Ada Biaya Perkara, Hakim MA dan MK Dikhawatirkan Aktif Cari Kasus
Dia menyoroti kecepatan penanganan perkara yang dikerjakan oleh para hakim. Dibandingkan perbaikan keterbukaan proses persidangan bahkan kualitas putusan hakim yang semakin menurun, terkhusus perkara tindak pidana korupsi (Tipikor).
Bermaksud tingkatkan proses penyelesaian perkara di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi (MK), Presiden Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2021 soal tambahan gaji atau honorarium bagi para hakim untuk setiap penanganan perkara.
Padahal Hakim Ketua MA dan Mahkamah Konstitusi mendapat gaji kisaran Rp121 juta. Sedangkan untuk wakil hakim mendapat Rp82 juta. Adapun Ketua Muda MA mendapat gaji Rp78 juta dan hakim agung/hakim konstitusi Rp72 juta per bulan.
-
Kapan acara nobar film ‘Pesan Bermakna Jilid III’ di Mahkamah Agung? Setelah perilisannya, akhirnya Mahkamah Agung dan para pemain yang terlibat dalam film ‘Pesan Bermakna Jilid III’ hadir dalam kegiatan nonton bareng yang bertempat di Balairung Mahkamah Agung pada 18 Agustus 2023.
-
Siapa yang melakukan konvoi di depan gedung Kejaksaan Agung? Rombongan konvoi dengan belasan kendaraan itu, melintas sebanyak tiga kali pada malam itu. Video viral aksi konvoi personil Brigade Mobil (Brimob) Polri memakai sepeda motor trail dan mobil menggeruduk Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jalan Panglima Polim, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ternyata benar.
-
Dimana pusat pemerintahan Kerajaan Singasari? Pusat pemerintahan Singasari saat itu berada di Tumapel.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Di mana pusat pemerintahan Kerajaan Tarumanegara berada? Saat dipimpin Purnawarman, pusat pemerintahannya terletak di antara Kecamatan Tugu, Jakarta Utara dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
-
Apa yang dibahas Indonesia di Sidang Umum ke-44 AIPA di Jakarta? “AIPA ke-44 nanti juga akan membahas persoalan kesejahteraan, masyarakat, dan planet (prosperity, people, and planet),” kata Putu, Rabu (26/7/2023).
Atas hal tersebut, peneliti Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana menilai, tujuan penerapan PP 82/2021 adalah keliru. Alasannya karena gaji tambahan itu hanya dilihat jumlah dari perkara yang ditangani, bukan dari kualitas putusan atau penanganan perkaranya.
"Padahal pendekatan gaji dan tunjangan yang diterima oleh hakim sudah cukup tinggi. Seharusnya PP 82/2021 dapat formulasikan peningkatan pendapatan hakim dengan tolak ukur pada aspek kualitas," ujar Ihsan saat dihubungi merdeka.com, Selasa (24/8).
Dia menyoroti kecepatan penanganan perkara yang dikerjakan oleh para hakim. Dibandingkan perbaikan keterbukaan proses persidangan bahkan kualitas putusan hakim yang semakin menurun, terkhusus perkara tindak pidana korupsi (Tipikor).
"Jika melihat sekarang, kualitas putusan hakim sudah cenderung menurun, misalnya banyak kasus perkara tipikor yang diputus lebih ringan oleh hakim agung. Tolak ukur ini harusnya yang digunakan oleh pemerintah," jelasnya.
"Selain itu, pendekatan yang dilakukan ini juga bisa membuat paradigma hakim yang nantinya bersifat aktif dan mencari-cari perkara. Sehingga tolak ukur yang diberikan oleh PP ini adalah hakim dituntut banyak perkara, tetapi kualitas tidak difikirkan, dan ini sangat disayangkan, lanjut Ihsan.
Dia menilai PP Nomor 82 Tahun 2021 yang dikeluarkan di tengah tahapan proses pengujian UU yang banyak diajukan oleh publik misalnya Pengujian UU MK, pengujian UU Cipta Kerja dan pengujian UU MInerba. Sehingga, Ihsan meminta agar para Hakim jangan sampai merasa terintervensi dengan keluarnya PP ini.
Dia menambahkan, jika tujuan aturan tersebut untuk menghindari godaan kepada para hakim dan mencegah praktik korupsi, maka tidaklah efektif.
"Apakah ini efektif untuk mencegah terjadinya tindak korupsi? Saya tidak yakin dengan hal demikian, pasalnya kasus Akil Mochtar ketua MK, dan Patrialis Akbar hakim MK mengonfirmasi bahwa sistem gaji yang besar bagi para hakim. Meski menjamin hakim untuk tidak akan melakukan praktik yang berujung pada tindakan KKN," jelasnya
Sebelumnya. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2021. Dalam PP tertuang kini baik Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat honorarium per perkara yang ditangani.
Padahal, gaji seorang Ketua MA/MK sudah menyentuh angka Rp121 juta. Dikutip merdeka.com dari PP Nomor 82 Tahun 2021, ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 13 yang mengalami perubahan dan kini berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
(1) Hakim Agung diberikan honorarium dalam hal:
a. penanganan perkara pada Mahkamah Agung; dan
b. pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Hakim Konstitusi diberikan honorarium dalam hal:
a. penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota;
b. penanganan perkara pengujian undangundang, sengketa kewenangan lembaga
negara, dan perselisihan hasil pemilihan umum; dan
c. pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan sampai dengan terbentuknya badan peradilan khusus yang memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota.
b. penanganan perkara pengujian undang-undang, sengketa kewenangan lembaga negara, dan perselisihan hasil pemilihan umum; dan
c. pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Baca juga:
Honorarium Hakim MA & MK Dinilai Hanya Pemborosan Dikala Wabah Covid-19
Jokowi Teken Perpres: Hakim MA dan MK Kini Dapat Honor per Perkara
MA Serukan Seluruh Aparatur Peradilan dan Keluarga Nonton Film 'Pesan Bermakna'
HUT ke-76 MA, Ketua Ingatkan Pentingnya Kemandirian Dalam Penyelenggaraan Peradilan
Buku 'Catatan di Balik Toga Merah' Difilmkan, Ini Linknya