Din Syamsuddin: Jangan cuek dan terkesan tak peduli dengan hoaks
Masyarakat diminta berhati-hati menyikapi informasi hoaks yang bisa mengancam keutuhan NKRI. Untuk mengantisipasi itu masyarakat diimbau aktif melakukan 'ronda' di media sosial (medsos) agar bisa mendeteksi ancaman perpecahan akibat hoaks.
Masyarakat diminta berhati-hati menyikapi informasi hoaks yang bisa mengancam keutuhan NKRI. Untuk mengantisipasi itu masyarakat diimbau aktif melakukan 'ronda' di media sosial (medsos) agar bisa mendeteksi ancaman perpecahan akibat hoaks.
"Masyarakat harus peduli dan aktif melakukan pengamatan sebagai antisipasi. Jangan cuek dan terkesan tidak peduli. Saya berharap seiring berjalannya waktu masyarakat sudah bisa mengenal mana yang hoaks dan mana yang provokasi, serta mana berita menyejukkan," kata Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban, Din Syamsuddin dalam keterangannya, Rabu (28/2).
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Mengapa netizen heboh dengan kabar tersebut? Postingan tersebut langsung membuat heboh netizen, terutama para penggemar dan pengikutnya di Instagram.
-
Mengapa video itu diklaim sebagai berita bohong? Penelusuran Cek Fakta Merdeka.com melakukan penelusuran dan berhasil menemukan bahwa narasi yang termuat dalam video viral tersebut adalah hoaks. Pasalnya, terdapat tulisan “Bukit Siguntang” pada bagian depan kapal laut yang disorot.
-
Apa yang Soeharto katakan tentang berita hoaks yang mengarah ke Tapos? Memberitakan dengan tujuan negatif, karena mereka tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dari Tapos ini," jelas Soeharto dikutip dari akun Instagram @jejaksoeharto. Karena memikirkan ini peternakan dari Presiden, padahal bukan peternakan Presiden, ini sebenarnya punya anak-anak saya yang saya mbonceng untuk mengadakan riset dan penelitian," kata Soeharto menambahkan.
-
Siapa yang diharuskan bertanggung jawab atas konten hoax di media digital? Dalam peraturan itu dijelaskan bahwa apabila ada konten hoaks, yang pertama kali bertanggung jawab adalah platformnya, bukan si pembuat konten tersebut.
-
Bagaimana cara mengetahui bahwa berita tersebut tidak benar? Melansir dari reuters, The Economist tidak menerbitkan sampul yang menggambarkan Presiden AS Joe Biden bermain catur dengan Vladimir Putin, dengan judul yang memperingatkan tentang perang nuklir yang “tak terelakkan” antara keduanya.
Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia, hoaks ini adalah bahaya besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurutnya, hoaks bisa menjadi kendaraan pihak tertentu untuk melakukan adu domba dan fitnah.
"Jelas sangat bahaya kalau sampai terjadi persebaran hoaks yang dalam bahasa agama dikatakan fitnah. Kalaupun berita itu benar namun dipakai untuk menyudutkan pihak lain tentunya hal tersebut tidak dibenarkan," tuturnya.
Mantan Ketua UmumPP Muhammadiyah ini meminta kepada umat beragama untuk selalu berhati-hati terhadap berita yang belum tentu kebenarannya. "Karena sekarang ini isu hoaks menjadi gencar sekali. Kadang mereka bilang 'wah itu hoaks', padahal isunya benar. Ini yang harus bisa disikapi masyarakat untuk selalu mencari asal-usul informasi itu secara jelas," terang Din.
Terkait banyaknya generasi muda kita yang belum bisa memilah informasi sehingga sangat mudahnya menyebarkan hoaks di media sosial, Din menilai perlu peran dari keluarga untuk mengawasinya. Orang tua harus bisa memberikan arahan kepada anak-anaknya untuk selalu waspada terhadap segala informasi yang ada di dunia maya.
"Generasi muda kita ini biasa-biasa saja, kadang mereka cuek. Generasi milenial ini cuek, seperti tidak peduli. Konsen mereka itu rendah terhadap hal itu bahkan itu berlaku bukan pada generasi milenial, tetapi pada generasi lainnya," kata Din.
Dia menilai penyebaran hoaks ini banyak bermunculan seiring dengan adanya pesta demokrasi atau pilkada. Cara itu dilakukan oleh kelompok-kelompok atau tim yang masuk dalam jaringan kontestan pilkada demi kepentingan politik tertentu untuk mencapai kemenangan.
"Apalagi menjelang Pilkada ini, itu yang banyak terjadi. Lalu kemudian ditanggapi oleh fanatikus-fanatikus. Ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Aparat harus bertindak tegas dengan pendekatan hukum secara adil tanpa pandang bulu," tandasnya.
Baca juga:
Polisi dalami jaringan penyebar hoax ustaz dibunuh PKI di Bandung
Ini cara MCA sebarkan berita hoaks dan ujaran kebencian
Agar maksimal tebar ujaran kebencian, anggota grup MCA dapat pelatihan IT
Saepuloh, penyebar hoax punya 9 akun di Facebook ditangkap di Bandung
Bareskrim telusuri keterkaitan antara kelompok MCA dan Saracen