Dalam RUU DKJ Dewan Aglomerasi Dipimpin Wapres, Ini Kata JK
Penyusunan ini sebelumnya dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Adanya wacana pembentukan Dewan Aglomerasi.
Dalam RUU DKJ Dewan Aglomerasi Dipimpin Wapres, Ini Kata JK
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ), sebagai rancangan perundang-undangan usul inisiatif DPR RI. Penyusunan ini sebelumnya dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Menyusul RUU DKJ tersebut, adanya wacana pembentukan Dewan Aglomerasi, sebagai beleid yang mengatur Jakarta setelah kehilangan status Daerah Khusus Ibu Kota. Untuk Dewan Aglomerasi itu nantinya dipimpin oleh Wakil Presiden (Wapres).
"Wakil presiden kan membantu presiden. Kalau presiden atau pemerintah menugaskan wakil presiden ya tentu bisa saja," kata Wakil Presiden (Wapres) ke-10 Jusuf Kalla (JK) kepada wartawan di Jakarta, Rabu (6/3).
"Tergantung Undang-Undangnya. Tergantung juga kebijakan presiden yang memerintah pada waktu yang akan datang," sambungnya.
Disinggung nantinya akan lebih baik apabila satu daerah tersebut dipegang oleh wakil presiden, Ia mengaku, tidak mengetahui hal itu.
"Saya tidak tahu. Itu nanti tanya pemerintah yang akan datang, itu kan baru diskusi di DPR," ujarnya.
Sebelumnya, Wacana pembentukan Dewan Aglomerasi menjadi sorotan publik seiring pembahasan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta beredar, sebagai beleid yang mengatur Jakarta setelah kehilangan status Daerah Khusus Ibu Kota.
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian membeberkan urgensi pembentukan Dewan Aglomerasi yang meliputi Jakarta dan kota sekitarnya.
Adapun daerah yang masuk dalam kawasan aglomerasi Jakarta adalah Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
"Jakarta dengan kota satelit di sekitarnya sudah sangat intens, ada lebih dari 35 juta penduduk untuk seluruh aglomerasi ini. Interaksi dan mobilitasnya sangat tinggi. Banyak hal yang harus diharmonisasikan, mulai dari perencanaan pembangunan sampai evaluasi. Ini perlu ada koordinasi. Kalau tidak, bisa kacau," kata Tito dalam diskusi di Media Center Indonesia Maju, Menteng, Jakarta, Selasa (20/12).
Terkait urgensinya, Tito mencontohkan persoalan banjir yang memerlukan sinkronisasi kebijakan antara pemerintah yang berada di dataran tinggi dengan yang berada di dataran lebih rendah.
Begitu pula dengan persoalan transportasi, karena Jakarta dan kota sekitarnya tidak memiliki pembatas alam.
"Contohnya banjir. Daerah tangkapan air di Cianjur dan (Kabupaten) Bogor harus melakukan reboisasi. Kemudian daerah tengah, Bogor dan Depok, harus disiapkan semacam waduk. Terus daerah bawah, DKI Jakarta, harus siapkan pelebaran sungai, banjar kanal, sodetan. Kalau setiap kepala daerah bekerja dengan konsepnya sendiri, yang jadi korban adalah rakyat," beber Tito.
Kemudian, mantan Kapolri itu menegaskan bahwa ide pembentukan Dewan Aglomerasi sudah ada sejak 2022, sehingga tidak ada kaitannya dengan kepentingan atau janji kampanye calon presiden.
Di samping itu, pembentukan badan yang fokus pada harmonisasi kebijakan bukanlah sesuatu yang baru Indonesia.
"Oleh karena itu, apapun namanya nanti, diperlukan semacam mekanisme untuk harmonisasi dan sinkronisasi di aglomerasi. Ini memang kebutuhan. Dan ini sama seperti Badan Percepatan Pembangunan Papua yang dipimpin oleh Wapres (Wakil Presiden) yang sudah berjalan dua tahun lebih," kata Tito.
"Kenapa dipimpin Wapres? Karena ini melibatkan empat kementerian koordinator. Kalau hanya dua kementerian saja pasti akan terkunci. Dan saya tegaskan, Dewan Aglomerasi bukan eksekutor. Dia hanya sinkronisasi, perencanaan, dan evaluasi. Eksekutornya adalah pemerintah daerah masing-masing," sambung Tito.
Dengan kehadiran Dewan Aglomerasi, Tito optimistis Jakarta bisa menjadi kota ekonomi global, seperti New York di Amerika Serikat atau Sydney di Australia. Artinya, nilai lebih dari Jakarta tidak akan hilang walaupun sentra politiknya telah hijrah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.