Anggota DPR sebut kasus proyek e-KTP terkait aturan lelang
Menurutnya, masuknya perusahaan asal Amerika Serikat untuk menggarap proyek e-KTP karena proses lelang yang dilakukan terbuka. Biasanya dalam lelang terbuka, pemerintah akan mengambil perusahaan yang menawarkan harga rendah tetapi dengan kualitas yang baik.
Anggota Komisi II DPR Ahmad Baidowi mengatakan kasus proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri terkait dengan aturan lelang. Awiek mengaku telah mendapatkan informasi dari Mendagri Tjahjo Kumolo bahwa utang proyek e-KTP sebesar Rp USD 90 juta kepada perusahaan asal Amerika Serikat berasal dari pemerintahan sebelumnya.
"Kita sudah konfirmasi ke Mendagri waktu itu ternyata itu memang tender dilakukan periode sebelumnya. Jadi memang ini lanjutan dan memang ada utang 90 USD kan. Sekali lagi ini kaitannya dengan aturan pelelangan," kata Awiek di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/11).
Menurutnya, masuknya perusahaan asal Amerika Serikat untuk menggarap proyek e-KTP karena proses lelang yang dilakukan terbuka. Biasanya dalam lelang terbuka, pemerintah akan mengambil perusahaan yang menawarkan harga rendah tetapi dengan kualitas yang baik.
"Biasa kalau lelang secara terbuka dimanapun pasti mengambil kita kan dagang mengambil penawaran paling rendah dengan kualitas yang bagus. Pasti mungkin dalam prosesnya kemarin ini kalau info dari Mendagri sudah dilelang sejak lama," terangnya.
Masalah ini pun membuat Mendagri tak punya pilihan selain melanjutkan proyek dengan perusahaan asing itu. Sebab, kata Awiek, jika Menteri Tjahjo membatalkan tender tersebut maka dia bisa mendapatkan sanksi denda.
"Artinya Mendagri yang sekarang melanjutkan, enggak bisa ngapa-ngapain juga. Membatalkan justru nanti kena denda," tandasnya.
Digarapnya proyek e-KTP oleh pihak asing menimbulkan risiko data kependudukan disalahgunakan. Awiek beranggapan, pemerintah pasti memiliki koridor soal hak dan kewajiban di dalam kontrak kerja yang diteken kedua belah pihak. Sehingga kontrak kerja bisa dijadikan dasar hukum bila perusahaan itu melanggar perjanjian.
"Tentunya kekhawatiran pasti ada tetapi dalam dokumen itu kan jelas apa yang boleh dilakukan oleh kontraktor asing perusahaan tidak hanya asing ya, perusahaan swasta kan ada koridornya. Hak-hak sejauh mana kewajibannya sejauh mana dan itu tidak bisa dilanggar, kalau dilanggar itu pidana," tegasnya.
Wasekjen PPP ini menyarankan pemerintah untuk segera melunasi utang tersebut dan menarik 110 juta data kependudukan yang ada di luar negeri. Selain itu pemerintah perlu membuat aturan baru yang mengatur keterlibatan pihak asing dalam lelang tender proyek dalam negeri.
"Pertama, segera selesaikan utang itu apapun caranya. 90 juta USD harus segera dilunasi supaya kita bisa menarik data-data yang ada di luar negeri. Persoalan ke depan bisa dibikin aturan yang baru itu," pungkas Awiek.
Seperti diketahui, Pasca dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mendapatkan kabar buruk dari perusahaan asal Amerika Serikat soal utang proyek Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik. Perusahaan yang disubkontrak oleh konsorsium pemenang tender itu menemui Tjahjo. Mereka mengatakan pemerintah memiliki utang sebesar Rp USD 90 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun.
"Begitu saya jadi menteri, sudah dihubungi oleh perusahaan itu menemui saya, beberapa agennya. Pak menteri, kementerian Anda masih utang sama saya," kata Tjahjo di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/11).
Tjahjo heran perusahaan asing bisa dipercaya sebagai pemenang tender proyek yang berkaitan dengan urusan data rahasia penduduk di Indonesia. Dikhawatirkan perusahaan asing itu menyalahgunakan data kependudukan tersebut.
"KPK punya komitmen, menjadi skala prioritas. Bukan jumlah uangnya, uang besar, tapi data kependudukan itu, kok bisa sampai perusahaan asing memenangkan tender proyek urusan rahasia penduduk Indonesia," terangnya.
Dia mengaku telah berkonsultasi dan meminta bantuan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas kejanggalan proyek tersebut.