Dikendalikan Napi, Ustaz di Lombok Timur Produksi Sabu di Rumah & Diupah Rp100 Juta
Penangkapan bersama Tim Satresnarkoba Polres Lombok Timur itu dilaksanakan pada Sabtu (21/11) siang. Lokasi yang menjadi sasaran tersebut adalah indekos.
Tim Khusus Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, mengungkap keberadaan rumah produksi narkotika jenis sabu di Kabupaten Lombok Timur. Keberadaan rumah produksi narkotika ini berhasil terungkap berkat peran serta masyarakat.
"Jadi tidak ada hentinya, saya mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi untuk masyarakat. Karena terungkapnya rumah produksi sabu-sabu ini berawal dari informasi masyarakat," kata Direktur Reserse Narkoba (Dirresnarkoba) Polda NTB Kombes Pol Helmi Kwarta Kusuma Putra Rauf di Mataram
-
Di mana penangkapan kelima tersangka kasus narkoba terjadi? Dia mengatakan rute patroli di Sunggal, yakni Jalan KM 19,5 Kampung Lalang , Jalan PDAM Tirtanadi, Jalan Sunggal dan Jalan Lembah Berkah, Lingkungan 11, Medan.
-
Mengapa Pemprov Jateng mendorong kolaborasi dalam pemberantasan narkoba? Pemerintah Provinsi (Pemprov)Jawa Tengah mendorong kepada semua pihak, untuk bersinergi dan berkolaborasi dalam memberantas narkoba di wilayahnya. Sebab, kasus kejahatan narkoba di Jawa Tengah butuh perhatian khusus.
-
Siapa saja yang ditangkap dalam kasus narkoba ini? Polisi mengatakan, penangkapan ini dilakukan polisi karena adanya laporan dari masyarakat terhadap pihaknya. Polisi telah menangkap Aktor senior Epy Kusnandar (EK) atau yang akrab disapa Kang Mus dalam sinetron ‘Preman Pensiun’. Penangkapan ini dilakukan diduga terkait penyalahgunaan narkotika. Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat AKBP Panjiyoga mengatakan, tak hanya menangkap Kang Mus. Polisi juga menangkap satu orang lainnya yakni Yogi Gamblez (YG) yang bermain di film 'Serigala Terakhir'.
-
Apa yang terjadi jika seseorang kecanduan narkoba? Bukan hanya itu, narkoba bisa menimbulkan ketergantungan atau adiksi alias kecanduan yang berujung mengancam nyawa penggunanya.
-
Apa saja jenis narkoba yang disita di Makassar? Barang bukti yang disita pada 2022 sebanyak 9,8 Kg, lalu meningkat tajam di tahun ini. Sedangkan tahun 2023 ini ada peningkatan barang bukti narkoba jenis sabu hingga 50,3 kilogram (Kg), ya (masuk zona merah) kota Makassar," sebutnya, .
Awalnya, katanya, informasi menyebutkan ada satu lokasi di wilayah Pancor, Kabupaten Lombok Timur, kerap menjadi tempat berkumpulnya para pengedar. Kemudian anggota polisi bergerak ke lokasi yang disebutkan dan melakukan penangkapan.
Penangkapan bersama Tim Satresnarkoba Polres Lombok Timur itu dilaksanakan pada Sabtu (21/11) siang. Lokasi yang menjadi sasaran tersebut adalah indekos.
Delapan orang ditangkap dari empat kamar indekos lengkap dengan barang bukti narkotika jenis sabu. Mereka yang ditangkap berinisial SR (24), RS (27), HA (24), RP (25), LN (27), RAK (36), HA (37), dan SH (32).
Dari penangkapan delapan orang, pihak kepolisian mengamankan belasan poket sabu-sabu siap edar dengan berat berat keseluruhannya mencapai puluhan gram. Ada juga disebutkan barang bukti perangkat isap sabu, timbangan digital, poket klip plastik kosong, telepon pintar dan uang tunai jutaan rupiah.
"Kemudian dari penangkapan pertama, anggota mendapat informasi asal-usul sabu tersebut dari seseorang yang mereka panggil Ustaz," ucap Helmi.
Menindaklanjuti informasi tersebut, jelas Helmi, tim gabungan langsung melakukan pengembangan dan menyasar ke rumah Ustaz berinisial SA (45), di wilayah Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur.
"Dari TKP kedua ini lah, tim kami miris setelah melihat di dalam rumah ustad ini ada ruangan yang memang disiapkan untuk memproduksi narkotika jenis sabu skala rumahan," kata Helmi.
Dalam ruangan yang diduga menjadi tempat produksi sabu-sabu tersebut, ditemukan cairan kimia beragam jenis pada botolan jerigen kotak berwarna putih. Ada yang bertuliskan cairan mekaphelamit, mixsofir, dan dimethyl sulfoxide. Ada juga ditemukan tabung pemadam kebakaran, satu kotak alumunium foil, kompor elektrik, gelas ukur, dan juga cawan kaca.
