Beda dengan IDI, PDSI Dukung RUU Kesehatan Omnibus Law
PDSI mengaku tak masalah berbeda sikap dengan organisasi profesi kesehatan lain.
Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) mendukung pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law. Sikap ini berbeda dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan organisasi profesi kesehatan lainnya yang menolak RUU Kesehatan.
"Betul, PDSI mendukung RUU Omnibus Law Kesehatan," kata Ketua Umum PDSI, Jajang Edi Priyanto kepada merdeka.com, Rabu (30/11).
-
Kapan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) resmi terbentuk? Tepat pada 24 Oktober 1950, IDI secara resmi mendapatkan legalitas hukum di depan notaris.
-
Dimana konsentrasi dokter spesialis di Indonesia? Dia mengatakan 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa. "Rata-rata semuanya dokter spesialis pada di Jawa dan di kota. 59 persen dokter spesialis itu terkonsentrasi di Pulau Jawa, 59 persen," ujarnya.
-
Apa tujuan utama dibentuknya Ikatan Dokter Indonesia (IDI)? Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat profesi dokter.
-
Kapan dokter Soebandi gugur? Mengutip situs Begandring, dokter tentara sekaligus wakil komandan Divisi Damarwulan ini gugur ditembak tentara Belanda dalam sebuah penyergapan di Desa Karang Kedawung, Jember pada 8 Februari 1949.
-
Bagaimana cara dokter menjaga kesehatan? "Saya seorang dokter dan berikut adalah lima hal yang tidak saya lakukan, atau tidak lagi saya lakukan, demi kesehatan saya. Yang pertama adalah mengonsumsi alkohol. Tidak ada jumlah alkohol yang aman untuk kesehatan kita," katanya dalam unggahan video.
-
Di mana Dokter Lo dirawat? Ia membenarkan jika dokter Lo Siauw Ging MARS saat ini sedang mendapat perawatan di Rumah Sakit Kasih Ibu (RSKI) Solo.
Jajang mengaku tak masalah berbeda sikap dengan organisasi profesi kesehatan lain. Dia menegaskan tetap mendukung apapun keputusan pemerintah.
Jajang menambahkan, sepengetahuannya RUU Kesehatan merupakan usulan pemerintah. Saat ini, RUU tersebut sudah masuk Prolegnas 2023 dan dibahas di Baleg DPR.
Kirim Surat Terbuka ke Jokowi
PDSI mengirim surat terbuka kepada Presiden Jokowi pada 26 November 2022. Dalam surat tersebut, PDSI mengaku yakin pemerintah, DPR, DPD, selalu mengutamakan kepentingan masyarakat.
Ada tiga poin utama yang disampaikan PDSI dalam surat terbuka kepada Jokowi. Berikut rinciannya:
Pertama, Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) mendukung RUU Omnibus Law Kesehatan yang diajukan pemerintah untuk dibahas di DPR.
Kedua, dukungan tersebut karena RUU ini mempermudah akses pendidikan bagi tenaga kesehatan di dalam dan di luar negeri, termasuk memulangkan tenaga kesehatan WNI lulusan luar negeri untuk pulang mengabdi di tanah air. Oleh karena mereka juga Warga Negara Indonesia yang berhak mengakses pendidikan dan mata pencaharian yang dijamin UUD 1945.
Ketiga, dukungan PDSI juga dikarenakan RUU ini mengembalikan wewenang negara dalam hal izin praktik, distribusi dokter, dll tanpa intervensi berlebihan dari organisasi masyarakat manapun yang selama ini mengaku statusnya sebagai organisasi profesi tenaga kesehatan. Pengembalian wewenang kembali ke negara tentu akan memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan dan keamanan bagi masyarakat.
5 Organisasi Profesi Tolak RUU Kesehatan
Lima organisasi profesi kesehatan menolak RUU Kesehatan Omnibus Law. Mereka meminta Presiden Joko Widodo mempertimbangkan pembahasan RUU tersebut.
"Mohon kepada Bapak Presiden untuk mempertimbangkan pembahasan RUU ini antara pemerintah dengan DPR RI," demikian bunyi surat penolakan lima organisasi profesi kesehatan terhadap RUU Kesehatan Omnibus Law yang dikutip Senin (28/11).
Lima organisasi tersebut ialah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Penolakan ini turut didukung Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Surat penolakan terhadap RUU Kesehatan Omnibus Law ini dikirim ke Presiden Jokowi pada 24 November 2022. Ada empat poin yang tercantum dalam surat tersebut.
Pertama, pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law dinilai sangat tidak transparan dan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, tidak ada naskah akademik yang dibicarakan bersama pemangku kepentingan dan masyarakat untuk melihat dasar filosofi, sosiologis, dan yuridis yang bertujuan untuk kebaikan bangsa, sehingga dianggap sarat kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Kedua, RUU Kesehatan Omnibus Law sarat kepentingan atas liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan yang akan mengorbankan hak kesehatan rakyat selaku konsumen kesehatan.
Organisasi profesi kesehatan juga menilai substansi isi rancangan undang-undang berpotensi mengancam perlindungan dan keselamatan masyarakat atas pelayanan yang bermutu, profesional, dan beretika.
Ketiga, adanya gerakan pelemahan terhadap peran profesi kesehatan karena tidak diatur dengan undang-undang tersendiri. Terdapat juga upaya-upaya untuk menghilangkan peran-peran organisasi profesi yang selama ini telah berbakti bagi negara dalam menjaga mutu dan profesionalisme anggota profesi yang semata-mata demi keselamatan dan kepentingan pasien.
Keempat, terdapat upaya-upaya mengabaikan hal-hal yang telah mendapatkan putusan dari Mahkamah Konstitusi seperti Putusan Nomor 14/PPU-XII/2014, Putusan Nomor 82/PPU-XII/2015, dan Putusan Nomor 10/PPU-XV/2017 dan Nomor 80/PPU-XVI/2018.
"Hal ini tentu akan menjadi permasalahan konstitusionalitas di masa depan."
(mdk/tin)