Cerita Gus Dur dan gelang kenur 'sakti'
Gus Dur bukanlah orang yang tega menolak pemberian orang, termasuk jimat.
Banyak kisah kesaktian atau karomah melekat pada sosok Gus Dur. Kisah-kisah itu dituturkan orang-orang dekat mantan presiden keempat itu. Namun demikian, ada juga yang menganggap Gus Dur sebenarnya hanya manusia biasa. Kesaktian-kesaktian itu sebenarnya bisa dinalar dengan akal sehat.
"Menurut saya, Gus Dur biasa saja sih. Wong ya bisa sakit juga," kata Wakil Bendahara Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Bambang Susanto, orang yang sering menemani Gus Dur pergi tiga tahun terakhir sebelum meninggal.
Misalnya kabar soal kesaktian Gus Dur yang selalu tertidur dalam rapat atau acara-acara diskusi, tapi ketika bangun masih nyambung dengan topik bahasan. Ketika Bambang bertanya, benar pak seperti itu? Gus Dur menjawab, gampang saja. "Ambil saja ujung bahasan terakhir, paling-paling ga jauh dari situ."
Lalu bagaimana soal kesaktian lain, misalnya benda pusaka, jimat atau semacamnya? Bambang menjelaskan, soal jimat atau semacamnya itu karena banyak orang yang memberi. Sementara Gus Dur bukanlah orang yang tega menolak pemberian orang. Apalagi si pemberi datang dari tempat jauh hanya untuk menemui Gus Dur.
"Jadi alasannya itu karena Gus Dur paling tidak bisa menolak pemberian orang. Beliau bukan mencari-cari (jimat atau pusaka), tapi karena diberi oleh orang-orang," terangnya kepada merdeka.com, Rabu (4/11).
Misalnya, gelang kenur (gelang tangan terbuat dari tali kenur) yang selalu dipakai di pergelangan tangan kanan Gus Dur. Pernah suatu waktu Gus Dur berkata, gelang itu tidak akan dilepas. Dia akan menjaga gelang agar tidak terputus. Alasannya, kalau putus negara ini akan tertimpa malapetaka.
Gus Dur belakangan menjelaskan, sebenarnya alasan merawat gelang itu bukan karena percaya pada kesaktian (musyrik). Namun, kata Bambang, lebih pada menghargai si pemberi yang datang dari tempat jauh hanya sekadar ingin memberi hadiah gelang kepada Gus Dur.
"Kata Gus Dur, kasihan orang yang memberi, jauh-jauh datang cuma pengen memberi gelang. Kalau dia (pemberi) tahu gelang putus, tidak dipakai, bisa lebih bahaya lagi, dia bisa teriak-teriak di luar (Indonesia dalam bahaya karena gelang Gus Dur putus)," ujar Bambang sambil tertawa.
Hal senada dituturkan salah satu santri Gus Dur, Nuruddin Hidayat. Menurut dia, Gus Dur bukan lagi mengurusi masalah kesaktian atau pusaka-pusaka seperti itu. Memang, selama Gus Dur masih hidup, banyak orang-orang bergantian datang ke kediaman untuk memberi pusaka-pusaka tersebut.
"Sama Gus Dur diterima saja. Ada yang memberi gratis, ada yang menjual, ada juga yang meminta mahar. Gus Dur melihat orang yang meminta uang itu pasti orang butuh. Kalau (pusaka) setelah diterima ya ditaruh di gudang ga diapa-apain, entah masih ada pamornya apa tidak," ujarnya.
Itulah sisi lain dari Gus Dur, selain dikenal sebagai politikus, kiai, pengamat, dan budayawan, juga dikenal lewat humor dan kerap dihubung-hubungkan dengan mistis serta kesaktian.
Baca juga:
Guyonan Gus Dur soal topi orang Yahudi
6 Kebijakan kontroversial Gus Dur saat jadi presiden
Desember kelabu untuk Mandela dan Gus Dur
Di saat kritis pun Gus Dur minta didengarkan musik Beethoven
Benarkah Gus Dur meninggal setelah dijenguk SBY?
-
Siapa yang disebut Gus Dur sebagai wali? Di mata Gus Dur sendiri, Kiai Faqih adalah seorang wali. “Namun, kewalian beliau bukan lewat thariqat atau tasawuf, justru karena kedalaman ilmu fiqhnya,” kata Gus Dur
-
Bagaimana Gus Dur mengubah namanya? Nama asli beliau, Abdurrahman Ad-Dakhil, diberikan oleh ayahnya, KH. Wahid Hasyim, dengan harapan agar Gus Dur kelak memiliki keberanian seperti Abdurrahman Ad-Dakhil, pemimpin pertama dinasti Umayyah di Andalusia. Namun, nama Ad-Dakhil kemudian diganti dengan "Wahid," yang diambil dari nama ayahnya.
-
Mengapa Gus Dur disebut sebagai Bapak Pluralisme? Kedekatan Gus Dur dengan masyarakat minoritas dan orang-orang terpinggirkan, membuatnya dikenal sebagai sosok yang plural dan menghargai semua perbedaan. Hal ini yang kemudian Gus Dur dijuluki sebagai Bapak Pluralisme Indonesia.
-
Apa saja yang dilakukan Gus Dur untuk menunjukkan toleransi dalam kehidupan berbangsa? Pasalnya beliau selama hidup selalu menanamkan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa.
-
Bagaimana Gus Dur menanamkan nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa? Pasalnya beliau selama hidup selalu menanamkan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa.
-
Di mana Gua Suran berada? Di Kecamatan Jatinom, Klaten, terdapat sebuah gua yang oleh penduduk setempat dinamakan Gua Suran.