Kisah Hidup Syekh Siti Jenar, Sosok Ulama Kontroversial pada Era Wali Songo yang Dihukum Mati
Ajarannya dianggap kontroversial, bahkan masih jadi bahan perdebatan hingga saat ini.
Ajarannya dianggap kontroversial, bahkan masih jadi bahan perdebatan hingga saat ini.
Kisah Hidup Syekh Siti Jenar, Sosok Ulama Kontroversial pada Era Wali Songo yang Dihukum Mati
Syekh Siti Jenar merupakan salah satu tokoh penyeber ajaran Islam yang hidup di era Wali Songo. Nama aslinya adalah Raden Abdul Jalil.
-
Kenapa Syekh Jangkung dihukum mati di hutan Pati? Dihukum Mati Atas tindakan ini, Syekh Jangkung dihukum mati di hutan Pati.
-
Siapa Wali Songo? Wali Songo adalah sebutan bagi sembilan orang wali yang berperan dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
-
Apa yang dilakukan Syekh Jangkung setelah dihukum mati? Namun Syekh Jangkung ternyata masih hidup dan lari dari hutan untuk selanjutnya pergi ke Kudus.
-
Siapa Sunan Gunung Jati? Sunan Gunung Jati lahir dengan nama Syarif Hidayatullah pada tahun 1448 Masehi di Makkah Al-Mukarramah. Ibunya, Nyai Rara Santang, adalah putri dari Prabu Siliwangi, raja Kerajaan Padjajaran yang kemudian memeluk Islam dan berganti nama menjadi Syarifah Mudaim.
-
Bagaimana Wali Songo menyebarkan Islam? Dalam dakwah mereka, Wali Songo menggunakan strategi yang mengintegrasikan kearifan lokal dan tradisi masyarakat, sehingga ajaran Islam dapat diterima dengan baik oleh berbagai kalangan.
Sebelum menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa, Syekh Siti Jenar merupakan bangsawan asal Malaka. Sejak berdakwah di tanah Jawa, ia mendapat nama Syekh Siti Jenar. Nama itu diambil dari bahasa Jawa (Siti=tanah, jenar=merah).
(Foto: Tebuireng.online)
Mengutip Liputan6.com, beberapa sumber menyebut kalau Syekh Siti Jenar lahir di Persia pada tahun 1404 Masehi. Ia dipercaya masih keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis keluarga Fatimah dan Ali Bin Abi Thalib.
Syekh Siti Jenar lalu tiba di Nusantara pada usia 17 tahun untuk mengikuti ayahnya berdagang sekaligus berdakwah di Malaka.
Ayah Syekh Siti Jenar kemudian diangkat sebagai mufti (ulama yang berwenang menafsirkan kitab dan memberi fatwa kepada umat) oleh penguasa Kesultanan Malaka saat itu, Sultan Iskandar Syah.
Ayah Syekh Siti Jenar, Sayyid Shaleh, merupakan seorang ahli tafsir Al-Qur’an. Karena ketekunannya berguru dengan sang ayah, Syekh Siti Jenar sudah hafal Al-Qur’an sejak usia 12 tahun.
Pada tahun 1425, Sayyid Shaleh bersama Syekh Siti Jenar pindah ke Cirebon untuk menjadi penasihat utama kesultanan bersama Sunan Gresik. Setelah Sayyid Shaleh wafat, Syekh Siti Jenar ditunjuk sebagai penerus sang ayah.
Selama tinggal di Jawa, Syekh Siti Jenar pernah berguru kepada sejumlah wali, yaitu Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati. Dari sana ia mengenal konsep “Manunggaling Kawula Gusti”. Setelah itu ia tinggal di Jepara dan mendirikan pondok pesantren.
Mengutip Wikipedia, ajaran “Manunggaling Kawula Gusti” Syekh Siti Jenar bersumbu pada pembebasan kultural yang meliputi pembebasan kemanusiaan dari kungkungan struktur politik yang berdalih agama, sekaligus pembebasan dari pasungan keagamaan yang formalistik.
Dalam ajaran ini, roh manusia akan menyatu dengan sifat-sifat Tuhan saat manusia sudah melakukan proses fana’. Perbedaan penafsiran Al-Qur’an di mana di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan ini kemudian menimbulkan polemik.
Achmad Chodim, dalam bukunya “Syekh Siti Jenar” menjelaskan bahwa saat Demak masih sibuk dengan penaklukan, ajaran Syekh Siti Jenar lebih bisa diterima oleh raja-raja Jawa yang telah memeluk Islam. Bahkan diceritakan dalam Babad Jaka Tingkir bahwa ada 40 tokoh yang berguru pada Syekh Siti Jenar.
Ajaran-ajaran “Manunggaling Kawula Gusti” ini membuat Syekh Siti Jenar menjadi ulama kontroversial.
Perdebatan mengenai ajaran itu bahkan masih terjadi hingga saat ini.
Bahkan soal kematian Syekh Siti Jenar hingga kini masih menjadi bahan perdebatan.
Setidaknya ada tujuh versi cerita soal kematiannya yang enam versi di antaranya menyatakan bahwa Syekh Siti Jenar dieksekusi hukuman mati. Sedangkan satu versi lainnya menyatakan bahwa ia mati dibunuh.
Namun soal Syekh Siti Jenar yang dieksekusi mati ini dibantah oleh Agus Suntoyo yang juga menulis buku soal ulama tersebut. Agus mengatakan bahwa wali kontroversial itu tidak meninggal karena dieksekusi.
“Saya meneliti sejarah Syekh Siti Jenar dari sekitar 300 pustaka kuno yang tidak ada di perpustakaan, ternyata persepsi tentang Syekh Siti Jenar seperti selama ini tidak benar,” kata Agus, mengutip Nu.or.id.