'Banyak korupsi, politisi masa kini harus belajar ke Tan Malaka'
Pria kelahiran Suliki, Sumatera Barat, 1894 itu rela hidup susah tanpa uang demi kemerdekaan Indonesia.
Berita korupsi hampir setiap hari menjadi pemberitaan di media-media tanah air. Para pejabat dan politisi banyak yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).
Mereka bahkan malu untuk mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya. Pembelaan dan sumpah serapah mereka lakukan hanya agar tak masuk bui.
Miris, mungkin kata yang paling sopan untuk diungkapkan dalam menyikapi kelakuan para pemangku jabatan negeri itu. Padahal, di era sebelum dan awal kemerdekaan Indonesia, para pejuang dan politisi negeri saat itu rela mengorbankan pemikiran bahkan harta dan jiwanya untuk kepentingan bangsa. Salah satunya adalah Tan Malaka .
Peneliti sekaligus penulis buku Tan Malaka , Harry A Poeze mengatakan, saat masih hidup Tan Malaka mendedikasikan seluruh hidupnya untuk kepentingan bangsa. Saat itu, Tan Malaka bahkan sampai rela dipenjara dan dibuang oleh Belanda ke luar negeri pada 1922 karena tindakannya dinilai mengancam kepentingan negeri kolonial di Nusantara.
"Waktu itu Tan Malaka mendirikan sekolah-sekolah rakyat di Semarang, Bandung dan tempat lain. Dia mengajarkan rakyat soal perjuangan, anti-kapitalis, penjajahan dan lainnya. Hal itu tentu membahayakan bagi Belanda," kata Poeze saat berkunjung ke kantor redaksi merdeka.com, Jalan Tebet Barat IV, Jakarta Selatan, Rabu (29/1).
Dari pembuangan di luar negeri, Tan Malaka tetap berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Tan mensarikan pemikirannya melalui artikel dan buku yang kemudian dibaca dan dijadikan rujukan berpikir dan berjuang para pejuang dan politisi tanah air seperti Soekarno , Sjahrir dan lainnya.
Saat kembali ke Indonesia pada 1942, atau setelah Belanda hengkang dan Jepang berkuasa, Tan Malaka kembali meneruskan perjuangannya untuk rakyat banyak. Namun, saat itu Tan Malaka memiliki perbedaan pemikiran dan cara perjuangan dengan para politisi dan pejuang lainnya seperti Soekarno , Hatta, Sjahrir , Amir Sjarifudin dan lainnya.
Karenanya, menurut Poeze perbedaan mencolok politisi Indonesia saat ini dengan politisi dan pejuang seperti Tan Malaka adalah soal korupsi. Tan Malaka tak pernah berpikir untuk melakukan korupsi. Yang ada di pikirannya adalah bagaimana memerdekakan Indonesia dari penjajahan dan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat banyak sesuai paham komunis yang dianutnya.
Pria kelahiran Suliki, Sumatera Barat, 1894 itu bahkan rela hidup susah tanpa uang demi memperjuangkan cita-citanya memerdekakan Indonesia dan mewujudkan keadilan pemerataan ekonomi bagi rakyat.
"Saat Tan Malaka gak ada korupsi, sekarang korupsi. Waktu Tan Malaka semua miskin hanya ada cita-cita, bukan uang seperti sekarang," kata peneliti asal Belanda ini.
Jadi, belajarlah wahai para pejabat negeri dari para pendahulumu.
Baca juga:
Kisah warga Belanda terobsesi meneliti Tan Malaka seumur hidup
Ketimbang Soekarno, Tan Malaka lebih dulu cetuskan Berdikari
4 Permintaan keluarga soal makam Tan Malaka
'Negara berutang pada Tan Malaka'
Tan Malaka cerdas tapi 2 kali tak lulus ujian akhir di Belanda
-
Kapan Teras Malioboro diresmikan? Mengutip Jogjaprov.go.id, kawasan Teras Malioboro diresmikan pada 26 Januari 2021 oleh Gubernur DIY, Sri Sultan HB X bersama Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi.
-
Kapan Rumah Hantu Malioboro buka? Objek wisata ini buka setiap hari mulai pukul 18.00 hingga 22.00.
-
Kenapa Syawalan Morodemak digelar? Dilansir dari Demakkab.go.id, tradisi itu digelar sebagai ungkapan rasa syukur terutama warga nelayan yang kesehariannya mencari nafkah di tengah laut.
-
Kapan Tanuja lahir? Di usia 81 tahun, Tanuja masih menunjukkan kesehatan yang luar biasa.
-
Di mana rumah masa kecil Tan Malaka berada? Salah satu jejak sejarah yang saat ini masih tersisa yakni rumahnya yang berada di Limapuluh Kota, Sumatera Barat.
-
Kapan Sepur Kluthuk Jaladara diresmikan? Kereta api uap ini diersmikan pada tahun 2009 oleh Menteri Perhubungan saat itu, Jusman Syafi'i Djamal.