Cerita Haru di Balik Kebijakan Kampus di NTT Perbolehkan Mahasiswa Bayar UKT Pakai Hasil Bumi Hingga Kain Ikat
Seluruh mahasiswa diperbolehkan membayar biaya kuliah menggunakan hasil bumi, ikan, maupun kain tenun ikat.
Kebijakan ini sudah berjalan sejak 2018.
- Di Tengah UKT Mahal, Kuliah di UM Maumere Tak Cuma Bisa Bayar Pakai Hasil Bumi Tapi Bisa Dicicil Sampai Sudah Bekerja
- UKT Batal Naik, UGM Buka Suara soal Nasib Mahasiswa Baru yang Sudah Membayar
- Nadiem soal Kenaikan UKT: Tidak Ada Mahasiswa Gagal Kuliah atau Tiba-Tiba Bayar Lebih Akibat Kebijakan Ini
- Mahasiswa UI Pembunuh Juniornya Dituntut Hukuman Mati, Ini Hal yang Memberatkan
Cerita Haru di Balik Kebijakan Kampus di NTT Perbolehkan Mahasiswa Bayar UKT Pakai Hasil Bumi Hingga Kain Ikat
Polemik biaya uang kuliah tunggal (UKT) perguruan tinggi negeri yang mahal sempat dikeluhkan bagi orang tua calon mahasiswa. Mereka dari keluarga tak mampu-mampu was tidak bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.
Meski akhirnya dibatalkan, hiruk pikuk UKT mahal tak membuat kampus di NTT ini gusar. Sebuah Universitas di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) justru memperbolehkan mahasiswanya membayar UKT bisa menggunakan hasil bumi.
Program ini ternyata sudah dilaksanakan Universitas Muhammadiyah Maumere (Unimof) sejak 2018 silam. Seluruh mahasiswa diperbolehkan membayar biaya kuliah menggunakan hasil bumi, ikan, maupun kain tenun ikat.
Rektor Muhammadiyah Maumere, Erwin Prasetyo mengatakan, pihaknya memberlakukan kebijakan tersebut sejak tahun 2018 silam. Selain itu ada kuliah gratis bagi mahasiswa yatim piatu.
Menurut Erwin Prasetyo, kebijakan pembayaran UKT menggunakan hasil bumi ini bermula saat seorang mahasiswi asal Desa Pruda yang tidak sanggup membayar biaya semester.
Walaupun ditawarkan untuk dicicil sebanyak tiga tahap saat penentuan rencana studi, ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS).
Mahasiswi ini memiliki tunggakan semester kurang lebih satu juta rupiah.
Mahasiswi tersebut menghadap sang Rektor dan menyampaikan bahwa belum bisa melunasi uang kuliah karena hasil bumi milik kedua orang tua belum laku.
"Dia datang ke saya dan berkeluh kesah menyampaikan tidak bisa membayar uang semesteran kuliah, karena hasil bumi di kampungnya seperti pisang dan kelapa sudah panen tapi belum ada yang beli. Lalu saya merekomendasikan mahasiswi ini untuk membawa hasil bumi dari kampungnya itu ke kampus," cerita Erwin Prasetyo, Kamis (29/5).
Hasil bumi berupa kelapa dan pisang yang dibawa mahasiswi itu kemudian dibantu dipasarkan oleh para dosen dan karyawan.
Uang dari hasil jualan tersebut kemudian digunakan untuk membayar uang kuliah.
"Kebijakan ini sebagai langkah kampus untuk meringankan beban orang tua dalam mengatasi biaya kuliah anak-anak mereka," ungkap Erwin Prasetyo.
Untuk menampung hasil bumi pengganti uang kuliah dari mahasiswa, pihak kampus akan menyediakan tempat sebagai sarana pengolahan UMKM kampus.
Erwin Prasetyo menambahkan, kampus yang ia pimpin mempunyai kebijakan lain yakni biaya kuliah gratis bagi mahasiswa yang berstatus anak yatim, dengan jumlah biaya normal sebesar Rp3.510.000 per semester.
"Di kampus ini sebagaian besar mahasiswanya Katolik. Jadi beasiswa ini tidak saja untuk mahasiswa yang muslim. Kalau yang muslim ada beasiswa tahfix Quran, minimal dua juzz itu bebas SBP," ungkapnya.
Asmia Fransiska, salah satu alumi yang kini menjadi staf rektorat mengaku, selama kuliah dia hanya membayar biaya perkuliahan dari hasil tenun ikat selendang yang dibuat sang kakak.
"Saat mama saya meninggal, kaka saya yang membiayai dengan menjual selendang hasil tenun ke kampus hingga saya tamat kuliah," tutupnya.