AJI minta semua media tak sudutkan LGBT
AJI mencermati isu-isu sensitif keberadaan kelompok termarjinal secara struktural dan sosial akhir-akhir ini, LGBT.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencermati gencarnya pemberitaan terkait isu-isu sensitif keberadaan kelompok termarjinal secara struktural dan sosial akhir-akhir ini, khususnya terkait Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Menyikapi hal tersebut Ketua AJI, Suwarjono melihat ini adalah bentuk perhatian media pada kelompok marjinal ini. Hanya saja AJI Indonesia menilai beberapa pemberitaan berindikasi melanggar UU Pers, Kode Etik Jurnalistik maupun Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) 2012.
"Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, pasal 6 mengamanatkan pers nasional melaksanakan peranan memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar," ujarnya melalui rilis yang diterima merdeka.com, Jakarta, Senin (15/2).
Menurut Suwarjono, dalam kode etik yang dirumuskan 29 organisasi profesi pada 2006, pasal 1 mengandung arti bahwa wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Sedangkan pada Pasal 8, lanjutnya, wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani'.
"Pada bagian penafsiran pasal ini dijelaskan, prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas dan diskriminasi adalah pembedaan perlakuan," katanya.
AJI menilai, Pedoman Prilaku Penyiaran Standar Program Siaran (P3SPS) 2012, Bab XI pasal 15 ayat 1, mengandung tentang perlindungan kepala orang dan kelompok masyarakat tertentu, termasuk didalamnya, Orang atau kelompok dengan orientasi seksual atau identitas gender tertentu. Pada ayat 2 mengatur lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan atau menyajikan program yang menertawakan, menghina atau merendahkan kelompok masyarakat, termasuk di dalamnya orang atau kelompok dengan orientasi seksual atau identitas gender tertentu.
Sedangkan pada BAB XVIII P3SPS juga menekankan lembaga penyiaran mengedepankan Prinsip-Prinsip Jurnalistik. Di antaranya menjunjung prinsip keberimbangan, adil, tidak beritikad buruk dll.
Pada pemberitaan yang diturunkan media akhir-akhir ini terkait isu LGBT, AJI Indonesia melihat terdapat beberapa kelalaian sesuai ketentuan di atas. Media cenderung tidak berimbang, tidak jernih mengulas permasalahan, serta berpontensi melakukan kekerasan simbolik terhadap kelompok marjinal dalam pemberitaan.
Atas hal tersebut, Suwarjono selaku Ketua AJI Indonesia mengimbau media tidak melakukan diskriminasi, menaati KEJ dan P3SPS 2012 dalam pemberitaan. Suwarjono juga mendorong Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia menjalankan fungsi pengawasan sesuai dengan amanat undang-undang, untuk masa depan pers Indonesia yang lebih baik.
"Kepada masyarakat yang merasa dirugikan terkait pemberitaan, AJI mendorong menggunakan mekanisme yang telah diatur dalam UU Pers dan diadopsi dalam KEJ, yaitu hak jawab dan koreksi. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Sedangkan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain," ujarnya.
Suwarjono menyarankan kepada masyarakat apabila nantinya media tidak melayani secara arif sesuai UU Pers Pasal 5 dan KEJ Pasal 11, masyarakat diharapkan untuk aktif dan mengadukan kepada jalur hukum yang berlaku.
"Jika masyarakat menilai itikad baik ini tidak mendapatkan tanggapan dari media, AJI mendorong masyarakat menggunakan jalur pengaduan kepada Dewan Pers atau Komisi Penyiaran Indonesia," pungkasnya.
Baca juga:
UNDP kucurkan Rp 108 miliar dukung kaum LGBT, termasuk Indonesia
Anggota DPR sebut LGBT aib, pemerintah harus blokir situs terkait
Ditantang tutup situs LGBT, ini jawaban Menko Luhut
KPI sebut LGBT menyimpang, TV dan radio dilarang beri ruang
Luhut soal LGBT: Apapun dia itu, WNI punya hak dilindungi
-
Apa yang dimaksud dengan LGBTQ? LGBTQ adalah singkatan dari Lesbian Gay Biseksual Transgender Queer. Ini merupakan sebuah kelompok atau komunitas yang mengarah pada jenis identitas seksual selain heteroseksual.
-
Kenapa penting untuk memahami LGBTQ? Penting bagi masyarakat untuk mnegedukasi diri sendiri terkait isu LGBTQ yang ada di masyarakat. . Dengan pemahaman ini, diharapkan setiap masyarakat bisa bijak dalam bersikap terhadap kelompok LGBTQ.
-
Bagaimana istilah LGBTQ digunakan untuk mengakui dan menghormati keragaman? LGBTQ digunakan untuk mengakui dan menghormati keragaman identitas gender dan orientasi seksual, serta untuk memperjuangkan hak-hak, penerimaan, dan kesetaraan bagi individu-individu dalam kelompok ini.
-
Apa itu gender dysphoria? Gender dysphoria mengacu pada perasaan tertekan dan ketidaknyamanan yang dialami seseorang ketika jenis kelamin yang ditetapkan tidak sesuai dengan identitas gender yang mereka miliki.
-
Kenapa gender dysphoria muncul? Timbulnya disforia gender sering terjadi pada masa kanak-kanak. Meskipun mekanisme pastinya tidak jelas, kita tahu bahwa anak-anak sudah diberi jenis kelamin sejak lahir. Jenis kelamin yang diberikan sejak lahir seharusnya menjadi penentu bagaimana mereka dibesarkan dan bagaimana orang lain berinteraksi dengan mereka. Seiring bertambahnya usia, mereka mungkin mulai merasakan ketidakcocokan antara identitas gender dengan jenis kelamin yang diberikan kepada mereka. Dalam beberapa kasus, ketidaksesuaian ini dapat menyebabkan perasaan gender dysphoria.
-
Kenapa karmin kontroversial? Meskipun dibuat dari bahan alami, namun pewarna karmin tidak lepas dari kontroversi.