Abdullah Hehamahua tolak usulan Ruki ada SP3 di KPK
"Kalau sama seperti kepolisian dan Kejaksaan, kapan-kapan saja tahan orang tidak cukup alat bukti dibebaskan."
Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua berbeda pendapat dengan pelaksana tugas (Plt) Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki terkait revisi Undang-Undang KPK. Terlebih, usulan Ruki adanya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) ditolak keras oleh Abdullah.
"Saya tidak setuju KPK bisa menerbitkan SP3. Sebab, itulah salah satu kekhususan KPK dibanding kepolisian dan kejaksaan," kata Abdullah saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (17/6).
Abdullah menegaskan KPK tidak bisa disamakan dengan Polri ataupun Kejaksaan. Sebab, menurut dia alasan KPK dilarang menerbitkan SP3 lantaran lembaga antirasuah dituntut untuk lebih teliti dalam menangani setiap perkara tindak pidana korupsi.
"Kalau sama seperti kepolisian dan Kejaksaan, kapan-kapan saja tahan orang tidak cukup alat bukti dibebaskan dengan menerbitkan SP3. Maksud UU melarang KPK menerbitkan SP3 agar KPK super hati-hati dalam menangani setiap perkara," tegasnya.
Oleh sebab itu, Abdullah menyatakan kalau dirinya tidak sepaham dengan usulan Ruki. Dengan tegas Abdullah menyatakan menolak usulan tersebut.
"Kali ini saya berbeda pendapat dengan pak Ruki," tandasnya.
Sebelumnya, pelaksana tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Taufiequrachman Ruki menyatakan setuju dengan revisi Undang-Undang (UU) KPK. Dia menilai ada beberapa hal yang mendesak UU KPK harus dirubah.
Ruki mengatakan untuk saat ini KPK harus memiliki kewenangan untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). "Memberi Ijin Penghentian Penyidikan kepada KPK," kata Ruki saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (17/6).