Calon Hakim Agung Suharto Tegaskan Pidana Hukuman Mati Tak Bisa Dijatuhi Kepada Anak
Calon Hakim Agung (CHA) Tahun 2021 pada kamar pidana, Suharto menyatakan jika anak tidak bisa dijatuhi hukuman pidana mati. Terlebih berlakunya sistem pradilan berlaku restoratif justice dan ada mekanisme diversi (Pengalihan peradilan pidana anak ke proses di luar peradilan pidana).
Calon Hakim Agung (CHA) Tahun 2021 pada kamar pidana, Suharto menyatakan jika anak tidak bisa dijatuhi hukuman pidana mati. Terlebih berlakunya sistem peradilan berlaku restorative justice dan ada mekanisme diversi (Pengalihan peradilan pidana anak ke proses di luar peradilan pidana).
"Tidak prof, untuk anak tidak bisa dijatuhi hukuman mati," kata Suharto saat ikuti seleksi wawancara terbuka Calon Hakim Agung hari ke-2 yang disiarkan pada kanal Youtube Komisi Yudisial (KY), Rabu (4/8).
-
Kapan Lukman Hakim meninggal? Lukman Hakim meninggal di Bonn pada 20 Agustus 1966.
-
Kontroversi apa yang terjadi antara Atta Halilintar dan Tompi? Menurut penyanyi dan dokter bedah tersebut, apa yang dilakukan oleh kreator konten adalah sebuah kekeliruan besar. Terlebih saat mengetahui bahwa angka taksiran rumah senilai 150 miliar itu hanyalah trik untuk menarik perhatian penonton, bukan berdasarkan fakta yang sebenarnya.
-
Apa yang menjadi kontroversi dari pernyataan Kartika Putri? Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, Kartika sempat viral lantaran melontarkan ide tentang para capres yang harusnya ada tes mengaji.
-
Kenapa karmin kontroversial? Meskipun dibuat dari bahan alami, namun pewarna karmin tidak lepas dari kontroversi.
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
-
Apa ajaran utama Syekh Siti Jenar yang kontroversial? Ajaran-ajaran “Manunggaling Kawula Gusti” ini membuat Syekh Siti Jenar menjadi ulama kontroversial.
Kendati demikian, dia melihat dalam proses pemidanaan anak masih terdapat masalah soal penjatuhan pidana. Padahal dalam konsepnya ancaman dijatuhkan yakni separuh maksimal ancaman dewasa. Namun para hakim justru menjatuhkan pidana separuh dari hukuman minimal.
"Jadi terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang Undang-undang materilnya mengancam minimal, itu praktiknya para hakim separuh dari minimal. Padahal kalau kita lihat teks dalam UU itu tidak memungkinkan," ujar dia.
Sehingga, dia menguraikan masalah pemidanaan anak timbul karena adanya pembatasan yang memungkinkan untuk seorang diadili yang pada hakikatnya restorative justice atau diversi.
"Maka ada semacam sosial report untuk hadirnya Bapas, untuk mengikuti kehadiran di persidangan anak. Mekanismenya juga sama, dalam arti, ada mekanisme persidangan yang tidak memakai atribut pernah persidangan jadi arahnya ke sana," kata dia.
Namun, kata Suharto, ketika proses pemidanaan anak yang diatur hukumannya separuh dari hukuman maksimal dewasa. Terkadang timbul masalah tatkala pemidanaan minimum tersebut memiliki aturan final, sehingga ada aturan pidana paling minimal.
"Hanya tatkala anak menghadapi persoalan pidana atau anak berhadapan dengan hukum, akhirnya para hakim menjatuhkan separuh minimal, ini problem di yuridis dan praktik," kata dia.
Selain itu, Suharto menjelaskan terkait kategori yang dimaksudkan sebagai anak adalah seseorang yang usianya masih di bawah 18 tahun. Dia pun menceritakan beberapa kasus yang sempat dipelajarinya.
"Ada beberapa putusan yang agak menarik, persoalan karena ada perkara yang saya temui, di sana kan ada ketentuan meskipun usia 18 tahun lebih, akan tetapi tindak pidana dilakukan pada saat 18 tahun maka masih domain Pengadilan Anak," katanya.
"Lalu, Ada satu kasus yang saya temui, dia menggunakan UU pemilu 17 tahun atau yang sudah kawin. Sejatinya rezim peradilan anak, tetapi menjadi rezim pengadilan dewasa. Nah hakim menyatakan tidak ada kewenangan, nah ini lah yang pernah saya jadikan land mix dimension," tandasnya.
Baca juga:
Kerja Bareng Anak & Mantu, Calon Hakim Agung Ini Dicecar Potensi Konflik Kepentingan
Pemerintah Disebut Langgar HAM saat Tangani Covid, Calon Hakim Agung Nilai Berlebihan
Calon Hakim Agung Jupriyadi Tegaskan Hukum Tidak Boleh jadi Alat Politik
Calon Hakim Agung Nilai Hukuman Mati Masih Diperlukan Dalam Keadaan Khusus
Ini 8 Nama Lolos Seleksi Calon Hakim Konstitusi
3 Nama Kandidat Pengganti Hakim MK Gede Palguna Diserahkan ke Jokowi