3).
-
Siapa yang menjadi korban KDRT? Bagaimana tidak, seorang gadis di Sulawesi Utara menjadi korban KDRT oleh sang suami.
-
Apa yang dilakukan prajurit TNI kepada anggota KKB? Peristiwa penyiksaan yang dilakukan sejumlah prajurit TNI terhadap seorang warga Papua diduga merupakan anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) viral di media sosial.
-
Apa yang jadi dugaan kasus KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
"Dalam rangka mempercepat penyelesaian perkara, Asipidum (Kejati Jabar) ditarik ke Kejagung sebagai jaksa fungsional," kata Leonard kepada wartawan, Selasa (24/11).
Namun Leonard menegaskan, penarikan kepada Aspidum Kejati Jabar bukanlah sebuah pencopotan. Sebab, sampai saat ini proses pembuktian dari bidang pengawasan masih berlangsung.
"Ini merupakan mutasi diagonal, karena kalau pencopotan sudah ada pembuktian dari bidang pengawasan dulu, baru ada pencopotan. Ini ditarik sementara ke Kejagung," katanya.
Periksa 6 Jaksa
Buntut dari perkara Valencya ini, Leonard mengatakan, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) menerima usulan pemeriksaan terhadap enam jaksa.
"Ada 6 (tidak ditarik), ada 6 jaksa yang saat ini diusulkan untuk dilakukan pemerikaan pengawasan," katanya.
Kendati demikian, Leonard tak menjelaskan secara rinci siapa jaksa yang diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan Jamwas.
Lebih lanjut, terkait seluruh keputusan ini, Leonard menjelaskan, bahwa hal itu sepenuhnya merupakan hak dan kewenangan Jaksa Agung ST Burhanuddin, selaku pimpinan tertinggi korps Adhiyaksa.
"Ini adalah hak dan kewenangan JA selaku PU tertinggi yang mengendalikan perkara tuntutan di seluruh Indonesia," tuturnya.
Eksaminasi Kasus
Sebelummya, Jaksa Agung ST Burhanuddin telah memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana untuk melakukan eksaminasi khusus terkait dengan penanganan perkara KDRT terdakwa Valencya alias Nengsy Lim di Kejaksaan Negeri Karawang.
Dengan melakukan pemeriksaan kepada sembilan orang jaksa baik dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Negeri Karawang, serta Jaksa Penuntut Umum (P-16 A) dalam rangka melakukan eksaminasi khusus.
"Bapak Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum bergerak cepat sebagai bentuk program quick wins dengan mengeluarkan Surat Perintah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum untuk melakukan eksaminasi khusus terhadap penanganan perkara atas nama terdakwa Valencya Alias Nengsy Lim," kata Leonard.
Dari eksaminasi itu, diperoleh sejumlah temuan. Pertama, dari tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan, Kejaksaan Negeri Karawang ataupun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dinilai tidak memiliki sense of crisis, yaitu kepekaan dalam menangani perkara. Kedua, mereka tidak memahami Pedoman Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum.
"Pada ketentuan Bab II pada Angka 1 butir 6 dan butir 7, pengendalian tuntutan pidana perkara tindak pidana umum dengan prinsip kesetaraan yang ditangani di Kejaksaan Agung atau Kejaksaan Tinggi dilaksanakan oleh kepala kejaksaan negeri atau kepala cabang kejaksaan negeri sebagaimana dimaksud pada butir (1) dengan tetap memperhatikan ketentuan pada butir (2), (3), dan butir (4),” katanya.
Ketiga, jaksa penuntut umum di Kejaksaan Negeri Karawang telah melakukan penundaan pembacaan tuntutan pidana sebanyak empat kali dengan alasan rencana tuntutan belum turun dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Namun, faktanya rencana tuntutan baru diajukan dari Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karawang ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada hari Rabu (28/10) diterima di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada hari Kamis (29/10), dan disetujui berdasarkan tuntutan pidana dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dengan nota telepon, Rabu (3/11).
Akan tetapi, pembacaan tuntutan pidana oleh jaksa penuntut umum baru dilakukan pada hari Kamis (11/11).
"Keempat, tidak memedomani Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Perkara Pidana," kata Leonard.
Selain itu, baik Kejaksaan Negeri Karawang maupun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat juga tidak memedomani "Tujuh Perintah Harian Jaksa Agung" sebagai norma atau kaidah dalam pelaksanaan tugas penanganan perkara itu.
"Hal ini dapat diartikan tidak melaksanakan perintah pimpinan," kata Leonard.
(mdk/rnd)