Anak yang Dilecehkan Ibu Kandung di Tangsel Dapat Pendampingan Psikis
Pemulihan psikologis dilakukan dengan koordinasi bersama Biro SDM Polda Metro Jaya.
penyidik juga tengah berkoordinasi dengan pihak eksternal.
Anak yang Dilecehkan Ibu Kandung di Tangsel Dapat Pendampingan Psikis
- Tidak Dipenjara, Anak Bunuh Ayah dan Nenek di Cilandak akan Dititip di Rumah Aman Kemensos
- Psikolog Sarankan untuk Sering Memeluk Anak Agar Mereka Merasa Lebih Dicintai
- Jadi Tersangka, Petugas Damkar Cabuli Anak Kandung Segera Dipecat
- Polisi: Ibu Pembunuh Anak di Bekasi Marah-Marah ke Semua Orang saat Diperiksa, Cenderung Agresif
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya tengah memberikan pendampingan psikologis terhadap anak balita (bawah lima tahun) korban dari pelecehan yang dilakukan ibu kandungnya di Tangerang Selatan (Tangsel).
Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak menjelaskan pendampingan kepada anak, dilakukan setelah R yang merupakan ibu dari korban ditetapkan sebagai tersangka.
"Dilakukan oleh Penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya utk pemulihan psikologi/trauma psikis terhadap anak korban. Anak yang menjadi korban tindak pidana," kata Ade Safri dalam keteranganya, Senin (3/6).
Pemulihan psikologis dilakukan dengan koordinasi bersama Biro SDM Polda Metro Jaya guna bantuan Psikolog Anak untuk melakukan trauma healing sebagai upaya pemulihan trauma psikis terhadap anak korban.
"Pelibatan Polwan Subdit Siber Polda Metro Jaya untuk melakukan pendampingan terhadap anak korban, untuk pemulihan trauma psikis anak korban," ujarnya.
Selain itu, Ade Safri mengatakan kalau penyidik juga tengah berkoordinasi dengan pihak eksternal untuk membantu dalam proses pendampingan kepada korban anak.
"Koordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk pendampingan terhadap Anak dan Upaya pendekatan serta pemulihan trauma psikis anak korban," kata dia.
"Berkoordinasi dengan UPT Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DKI Jakarta utk pemulihan psikologis/trauma psikis anak korban," tambah Ade Safri.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turut prihatin dengan adanya kasus dugaan pelecehan seksual oleh seorang ibu inisial R terhadap anak kandungnya yang masih balita (bawah lima tahun).
"KPAI sangat prihatin dengan ananda X anak balita yang mengalami kekerasaan seksual dan psikis dari pengasuhnya," kata Komisioner KPAI Dian Sasmita.
Menurut Dian, dampak dari kasus ini bisa memberikan dampak buruk terhadap perkembangan anak korban. Karena memori atas adanya kasus ini yang dilakukan ibunya sendiri.
"Memori buruk tersebut akan sangat melekat di otak anak dan dapat berpengaruh pada tumbuh kembangnya," ucap dia.
Oleh sebab itu, Dia meminta agar pemerintah daerah dengan dukungan tenaga profesional seperti Psikolog dan juga Pekerja Sosial (Peksos) wajib segera menyelamatkan ananda X dan melanjutkan dengan rangkaian intervensi.
"Konvensi Hak Anak Pasal 39 mewajibkan negara mengambil langkah langkah rehabilitatif untuk membantu anak korban. Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan tanpa diskriminasi dan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak," tutur dia.
"Serta kelangsungan hidup dan perkembangan maksimal si anak harus dijamin, dan pandangan anak harus dihormati," tambah Dian.
Atas kejadian ini, KPAI telah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri terkait kasus ini dengan melibatkan unit siber. Serta berkoordinasi dengan penegak hukum dan lembaga layanan di Tangerang Selatan untuk mengawal kasus ini
"Karenanya, ananda X wajib mendapatkan pendampingan, dukungan pemulihan dan rehabilitasi yabg berkelanjutan. Tidak berbasis proses hukum, namun hingga dinyatakan ananda X sudah pulih oleh psikolog terkait," sebutnya.
Penyidik telah menetapkan R sebagai tersangka atas kasus tindakan pelecehan seksual dan pembuatan konten pornografi.
R pun dijerat dengan Pasal berlapis atas tindakannya membuat konten pornografi dengan melecehkan anaknya yang masih balita (bawah lima tahun) pada 2023, lalu tersebar di media sosial.
Pasal 45 Ayat (1) Juncto Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 29 Jo Pasal 4 Ayat (1) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan atau Pasal 88 Jo Pasal 76 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.