DPR Dorong Jokowi Tengahi Gaduh KPK Vs TNI Buntut Penetapan Kepala Basarnas Tersangka
DPR Dorong Jokowi Tengahi Gaduh KPK Vs TNI Buntut Penetapan Kepala Basarnas Tersangka
Peran Jokowi dibutuhkan supaya ketegangan antara KPK dan TNI bisa diselesaikan.
DPR Dorong Jokowi Tengahi Gaduh KPK Vs TNI Buntut Penetapan Kepala Basarnas Tersangka
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta Presiden Joko Widodo turun tangan menengahi polemik penetapan tersangka Kabasarnas antara KPK dan TNI.
Menurut dia, peran Jokowi dibutuhkan supaya ketegangan antara KPK dan TNI bisa diselesaikan.
- Jokowi Tertawa Ditagih Bahlil Minta Tukin ASN BKPM Ditambah: Kok Tidak Naik-Naik?
- Jokowi Bantah Bertemu Agus Rahardjo Minta Kasus Setnov Disetop: Saya Cek ke Setneg, Enggak Ada
- Jokowi Tegaskan PNS Telah Terikat Kontrak, Harus Siap Ditugaskan di Manapun
- Jokowi soal Menpora Dito Terseret Kasus BTS: Tanya Penegak Hukum, Jangan ke Saya
"Saya pikir untuk menengahi kesalahpahaman ini, Presiden sebagai panglima tertinggi TNI dan atasan langsung KPK, bisa mengajak kedua belah pihak pimpinan untuk berdiskusi menyelesaikan permasalahan dari atas, sehingga di bawah juga bisa kondusif,"
kata Sahroni kepada wartawan, Sabtu (29/7).
Menurut politikus NasDem ini perlu ada aturan dimana KPK bisa menindak perwira TNI aktif yang terjerat kasus korupsi. Sahroni menilai, soal penetapan tersangka itu, ada hukum militer yang melekat pada anggota TNI aktif.
Sahroni mendorong KPK dan TNI duduk bersama membahas masalah ini supaya tidak terulang di kemudian hari.
"TNI dan KPK harus duduk bersama untuk selesaikan perkara ini agar tidak terulang kembali," ujar Sahroni.
Dia mengatakan, TNI tidak ada maksud untuk menghalangi proses pemberantasan korupsi. Apalagi Panglima TNI sudah meminta maaf
"Namun memang TNI memiliki sendiri sistem penegakan hukum sendiri untuk anggota aktifnya, dan ini harus dihormati dan diikuti semua pihak," ujar Sahroni.
Penetapan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan menjadi polemik.
TNI keberatan atas penetapan Henri sebagai tersangka karena beralasan bukan ranah KPK. Henri yang merupakan perwira TNI aktif seharusnya diadili berdasarkan peradilan militer.
Alasan Keberatan TNI
Penetapan tersangka seorang prajurit militer harus dilakukan oleh TNI. Tak hanya Marsekal Madya Henri, KPK turut menetapkan tersangka Letkol Adm ABC selaku Koordinator Staf Administrasi dan Kabasarnas atas dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kabasarnas.
"Kita dari tim Puspom TNI dengan KPK, kita rapat gelar perkara. Yang pada saat gelar perkara tersebut akan diputuskan bahwa seluruhnya yang terkait saat OTT tersebut akan ditetapkan sebagai tersangka. Karena berdasarkan alat bukti yang sudah cukup,"
kata Danpuspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko Jumat (28/7).
merdeka.com
"Dari tim kami terus terang keberatan kalau itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya untuk yang militer."
"Karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri," kata Danpuspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko.
"Pada hari ini KPK bersama TNI yang dipimpin oleh Danpuspom TNI di atas tadi sudah melakukan audiens terkait dengan penanganan perkara di Basarnas dan yang dilakukan tangkap tangan oleh tim dari KPK," ujar Johanis di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI, dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," Johanis menambahkan.
Johanis menyadari berdasarkan Pasal 10 UU Nomor 14 Tahun 1970 diatur bahwa lembaga peradilan terdiri dari empat, yakni peradilan umum, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan peradilan agama. Menurut Johanis, sejatinya dalam menangani kasus yang bersinggungan dengan militer, maka harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak TNI. "Peradilan militer khusus anggota militer. Ketika melibatkan militer, maka sipil harus menyerahkan kepada militer. Di sini ada kekeliruan dari tim kami ada kekhilafan. Oleh karena itu tadi kami sampaikan atas kekhilafan ini. Kami mohon dimaafkan," kata Johanis.