Baca pleidoi, terdakwa kasus e-KTP minta dibebaskan uang pengganti
Terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP, Irman meminta dibebaskan pidana tambahan atas kewajiban pembayaran uang pengganti. Irman diwajibkan membayar USD 273.700, Rp 2 miliar, dan SGD 6.000.
Terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP, Irman meminta dibebaskan pidana tambahan atas kewajiban pembayaran uang pengganti. Irman diwajibkan membayar USD 273.700, Rp 2 miliar, dan SGD 6.000.
Hal ini disampaikannya saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.
"Saya mohon kiranya majelis hakim bisa bebaskan saya dari uang pengganti. Jumlah uang yang saya setorkan (ke rekening penampungan KPK) telah sesuai dengan hasil pemeriksaan dan petunjuk penyidik KPK," kata Irman, Rabu (12/7).
"Uang yang pernah saya terima berkaitan dengan e-KTP adalah yaitu dari Andi Agustinus alias Andi Narogong sejumlah USD 300 ribu. Uang tersebut telah saya setorkan ke rekening penampungan KPK pada 8 Februari 2017," tukasnya.
Di luar dari pemberian itu, dia mengakui uang yang pernah diterimanya dari Andi Agustinus alias Andi Narogong digunakan untuk kepentingan tim supervisi dalam rangka kegiatan sosialisasi penerapan e-KTP.
Seperti diketahui pada kasus korupsi proyek e-KTP dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan kini menjadi terdakwa, yakni Irman; mantan Dirjen Kependudukan Catatan Sipil di Kementerian Dalam Negeri, dan Sugiharto; mantan PPK di Kemendagri.
Irman sebagai terdakwa I dituntut penjara 7 tahun denda Rp 500 juta dengan pidana pengganti berupa kurungan penjara selama 6 bulan. Sedangkan Sugiharto dituntut hukuman pidana penjara 5 tahun denda Rp 400 juta subsider 6 bulan.
Keduanya juga dikenakan pidana tambahan dengan kewajiban membayar uang pengganti. Irman diwajibkan membayar USD 273.700, dan Rp 2 Miliar, serta SGD 6.000, apabila tidak mampu mengganti harta benda miliknya akan disita sesuai dengan jumlah uang pengganti tersebut. Akan tetapi jika harta benda tidak mencukupi, Irman dipenjara selama 2 tahun.
Sedangkan untuk Sugiharto sebagai terdakwa kedua dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 500 juta atau setidaknya jika tidak mampu membayar dilakukan penyitaan terhadap harta bendanya sehingga mencapai angka Rp 500 juta.
Jika harta benda pun tidak mencukupi maka ia diwajibkan menjalani hukuman penjara 1 tahun.
Baca juga:
Soal tersangka baru e-KTP, KPK bilang 'sabar tunggu waktu yang pas'
Ketua diperiksa kasus e-KTP, Pansus angket KPK jalan terus
KPK kembali panggil adik Andi Narogong terkait korupsi e-KTP
Tangis terdakwa e-KTP minta maaf keluarga & berharap dihukum ringan
Terdakwa korupsi e-KTP sebut ada intervensi mantan Sekjen Kemendagri
-
Apa yang dikatakan oleh Agus Rahardjo terkait kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto? Agus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
-
Kapan Kejagung mulai mengusut kasus korupsi impor emas? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus korupsi impor emas? Di samping melakukan penggeledahan kantor pihak Bea Cukai, tim juga masih secara pararel melakukan penyidikan perkara serupa di PT Aneka Tambang (Antam).
-
Apa yang sedang diusut oleh Kejagung terkait kasus korupsi? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Siapa yang ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi? Dalam kesempatan yang sama, Cak Imin juga merespons penahanan politikus PKB Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawas TKI di luar negeri.
-
Apa yang dilimpahkan Kejagung ke Kejari Jaksel dalam kasus korupsi timah? Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan tahap II, menyerahkan tersangka dan barang bukti kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022.Adapun yang dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) adalah tersangka Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN.