Derita bocah di Bandung keracunan susu kemasan terkontaminasi
Susu kemasan itu diduga di dalamnya ada benda aneh seperti kaki katak.
Rini Tresna Sari (46) melaporkan anaknya berinisial A (7) keracunan usai minum susu kemasan diduga di dalamnya terdapat benda aneh seperti kaki katak. Rini lantas melaporkan kasus ini ke Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jabar-Banten-DKI, dengan barang bukti kemasan dengan kode produksi 10.21.09, exp 23 Agustus 2016. Laporan itu kemudian menyeret produsen susu PT Ultra Jaya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
"Kasus ini membawa konsumen ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) melalui sidang arbitrase," kata Ketua Umum HLKI Firman Nurmantara, Selasa (1/3).
Persidangan digelar sebab jalur mediasi yang dilakukan antara konsumen dan pihak produsen tidak menghasilkan kesepakatan.
Firman memaparkan, HLKI menerima laporan dari konsumen Rini pada 11 Februari 2016, terkait anaknya berinisial A yang keracunan usai mengkonsumsi susu kemasan. A bahkan sempat dirawat di rumah sakit usai kejadian 27 Januari lalu.
Menyikapi permasalahan ini, Plant Manager PT Ultra Jaya Azwar M. Muhthasawwar meyakinkan, benda asing mirip kaki katak di dalam kemasan susu itu merupakan gumpalan dari endapan lemak susu. Kesimpulan itu didapat setelah pihaknya menganalisia kandungan susu yang diminum oleh korban.
"Lewat uji mikroskopis terhadap potongan padatan yang diterima konsumen, baik dari segi tekstur, aroma, maupun struktur sel menunjukkan padatan. Jadi gumpalan itu bukan fragmen hewan," tukas Azwar.
Azwar menambahkan, BPOM juga melakukan sidak ke tempat produksi PT Ultra Jaya di Padalarang tidak menemukan keanehan dalam pembuatan kemasan.
"Pihak BPOM tidak menemukan keanehan di dalam kemasan kode batch yang sama dan semua dipastikan normal," tambahnya.
Azwar menduga, gumpalan terjadi karena adanya kebocoran dalam kemasan susu produk dari PT Ultra Jaya yang disalurkan lewat distributor.
Meski PT Ultra Jaya selaku pihak pelapor sudah membantah ada yang salah dalam kemasan susu yang diproduksinya, namun HLKI tetap ingin menempuh jalur peradilan di BPSK. Saat model sidang mediasi, dan konsiliasi tidak menemukan titik terang.
"Kelihatannya model arbitrase yang akan dipakai," ujar Firman.
Diketahui, sebelumnya A yang duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) sangat menyukai susu.
"Anaknya ini sekarang minum susu menjadi alergi. Dan pernah dipaksakan malah menjadi mual. Jadi belum sembuh total. Ini bukti di lapangan," kata Firman.
Selain itu, A korban keracunan susu kemasan jadi mudah lelah. Sang ibu korban yakni Rini Tresna Sari (46) hanya meminta kompensasi anaknya sampai sembuh total.
"Saya ingin anak saya sembuh seperti sediakala seperti sebelum kejadian (minum susu. Sekarang minum susu pasti muntah, es krim atau biskuit saja mual. Tubuhnya tidak menerima," ucap Rini.
Meski demikian, kondisi A sudah bisa sekolah dan bermain. Hanya saja mudah lelah. Sehingga aktivitas di luar sekolah sudah tidak bisa dilakukan.
"Les, olah raga semuanya sudah tidak dilanjutkan karena kondisi tubuhnya memang gampang sekali lelah," ujar Rini.
Rini menyangkal kabar bahwa dirinya menuntut perusahaan, apalagi sampai meminta uang Rp 100 juta seperti yang beredar dalam pemberitaan.
"Saya tidak meminta uang. Saya hanya minta anak saya sembuh. Mau gimana caranya. Atau perusahaan membawa anak saya ke rumah sakit. Yang penting anak saya bisa kembali ke seperti sediakala," bebernya.
Rini mengungkapkan, selama ini proses perawatan anaknya ditanggung sendiri. Dia berani membuktikan bahwa anaknya itu keracunan akibat susu kemasan yang diminum.
"Semuanya bisa dibuktikan saja dalam peradilan di BPSK," pungkasnya.