Di tangan mereka, Malin Kundang bukan anak yang durhaka
Sebut saja AA Navis, dalam cerpennya menuliskan justru Ibu Malin Kundang sebagai perempuan laknat.
Tak ada yang memungkiri bahwa legenda Malin Kundang kesohor di seluruh Indonesia bahkan luar negeri, karena cerita masalah anak durhaka yang dikutuk ibunya. Legenda Malin Kundang yang berasal dari Sumatera Barat ini, menceritakan mengenai Malin yang dikutuk sang Ibu.
Cerita bermula saat Malin yang hidup miskin bersama Ibunya memutuskan untuk pergi merantau. Setelah menjadi kaya raya, secara tidak sengaja Malin bertemu dengan ibunya, namun dia tak mengakui ibunya. Kemarahan sang Ibu akhirnya mengutuk Malin menjadi batu.
Legenda ini banyak diyakini benar, dengan adanya batu Malin Kundang yang terletak di Pantai air manih di Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat. Di Pantai inilah terdapat batu mirip lelaki sedang bersujud. Konon batu itu adalah Malin Kundang, si anak durhaka yang dikutuk oleh ibunya.
Lewat legenda Malin Kundang ini, beberapa orangtua suka menceritakan kepada anaknya kisah anak durhaka. Terkadang cerita ini menjadi 'senjata' ancaman dari orangtua kepada anaknya, jika anak mereka melawan.
Namun beberapa penulis barangkali sudah bosan dengan legenda versi tersebut. Mereka lalu mencoba mengeksplore kreativitas mereka untuk 'bermain-main' dengan legenda tersebut. Di tangan merekalah, cerita Malin Kundang menjadi berbeda.
Sebut saja AA Navis, Sastrawan Minang yang terkenal dengan cerpen 'Robohnya surau kami' dia mengubah legenda Malin Kundang lewat cerpen 'Malin Kundang, Ibunya Durhaka'. Dalam cerpen itu, AA Navis menceritakan mengenai pementasan drama Malin Kundang yang yang jauh berbeda. Dalam karya AA Navis, justru Ibu Malin Kundang sebagai perempuan laknat. Dalam cerpen itu, dikisahkan Malin yang pergi merantau. Setelah kaya, tanpa sengaja kembali ke tempat asalnya.
Malin pun akhirnya kembali bertemu ibu yang sudah sekian lama berpisah. Malin pun mengakui bahwa perempuan tua itu adalah Ibu kandung. Namun Malin sangat terkejut setelah mendengar bahwa ibunya telah menikah lagi. Sang ibu juga berjanji bahwa jika anaknya (malin) pulang dari rantau, lelaki yang menikahinya akan mendapat harta dari Malin.
Hal itu kemudian membuat Malin marah. Malin pun mengumpat kepada ibunya. Dalam cerpen itu dituliskan Malin Kundang akhirnya kembali berlayar, menembus badai menantang halilintar, sampai kapalnya pecah terdampar. Malin Kundang pun menjadi batu.
Sekali-sekali, bila musim berganti, sayup-sayup terdengar suara Malin yang mengutuk ibu yang menanduskan negeri leluhurnya sampai setandus jiwanya.
Pesan ini seakan menggugat keberadaan seorang ibu. Dalam cerpennya, Navis seperti mempertanyakan kembali apa benar sedemikian tega seorang ibu mengutuk anaknya sendiri sehingga berubah menjadi batu. Navis malah menyalahkan sang ibu dan lebih pantas ibu itu yang dicap durhaka.
Tak hanya AA Navis, Wisran Hadi dalam naskah dramanya 'Malin Kundang' pun memperlihatkan bahwa Malin Kundang adalah anak Baik. Wisran membela Malin Kundang dan menganggap wajar bila dia memarahi sang ibu. Persoalannya, si ibu telah kawin lagi dengan lelaki lain dan menggerogoti kekayaan Malin Kundang.
Mereka tidak sepakat jika Malin Kundang adalah anak yang durhaka.
-
Apa makna dari budaya mencium tangan di Indonesia? Biasanya, budaya cium tangan atau salim tangan ini dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai tanda hormat dan sopan santun.
-
Bagaimana keragaman budaya di Indonesia menciptakan mozaik budaya yang unik? Dengan lebih dari 300 suku dan berbagai bahasa daerah, keberagaman ini menciptakan mozaik budaya yang unik.
-
Bagaimana cara penduduk pulau-pulau di Indonesia saling bertukar budaya? "Kemungkinan besar populasi di pulau-pulau ini memiliki budaya khas yang berbeda, saling bertukar gaya, barang, teknologi, dan gen sampai melintasi lautan.”
-
Apa makna budaya dari bubur candil bagi masyarakat Indonesia? Bubur candil memiliki makna budaya yang dalam dalam masyarakat Indonesia. Selain sebagai hidangan penutup yang lezat, bubur candil juga memiliki makna filosofis yang melambangkan harmonisasi kehidupan yang berbeda.
-
Apa yang dilakukan Banyuwangi untuk melestarikan budaya asli bangsa? Ini salah satu bentuk pengejawantahan nasionalisme di masa sekarang. Bagaimana kita semua bisa melestarikan budaya asli bangsa kita.
-
Siapa yang sangat ditekankan dalam budaya gotong royong di Indonesia? Keempat, gotong royong dan semangat kebersamaan tercermin dalam budaya masyarakat Indonesia, di mana solidaritas dan kepedulian terhadap sesama sangat ditekankan.