Dokter Muda FK Undip Diduga Bunuh Diri karena Dibully Senior, Pelaku Bisa Terancam Bebas Tugas
Nadia menegaskan, Kemenkes tidak sungkan menindak tegas dokter senior pelaku bullying.
Mahasiswi kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) berinisial ARL diduga bunuh diri akibat dibully senior. Kejadian ini membuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghentikan program studi anestesi Fakultas Kedokteran Undip di RSUP Dr Kariadi Semarang.
RSUP Dr Kariadi Semarang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemenkes. Selain menghentikan program anestesi, Kemenkes juga mengirim tim untuk menginvestigasi pemicu ARL bunuh diri.
- Ada 542 Laporan Bullying Dokter, 221 di Antaranya Terjadi dalam RS di Bawah Kemenkes
- Dokter Muda Tewas Diduga Korban Bully, Undip: Kaprodi hingga 9 Teman Angkatan sudah Diperiksa
- Cara Lapor Kemenkes Kalau Jadi Korban Bully Dokter Senior
- Kemenkes akan Cabut Izin Praktik Dokter Senior yang Diduga Bully Mahasiswi Undip Berujung Bunuh Diri
“Mudah-mudahan dalam seminggu ini sudah ada hasilnya apakah ini ada unsur bullying atau tidak,” kata Plt. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, Kamis (15/8).
Nadia menegaskan, Kemenkes tidak sungkan menindak tegas dokter senior pelaku bullying. Kemenkes bisa mencabut Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter tersebut.
Pada Juli 2023, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengeluarkan aturan soal sanksi bagi dokter senior yang melakukan perundungan terhadap juniornya pada Rumah Sakit Pendidikan di Lingkungan Kementerian Kesehatan.
Aturan itu tertuang dalam Instruksi Menkes Nomor HK.02.01/MENKES/1512/2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan Terhadap Peserta Didik pada Rumah Sakit Pendidikan di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Dalam Instruksi ini, Kemenkes menyiapkan tiga sanksi bagi pelaku perundungan.Pertama, sanksi ringan.
Budi mengatakan, Kemenkes akan memberikan sanksi ringan berupa teguran tertulis kepada pelaku perundungan di rumah sakit Kemenkes. Sanksi ini diberikan bila pelaku baru melakukan satu kali perundungan.
“Teguran tertulisnya ini bisa ke pengajarnya atau seniornya, bisa juga ke direktur utama rumah sakit itu. Minimal kita kasih teguran tertulis,” jelas Budi dalam konferensi pers, Kamis (20/7).
Bila perundungan berulang, Kemenkes menjatuhkan sanksi skors. Sanksi ini tidak hanya diberikan kepada dokter senior atau pengajar yang melakukan perundungan, tetapi juga direktur utama rumah sakit.
“Kita lakukan skors langsung tiga bulan. Jadi kalau untuk senior, dia langsung hilang satu masa pendidikan. Kalau untuk pengajarnya ya sudah tiga bulan kita skors. Dirutnya sama kita skors juga karena ini kan di bawah saya,” kata Budi.
Bila perundungan yang terjadi tergolong berat, Kemenkes akan mengeluarkan atau menurunkan pangkat sang pelaku. Jika pelaku perundungan merupakan pegawai Kemenkes, maka dia akan dibebastugaskan. Namun, jika pelaku perundungan bukan pegawai Kemenkes, akan dikeluarkan dari rumah sakit tersebut.
“Kalau dia bukan pegawai Kemenkes, kita minta jangan ngajar di RS kami. Ngajarnya di rumah sakit lain saja karena kita ingin menciptakan lingkungan bebas perundungan. Seniornya juga, kita minta jangan ajar di rumah sakit kami,” tegas Budi.
Budi berharap, sanksi ini bisa memutus perundungan yang sudah terjadi puluhan tahun terakhir. Biasanya, perundangan dialami dokter internship atau dokter yang sedang mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
“Mudah-mudahan peserta didik bisa konsentrasi belajar dan bebas dari perundungan. Sehingga lulusnya nanti memiliki rasa empati dan kemanusiaan yang sama kuatnya dengan ketangguhan mental,” harap Budi.
Kronologi Mahasiswi Kedokteran Undip Bunuh Diri
ARL mahasiswi kedokteran Undip ditemukan tewas bunuh diri di kos yang ada di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, pada Senin, 12 Agustus 2024. ARL merupakan peserta didik PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis).
Kapolsek Gajahmungkur, Kompol Agus Hartono mengatakan, saat ditemukan wajah korban sudah dalam keadaan kebiruan serta posisi miring seperti orang tertidur.
"Mukanya biru-biru sedikit sama pahanya, seperti orang tidur," kata Kompol Agus Hartono, Rabu (14/8).
Dari hasil pemeriksaan saksi dan bukti di lokasi, polisi menemukan curhatan di sebuah buku harian bahwa korban berniat mundur karena bersinggungan dengan seniornya.
"Kita cek bukti buku harian, bahwa ia merasa berat pelajarannya dan senior-seniornya," ungkapnya.
Dari informasi, korban sudah menempati kos selama setahun ini. Sebelumnya korban sempat bercerita kepada ibunya ingin resign karena tidak kuat.
"Jadi memang pernah cerita tidak kuat dengan sekolahnya. Ada kemungkinan lain sama seniornya itu kan perintahnya sewaktu-waktu minta ini itu, ini itu, keras," ungkapnya.