'Apa yang jadi Putusan MK Sudah Final dan Mengikat Tidak Bisa Diganggu Gugat'
Rapat yang digelar pada Rabu (21/8) ini hanya beda sehari pasca-putusan MK terkait Pilkada.
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat panitia kerja (panja) terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada. Rapat yang digelar pada Rabu (21/8) ini hanya beda sehari pasca-putusan MK terkait Pilkada.
Lalu, apakah rapat ini siasat DPR untuk mengakali putusan itu?
- Wamendagri soal Putusan MK Kepala Daerah Tak Netral di Pilkada Bisa Dipidana: Kami Laksanakan
- Usai Putusan MK, PKB Bakal Usung Sendirian Gus Yusuf di Pilkada Jateng
- Soal Putusan MK Ubah Aturan Pilkada, PPP: Lagi-lagi Memberikan Kejutan di Detik Menuju Pencalonan
- PKS Hormati Putusan MK: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran, Semoga Allah Beri Bimbingan dan Petunjuk
Terkait hal itu, Pakar Hukum Abdul Fickar Hadjar menilai, putusan tersebut tidak bisa dianulir atau disiasati jika bertentangan dengan putusan MK pada Rabu (20/8) kemarin.
"Enggak bisa (dianulir) jika bertentangan dengan putusan MK, sama dengan bertentangan dengan UU. Maka perbuatannya tidak sah dan dapat dibatalkan pengadilan," kata Abdul Fickar kepada merdeka.com, Rabu (21/8).
Secara terpisah, Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menambahkan, apa yang sudah menjadi putusan MK merupakan sudah menjadi keputusan yang final dan mengikat serta tidak bisa diganggu gugat.
"Kalau saya melihatnya bukan untuk menyiasati atau mengakali putusan MK, karena putusan MK itu sudah final dan mengikat, tidak bisa diganggu gugat, tidak bisa dibolak-balik, tidak bisa diakali, tidak bisa disiasati. Mungkin ya rapat Baleg itu akan merevisi hal-hal, pasal-pasal lain, poin-poin lain yang lebih strategis untuk menatap Pilkada ke depan," ujar Ujang.
Menurutnya, jika melawan dan membatalkan hingga merevisi putusan MK tersebut maka bisa dinamakan sebagai kanibalisme hukum.
"Dan tidak dikenal dalam konstruksi hukum Indonesia, kalau kita mengangut negara hukum, maka putusan MK itu final dan mengikat yang harus dipatuhi semua komponen bangsa termasuk DPR dan Pemerintah," tegasnya.
Meski begitu, dirinya ingin agar nanti lebih dulu melihat putusan dari rapat yang digelar oleh Baleg DPR RI tersebut.
"Ya kita lihat saja, yang jelas dalam konstruksi hukum Indonesia, keputusan MK tidak bisa dibatalkan oleh DPR atau pemerintah, final dan mengikat," ungkapnya.
"Oleh karena itu, kita lihat nanti yang akan direvisi oleh Baleg tersebut. Kita tunggu saja, apa poin-poinnya, apa pasal-pasalnya yang harus kita lihat, yang harus kita cermati," pungkasnya.
DPR Bantah Rapat Dadakan
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi (Awiek) membantah bahwa rapat panitia kerja (panja) terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada, digelar secara mendadak dan untuk menganulir keputusan MK terkait Pilkada.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan membolehkan partai politik tanpa kursi di DPRD mengusung calon di pilkada.
"Tidak ada yang dadakan, RUU ini usul inisiatif DPR yang diusulkan sejak November 2023," kata Awiek di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (21/8).
Awiek mengklaim, putusan MK justru akan diakomodir di RUU tersebut. Dan Awiek mengingatkan pembuat UU tetaplah DPR.
"Putusan MK nanti diakomodir, yang paling urgent adalah parpol non parlemen bisa ikut mengusung pasangan calon itu yang paling urgent, yang digugat itu toh. Soal rumusan kalimat tentu DPR punya kewenangan," kata Awiek.
Politikus PPP itu mengaku bahwa putusan MK itu final dan binding, namun Awiek menyebut DPR lah yang berkuasa membentuk UU. "Yang penting kami mengingatkan bahwa sesuai dengan UUD 1945 Pasal 20 bahwa DPR memegang kekuasaan dalam pembentukan UU, itu clear. Ya terserah DPR gitu kan,” kata Awiek.