Distamben minta pengolahan giok 20 ton di Aceh
"Pengolahan dan pemurnian batu Aceh wajib di Aceh," kata kepala Distamben Aceh, Sayed Ikhsan.
Kepala Dinas Pertambangan, Energi dan Sumber Daya Mineral (Distamben) Aceh, Said Ikhsan Tambe meminta pengelohan dan pemurnian batu giok harus dilakukan di Aceh. Kendati pun ada yang membawa keluar bongkahan batu giok Aceh, maka harus ada persetujuan dari Gubernur Aceh dan mendapatkan pengawasan yang ketat.
"Pengolahan dan pemurnian batu Aceh wajib di Aceh. Tidak boleh batu dikeluarkan dari Aceh," kata kepala Distamben Aceh, Sayed Ikhsan Tambe dalam pertemuan rapat kerja dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Selasa (17/2).
Rapat kerja ini membahas tentang rencana penetapan qanun atau regulasi menyangkut mekanisme pengambilan, pengolahan, dan penjualan batu alam jenis akik, giok dan sejenisnya di Aceh.
Said Ikhsan memaparkan bahwa potensi batu mulia di Aceh, baik jenis giok dan lainnya terdapat hampir diseluruh Aceh. Di bagian tengah hampir semua tempat terdapat batu mulai ini. Di wilayah Geurute, Aceh Jaya, Blang Bintang, Manggamat juga tersedia. "Sebetulnya ini sudah lama ada, tapi dulu belum ada nilai," paparnya.
Mengenai harga jual, Said Ikhsan mengatakan sampai saat ini masih menjadi kendala besar. Namun bila pemerintah berencana mengatur harga jual, maka yang harus diperhatikan adalah tingkat kekerasan batu, tingkat kesulitan untuk mendapatkannya dan kelangkaan batu itu sendiri.
"Semakin keras batu itu semakin mahal. Tingkat kekerasan dari satu sampai sepuluh. Mineral paling keras itu Intan dengan angka 10 mohs. Batu di atas angka delapan sampai sembilan mohs itu tentu lebih mahal lagi," sebutnya.
Sementara itu wacana pemerintah memberlakukan pajak pada batu giok ini, Kepala Museum Giok Aceh, Abu Usman mengatakan sebelum diberlakukan pajak, pemerintah harus terlebih dahulu membantu dan memberikan pendidikan kepada penambang dan pengrajin batu cincin.
"Sebelum dikenakan pajak, terlebih dahulu pemerintah memberikan pendidikan dan pemahaman bagi para penambang batu. Terutama tentang jenis-jenis batu yang boleh diambil dan tidak boleh diambil," jelas Abu Usman.
Abu Usman berharap pemerintah tidak hanya mengambil pajak, akan tetapi proses pemasarannya. Sehingga potensi batu mulia ini bisa menjadi sektor ekonomi alternatif masyarakat Aceh.
"Pemerintah juga kami minta membantu memasarkan, mempromosikan batu kita ini keluar, sehingga bisa jauh lebih dikenal," tutupnya.