Soal Isu Pemalakan, Dekan FK Undip Tantang Kemenkes Buka Hasil Investigasi Kematian dr Aulia
Pihak FK Undip siap memecat atau DO jika meman ada senior PPDS anestesi yang memalak dokter Aulia Rahma.
Dekanat Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro mendesak Kementerian Kesehatan untuk mempublikasikan hasil investigasi terkait kasus kematian dokter PPDS anestesi berinisial ARL. Termasuk apakah memang ada aksi pemalakan yang dilakukan kepada dokter ARL.
"Kami membuka investigasi seluas-luasnya. Kami berkomitmen jika ada pelaku. Itu tinggal diungkap saja. Kami tidak akan ragu untuk memberikan sanksi," kata Dekan FK Undip, dr Yan Wisnu Prajoko, dalam kegiatan apel pagi di Stadium Mini FK Undip Tembalang, Senin (2/9).
Yan menambahkan, jika yang diembuskan Kemenkes soal adanya pemalakan terhadap dr Aulia, mereka meminta diungkap seterang-terangnya. Siapa saja korbannya, pelaku dan kemana uang hasil pemalakan itu mengalir.
"Dipalak kan berarti ada yang memalak. Kan ada korban yang dipalak. Yang dipalak siapa, yang memalak siapa dan uangnya kema na," kata dokter onkologi tersebut.
Ditambahkan Wakil Dekan I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FK Undip, dr Mufiatul Mugiroh, pihaknya tak keberatan dengan hasil investigasi dari pihak manapun. Dia menjamin, jika memang ada senior PPDS anestesi yang memalak dokter ARL maka FK Undip akan menjatuhkan sanksi berupa pemecatan atau drop out (DO).
"Jika ditemukan akan diberikan tindakan tegas. Kalau yang sudah terjadi pelanggaran itu kita bisa sampai DO hingga pemecatan," pungkasnya.
Sebelumnya, Kemenkes mengungkapkan temuan dalam proses investigasi yang mereka lakukan terkait kematian mahasiswi Program Studi Dokter Spesialis (PPDS) Aulia Risma Lestari (ARL). Dugaan sementara, dokter muda FK Undip ini bunuh diri karena dibully senior.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, pihaknya menemukan adanya dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program PPDS kepada ARL.
"Permintaan uang ini berkisar antara Rp20-Rp40 juta per bulan," kata Nadia kepada merdeka.com, Minggu (1/9).
Berdasarkan keterangan saksi, permintaan ini berlangsung sejak ARL masih di semester pertama pendidikan atau sekitar Juli hingga November 2022. Saat itu, lanjut Nadia, ARL ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya.