Agar tak kongkalikong, Brotoseno dan pemberi suap ditahan terpisah
Brotoseno ditahan di Polda Metro sementara Kompol D ditahan di Polres Jakarta Selatan. Penyidik Bareskrim juga menahan HR si pemberi suap dan LN yang merupakan perantara suap. Keduanya ditahan di tempat yang sama yakni di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Bareskrim Polri resmi menahan dua perwira menengah (Pamen) AKBP Brotoseno dan Kompol D atas dugaan menerima suap terkait kasus dugaan korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat. Keduanya ditahan di tempat terpisah.
Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan keduanya ditahan terhitung mulai hari ini, Jumat (18/11). Brotoseno ditahan di Polda Metro sementara Kompol D ditahan di Polres Jakarta Selatan.
-
Apa yang dimaksud dengan pangkat polisi? Mengutip dari laman polisi.com, tanda kepangkatan Polri adalah daftar tanda pangkat yang dipakai oleh Kepolisian Negara Indonesia.
-
Kapan Polri mengatur pangkat polisi? Hal itu sesuai dengan peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2016 tentang Administrasi Kepangkatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
-
Apa yang membuat bocah itu histeris dan melawan polisi? Bukan tanpa alasan bocah tersebut menangis histeris dan ingin memberikan perlawanan. Ternyata, dia tengah mengalami ketakutan. Sebab, sang bocah laki-laki itu diketahui bakal mengikuti acara sunatan massal yang digelar gabungan aparat setempat.
-
Kenapa pangkat polisi penting? Selain itu pangkat juga merupakan syarat mutlak yang perlu dimiliki oleh anggota Polri jika hendak mendapatkan amanat untuk mengemban jabatan tertentu.
-
Siapa yang menjadi polisi cepek? Mereka menjalankan peran serupa dengan meminta imbalan finansial dari pengendara sebagai bentuk pengaturan lalu lintas alternatif.
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
Selain menahan dua Pamen itu, penyidik Bareskrim juga menahan HR si pemberi suap dan LN yang merupakan perantara suap. Keduanya ditahan di tempat yang sama yakni di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. HR merupakan pengacara DI. Keduanya ditahan untuk 20 hari ke depan.
Mantan Kapolda Banten mengatakan, Bareskrim sengaja memisah penahanan pihak pemberi suap atau pun penerima suap. Hal itu dilakukan agar keempatnya tidak kongkalikong.
"Memang kalau untuk kasus yang sama, para tersangka harus dipisah penahanannya. Agar mereka tidak kompak dan merencanakan sesuatu," ucap Boy di Komplek Mabes Polri, Jakarta, Jumat (18/11).
Selain itu penahanan tidak dilakukan di Bareskrim karena rutan Bareskrim tengah dibongkar. Direktur Tahanan dan Barang Bukti (Tahti) Polda Metro Jaya, AKBP Barnabas mengatakan, pihaknya sudah menerima Brotoseno dari penyidik Bareskrim Polri.
"Betul (dibawa ke rutan Polda Metro Jaya). Tapi ini tahanan Bareskrim, untuk sementara seluruh tahanan Bareskrim dititipkan di Rutan Polda Metro Jaya, karena gedung (Bareskrim) kan sedang dalam tahap pembangunan," ujarnya ketika dihubungi merdeka.com.
Dalam hal ini, dirinya tidak mengetahui apakah Brotoseno didampingi oleh kuasa hukumnya atau tidak.
"Wah saya nggak tahu, yang pasti tadi sekitar pukul 05.30 Wib dia sudah di sini. Yang lebih jelasnya itu sama penyidik atau karutan Bareskrim Polri," katanya.
Sebelumnya, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) menangkap dua Pamen AKBP Brotoseno dan Pamen berinisial D. Keduanya ditangkap setelah menerima uang suap sebesar Rp 1,9 miliar dari HR selaku kuasa hukum DI melalui perantara LN.
Dalam kasus ini, penyidik Ditipikor Bareskrim Polri sudah menetapkan Ketua Tim Kerja Kementerian BUMN Upik Rosalina Wasrin. Bukan hanya itu, dalam pengembangannya penyidik juga sudah memeriksa Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN saat kasus itu bergulir.
Bahkan, penyidik pun sempat beberapa kali menyatakan pemeriksaan terhadap Dahlan belum rampung. Artinya, Dahlan akan kembali dipanggil untuk dimintai keterangan. Namun, sampai saat ini pemeriksaan terhadap Dahlan belum juga teralisiasi.
Kasus ini mencuat setelah penyidik menduga proyek cetak sawah yang berlangsung sejak 2012 hingga 2014 itu fiktif. Sebabnya, penetapan lokasi calon lahan di Ketapang, Kalimantan Barat itu dilakukan tanpa melalui investigasi dan calon petani yang tidak memadai.
Pada pelaksaan proyek bernilai Rp 317 miliar itu, BUMN menunjuk atau mempercayakannya kepada PT Sang Hyang Seri. Namun, perusahaan itu justru melempar proyek kepada PT Hutama Karya, PT Indra Karya, PT Brantas Abipraya dan PT Yodya Karya. Dari kasus ini penyidik telah menyita uang sejumlah Rp 69 miliar dari Sang Hyang Seri.
(mdk/noe)