DPR Minta Organisasi Profesi Kedokteran Jadi Penggerak Penghapusan Bullying di PPDS
Menurut Melki, pimpinan organisasi profesi kedokteran memiliki peran sangat penting untuk sama-sama bergerak menghapus budaya perundungan di dunia kedokteran.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena mendorong organisasi profesi kedokteran menjadi penggerak penghapusan perundungan. Terutama perundungan yang belakangan marak terjadi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
"Ke depan teman-teman sebagai pengurus organisasi profesi kedokteran, khususnya dokter-dokter spesialis, menurut saya mereka harus mulai membenahi dirinya, mudah-mudahan juga mereka menjadi motor untuk memperbaiki kondisi (perundungan) ini," kata Melki di Gedung DPR RI di Jakarta, Selasa (4/9).
Menurutnya, pimpinan organisasi profesi kedokteran memiliki peran sangat penting untuk sama-sama bergerak menghapus budaya perundungan di dunia kedokteran.
"Karena salah satu faktor penting adalah bagaimana dokter-dokter senior yang ada di pimpinan organisasi profesi ini, atau para senior yang sangat dihormati ini, mereka juga bergerak untuk mengubah ini," ujar dia.
Dia menegaskan, mesti ada satu kelompok yang menjadi pionir menghapus perundungan agar kejadian seperti yang dialami oleh mahasiswi Universitas Diponegoro (Undip), dokter Aulia Risma Lestari yang diduga meninggal akibat perundungan, tidak terjadi kembali.
"Kalau mungkin orang bilang itu bunuh diri kelas gitu lah, jadi harus ada kelompok yang kita mesti memperbaiki bareng-bareng, kalau enggak nanti ini kan kayak lingkaran setan, beres di sini, kita diamkan lagi, besok dia muncul lagi," ucapnya.
Melki menegaskan, perlu ada penyelesaian yang lebih komprehensif untuk mengusut kasus perundungan di dunia kedokteran tersebut.
"Kalau boleh dicari penyelesaian yang lebih komprehensif dan menyeluruh, untuk pencegahan maupun penanganan ini di kemudian hari, karena seperti yang saya sampaikan, kita mesti duduk bersama, kemudian mencari akar masalah dan bagaimana kita mencegah ini ke depan tidak terjadi lagi," tuturnya, dikutip dari Antara.
Mahasiswa PPDS Bunuh Diri
Mahasiswi PPDS Undip di RS Dr. Kariadi Semarang dr Aulia Risma Lestari (ARL) diduga bunuh diri karena dibully senior pada Agustus 2024. Kasus kematian ini masih ditangani Polda Jawa Tengah.
Kemenkes mengungkapkan temuan sementara dalam proses investigasi kematian dr Aulia. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, pihaknya menemukan adanya dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program PPDS kepada dr Aulia.
"Permintaan uang ini berkisar antara Rp20-Rp40 juta per bulan," kata Nadia kepada merdeka.com, Minggu (1/9).
Berdasarkan keterangan saksi, permintaan ini berlangsung sejak dr Aulia masih di semester pertama pendidikan atau sekitar Juli hingga November 2022. Saat itu, lanjut Nadia, dr Aulia ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya.
Korban juga bertugas menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan non-akademik antara lain membiayai penulis lepas membuat naskah akademik senior, menggaji office boy, dan berbagai kebutuhan senior lainnya.
"Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," jelas Nadia.
Nadia menyebut, bukti dan kesaksian akan adanya permintaan uang di luar biaya pendidikan ini sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk dapat diproses lebih lanjut.
"Investigasi terkait dugaan bullying saat ini masih berproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian," kata Nadia.