IDI Beri Pendampingin Hukum Jika Ada Dokter Senior jadi Tersangka Kasus Perundungan PPDS Undip
Ketua Umum PB IDI, Dr. Mohammad Adib Khumaidi mengatakan pendampingan hukum kepada dokter yang terjerat hukum merupaka tanggung jawab organisasi.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) akan melakukan pendampingan hukum kepada dokter senior bila nantinya statusnya menjadi tersangka kasus dugaan perudungan terhadap Aulia Risma Lestari mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip).
Ketua Umum PB IDI, Dr. Mohammad Adib Khumaidi mengatakan pendampingan hukum kepada dokter yang terjerat hukum merupaka tanggung jawab organisasi.
"Itu sudah menjadi tanggung jawab profesi. Tapi, kita semua tetap harus menghormati proses hukum yang sedang berjalan," kata Mohammad Adib Khumaidi di Semarang, Jumat (27/9).
IDI sebagai organisasi mempunyai hak pendampingan bila anggota mengalami masalah hukum. Saat ini, IDI juga membuat satgas anti bullying yang ditujukan kepasa para dokter dan peserta didik kedokteran di Indonesia.
"Satgas itu untuk mengatur hak istirahat, hak jam kerja hak intensif," ujarnya.
Selain itu, IDI juga mempunyai dokter junior yang bisa digunakan sebagai sarana untuk melakukan gerakan anti bullying di lingkungan kedokteran. "Garda terdepannya dari dokter junior," jelasnya.
IDI merupakan organisasi anti bullying, pihaknya berkomitmen memberantas aksi bulying hingga ke akar-akarnya. "Kami punya komitmen anti bullying. Kita ingin berantas bullying," ujarnya.
Berkaitan insentif bagi mahasiswa PPDS, dia mengaku sudah mengusulkannya sejak tiga tahun lalu ke pemerintah. Hanya saja, terkendala petunjuk yang dijadikan sebagai landasan bagi rumah sakit untuk memberikan insentif kepada mahasiswa supaya tidak melanggar ketentuan keuangan yang ada.
Sebab, mahasiswa tidak tercatat sebagai pegawai rumah sakit tapi ikut melakukan pelayanan sehingga berhak mendapatkan insentif.
"Insentif ini penting untuk memecahkan satu masalah yang dialami mahasiswa PPDS yakni kebutuhan finansial di dalam proses pendidikan. Nominalnya nanti bisa disesuaikan dengan pagu remunasi atau penghargaan profesi," pungkasnya.
Sebelumnya Penyidik Polda Jawa Tengah terus berusaha mengembangkan penyelidikan atas kasus kematian dokter PPDS anestesi berinisial ARL. 34 saksi diperiksa untuk pengembangan pemeriksaan termasuk lima di antaranya merupakan dokter senior di RSUP dr Kariadi.
"Sudah ada 34 saksi yang diperiksa penyidik. Itu termasuk rekan-rekan seangkatan korban, civitas akademika, kerabat dan orang tua korban. Termasuk lima di antaranya merupakan dokter senior di RSUP dr Kariadi," kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto Selasa (17/9).
Terkait lima dokter senior RSUP dr Kariadi, ia tidak menjelaskan nama secara detail. Namun, beberapa saksi yang diperiksa untuk pengembangan modus operandi perundungan alias bullying yang sudah mengarah pada ketua PPDS anestesi dan bendahara PPDS.
Terkait penyelidikan kasus kematian dokter ARL masih pendalaman, sebab penyidik sedang mensinkronkan keterangan ibunda almarhumah dengan fakta-fakta yang digali di lapangan. Dari hasil pengakuan ibunda almarhumah, maka pelaku bullying di RS Kariadi akan dijerat tiga pasal sekaligus.
"Ada perbuatan tidak menyenangkan, pencemaran nama baik dan pemerasan," jelasnya.