Cara Mengatasi Panik Akibat Lonjakan Kasus Covid-19 Varian Omicron
Atas peningkatan angka kasus covid-19 tersebut, banyak pakar memprediksikan Indonesia sudah mulai memasuki gelombang ketiga Covid-19.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi mengungkapkan lonjakan harian angka Covid-19 varian Omicron sudah melebihi laju gelombang Delta. Budi menegaskan pihaknya masih memiliki ketersediaan ruang rawat di rumah sakit karena tingkat keterisian masih baru mencapai 50 persen.
Atas peningkatan angka kasus covid-19 tersebut, banyak pakar memprediksikan Indonesia sudah mulai memasuki gelombang ketiga Covid-19. Peningkatan kasus ini didorong oleh penyebaran cepat varian baru virus corona, yaitu omicron.
-
Bagaimana cara mencegah Covid Pirola? CDC menyarankan masyarakat untuk melindungi diri dari virus ini karena masih belum jelas tentang seberapa pesat varian ini dapat menyebar. Untuk itu, sebagai tindakan pencegahan masyarakat diminta untuk melakukan hal berikut:• Dapatkan vaksin Covid-19.• Jalani tes Covid.• Cari pengobatan jika Anda mengidap Covid-19 dan berisiko tinggi sakit parah• Jika Anda memilih untuk memakai masker, kenakan masker berkualitas tinggi yang pas di hidung dan mulut.• Tingkatkan ventilasi udara.• Selalu mencuci tangan usai beraktivitas.
-
Bagaimana para ilmuwan mengetahui virus mana yang berbahaya? Tim peneliti menggunakan sel amoeba untuk mengetahui virus apa yang berbahaya. Dalam penelitian, tim peneliti menemukan hanya satu virus yang dapat membunuh sel amoeba yaitu ‘lytic viruses’.
-
Apa yang harus dilakukan untuk mencegah penyebaran virus cacar monyet? "Pola hidup sehat dengan menjaga asupan gizi dan kebersihan tangan serta tidak berkontak dengan pasien yang mengalami infeksi ini, dan tidak menggunakan barang bersama merupakan hal yang penting diperhatikan," ujar Hanny dilansir dari Antara.
-
Bagaimana cara mencegah penyebaran Flu Singapura? Untuk mencegah penyebaran Flu Singapura, penting untuk menjaga kebersihan tangan dan lingkungan, serta menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi.
-
Mengapa sulit untuk meneliti mengapa beberapa orang terlindungi dari COVID-19? Mengapa beberapa orang lebih terlindungi daripada yang lain belum jelas, dengan penelitian lapangan yang terhambat oleh kesulitan dalam menentukan momen paparan dengan tepat.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
Dokter dari divisi psikosomatik dan paliatif FKUI-RSCM, dr. Hamzah Shatri, SpPD, K-Psi, M.Epid mengatakan dengan kasus positif Covid-19 yang terus meningkat, tentunya akan menimbulkan rasa cemas dan panik pada masyarakat.
Menurut dr Hamzah, hal ini merupakan masalah serius yang harus segera diidentifikasi dan ditangani. Diperlukan edukasi kepada masyarakat untuk mengatur gejala panik sehingga dapat terkendali dan meminimalisasi panik yang berlebihan.
"Panik dan rasa cemas berpotensi menimbulkan gangguan psikosomatik. Gangguan psikosomatik merupakan keluhan fisik (somatik) yang timbul atau dipengaruhi oleh pikiran atau emosi (psikis). Gangguan psikosomatik terbagi dua, yaitu psikis dan somatik," ujar dr Hamzah dalam Simposium Awam bertajuk 'Manajemen Panik Akibat Covid-19 Varian Omicron dengan Telemedicine', Jumat (4/2/2022).
Gangguan Psikosomatik
Gangguan psikis meliputi gangguan cemas (ansietas), depresi, gangguan tidur, dan fatigue (lelah) akut maupun kronik. Gangguan psikis akan merasakan keluhan seperti sakit kepala, pusing, jantung berdebar-debar. Lebih lanjut, gangguan ini dapat memicu kambuhnya penyakit somatik seperti maag, hipertensi, serangan jantung, dan stroke. Bahkan, jika stres terjadi terus menerus dapat berujung pada kematian.