"Jadi selain berang-barang yang berhubungan dengan alat pembuatan sabu, ada juga didapatkan sabu-sabu," ujarnya.
Aksi mengungkap jaringan narkoba ini ternyata tidak berhenti sampai di rumah produksi sabu di kediaman Ustaz. Namun muncul lagi satu identitas pria yang disebut Ustaz sebagai pemasok bahan baku pembuatan sabu-sabu.
"Orang yang disebut oleh Ustaz ini adalah seorang warga binaan Lapas Kelas IIA Mataram, dia dikenal dengan nama Jenderal Yusuf.
Menindaklanjutinya, tim langsung berkoordinasi dengan pihak Lapas Kelas IIA Mataram dan melakukan penangkapan terhadap Jenderal Yusuf.
"Sabtu (21/11) malam itu juga, Jenderal Yusuf kita amankan di lapas beserta telepon genggam miliknya," ucap Helmi.
Lebih lanjut, seluruh pria yang diamankan dari tiga lokasi kini telah mendekam di balik jeruji besi Mapolda NTB. Mereka beserta barang bukti masih menjalani pemeriksaan lanjutan di hadapan penyidik.
Karena perbuatannya, kini sepuluh pelaku termasuk Jenderal Yusuf yang berstatus warga binaan Lapas Kelas IIA Mataram terancam kena pidana Pasal 112 Ayat 2, Pasal 113 Ayat 2, Pasal 114 Ayat 2, Pasal 132 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35/2009 tentang Narkotika.
"Untuk pasal produksinya itu ada di Pasal 113," ujarnya.
Pengendali Narapidana
Helmi mengungkap peran pengendali rumah produksi sabu di Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur. "Untuk sementara, pengendalinya ini kami duga si Jenderal Yusuf. Dia yang menyuplai bahan baku," kata dia.
Dari hasil pemeriksaan, penyidik mengetahui bahan baku dalam bentuk cairan kimia tersebut dikirim langsung dari Malaysia. Pengirimnya seorang kenalan Jenderal Yusuf ketika bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI). Bahan baku ini, lanjut Helmi, dikirim oleh rekannya dari Malaysia setelah Jenderal Yusuf mentrasfer uang Rp300 juta. Pemesanan bahan baku tersebut dilakukan via sambungan telepon.
Jenderal Yusuf memesannya dari dalam Lapas Kelas IIA Mataram. Pesanan diarahkan langsung ke rumah produksi sabu milik ustaz yang berada di Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur.
"Jadi yang menyuruh ustaz ini memproduksi sabu itu adalah Jenderal Yusuf. Cara pembuatannya di bawah kendali Jenderal Yusuf," ucap dia.
Jenderal Yusuf dengan inisial MY ini merupakan narapidana kasus narkoba yang telah menjalani hukuman empat tahun penjara di Lapas Kelas IIA Mataram. Dalam perkaranya, Jenderal Yusuf divonis 10 tahun penjara oleh Hakim Pengadilan Negeri Mataram pada 2016 lalu.
Bahkan dalam catatan kriminalnya, Jenderal Yusuf masuk dalam daftar buronan Interpol terkait kasus pencurian di Brunei Darussalam dan juga di Malaysia yang berujung pembunuhan korban. Kasus tersebut terjadi ketika Jenderal Yusuf ini bekerja sebagai PMI.
Diupah Rp100 Juta
Ustaz berinisial SA (45), pengelola rumah produksi sabu-sabu di Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, dijanjikan upah Rp100 juta oleh YM alias Jenderal Yusuf.
"Janji upah itu muncul berdasarkan pengakuan Ustaz di hadapan penyidik," kata Direktur Reserse Narkoba (Dirresnarkoba) Polda NTB Kombes Pol Helmi Kwarta Kusuma Putra Rauf di Mataram, Senin.
Upah Rp100 juta tersebut, jelasnya, dijanjikan Jenderal Yusuf per-bulan-nya. Upah itu untuk biaya produksi sabu yang dibuat Ustaz di rumahnya.
Kemudian untuk proses pembuatan, Ustaz kepada penyidik mengaku tidak memiliki pengalaman. Melainkan Ustaz mengaku akan mendapat kursus singkat dari kenalan Jenderal Yusuf yang berada di Malaysia.
"Jadi pembuatan sabu di rumah Ustaz ini akan diajarkan oleh rekan kenalan Jenderal Yusuf di Malaysia. Ustad ini diajarkan 'by video call'," ujarnya.
Terkait dengan hal itu, penyidik dikatakan masih mendalami keterangan tersebut. Siapa tutor yang dikatakan berasal dari Malaysia itu dan apakah kursus singkat tersebut sudah terlaksana atau belum.
"Begitu juga dengan produksinya. Apakah dengan alat dan bahan baku yang ada, kelompok mereka ini sudah memproduksi?, itu masih kita dalami," kata Helmi.
(mdk/gil)