Dia menuturkan bahwa pandemi Covid-19 varian omicron berhubungan dengan peningkatan terjadinya gangguan psikosomatik. Gangguan ini dapat terjadi pada mereka yang terinfeksi virus maupun yang tidak. Rasa khawatir akan tertular, khawatir mengenai stigma, pengalaman pandemi, isolasi sosial merupakan beberapa faktor yang dapat menimbulkan gangguan psikosomatik saat pandemi.
"Pengabaian masalah psikosomatik akibat pandemi dapat memperparah kondisi tubuh. Oleh karenanya, gangguan ini perlu segera ditangani. Terdapat beberapa opsi terapi non farmakologi pada gangguan psikosomatik, di antaranya adalah psikoterapi suportif seperti perawatan diri, terapi relaksasi, cognitive behaviour therapy, dan olahraga," tutur dr Hamzah.
"Masalah psikis bukanlah masalah kecil. Diperlukan dukungan psikologis dan sosial baik untuk masyarakat, keluarga, maupun individu," tambah dia.
Dalam penanganan, lanjut dr Hamzah, diperlukan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan untuk hasil yang maksimal. Salah satu upaya untuk menangani rasa cemas adalah mengenal sumber kecemasan.
"Pada gelombang ketiga Covid-19, salah satu faktor pendorong kecemasan adalah penyebaran varian virus omicron yang sangat cepat melebihi varian delta pada gelombang sebelumnya," ujar dia.
Klasifikasi dan Vaksinasi
Sementara itu, staf divisi dari Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM, dr. Robert Sinto, Sp.PD, KPTI., mengimbau kepada masyarakat untuk melakukan vaksinasi. Vaksin memang tidak sepenuhnya mencegah terinfeksi, tetapi vaksin dapat mencegah terjadinya penyakit berat.
dr. Robert juga mengimbau agar masyarakat melakukan klasifikasi diri dan gejala. Klasifikasi ini didasari oleh gejala Covid-19. Tidak semua gejala harus dilarikan ke rumah sakit. Jika masyarakat teridentifikasi positif tanpa gejala sebaiknya melakukan isolasi mandiri di rumah selama 10 hari.
"Orang dengan gejala sedang dapat melakukan isolasi di rumah sakit, sedangkan orang dengan gejala ringan dapat isolasi mandiri di rumah selama 10 hari ditambah 3 hari tanpa gejala. Hal ini dilakukan mengingat kapasitas rumah sakit yang terbatas," kata dr Robert.
Dia menyampaikan Masyarakat juga dapat berkonsultasi dengan dokter melalui telemedicine seperti website Kemenkes atau fasilitas lainnya. Dari konsultasi ini masyarakat dapat menentukan klasifikasi dirinya.
Mengatur Kecemasan Tanpa Obat
Untuk dapat melakukan hal sebagaimana imbauan dr. Robert, masyarakat harus tetap tenang dan tidak panik. dr. Rudi Putranto, SpPD, K-Psi, MPH dari Divisi Psikosomatik dan Paliatif Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM memberi masukan untuk mengatur cemas-panik tanpa obat-obatan.
"Banyak hal yang dapat dilakukan secara mandiri. Pertama, membatasi membaca berita melalui handphone. Misalnya pagi dan sore membuka handphone, tidak terus menerus serta tidak terlibat pada kekhawatiran berlebihan," ujar dr. Rudi.
Kedua, fokus pada peluang saat ini dan menjadi produktif. Dengan ini, kita akan terdistraksi dari pikiran negatif. Ketiga, tidak bereaksi berlebihan terhadap gejala fisik. Selanjutnya, berbaik hatilah kepada diri sendiri dan orang lain. "Jika tips ini tidak berhasil, maka cari bantuan profesional," tutup dia.
(mdk/ded)