DPR Ungkap 21,4 Juta Siswa Tak Dapat Kuota Internet Selama Pandemi
Komisi X DPR RI menyoroti jumlah siswa yang tak memperoleh bantuan subsidi kuota internet dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbudristek). Angkanya tak sedikit, dikatakan Anggota Komisi X DPR RI, Putra Nababan jumlahnya mencapai 21 juta siswa.
Komisi X DPR RI menyoroti jumlah siswa yang tak memperoleh bantuan subsidi kuota internet dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbudristek). Angkanya tak sedikit, dikatakan Anggota Komisi X DPR RI, Putra Nababan jumlahnya mencapai 21 juta siswa.
Menurut anggota legislatif dari Fraksi PDI Perjuangan itu, dirinya menyesalkan adanya fakta tersebut. Ia menganggap hal itu mengganggu rasa keadilannya.
-
Bagaimana sekolah tersebut mendukung bakat anak-anak? Hilman mengatakan jika semua anak yang sekolah di sana selalu mendapatkan support untuk mengembangkan bakatnya. “Kan nggak dibatasi ya? Punya bakat apa itu bakal disupport ya?” tanya Hilman. “Iya,” jawab Boy.
-
Kenapa kekerasan anak di satuan pendidikan meningkat? Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan maraknya kekerasan terhadap anak di lingkungan satuan pendidikan karena lemahnya deteksi dini terhadap tumbuhnya kelompok pertemanan yang berpengaruh negatif.
-
Kenapa pantun edukasi penting untuk anak? Pantun edukasi merupakan sarana terbaik untuk mengajarkan kepada anak maupun remaja bahwa belajar adalah hal yang penting.
-
Bagaimana anak-anak dari sekolah pencuri menjalankan aksinya? Setelah satu tahun bersekolah, para remaja itu bisa 'lulus', mencuri perhiasan di pesta pernikahan orang kaya.
-
Dimana anak kembar Komeng bersekolah? Keduanya lulus dari International Islamic School (IISS).
-
Kenapa penting untuk mengajarkan anak berdoa pulang sekolah? Doa ini tidak hanya sebagai bentuk syukur kepada Allah atas kelancaran aktivitas belajar, tetapi juga sebagai permohonan perlindungan selama perjalanan pulang.
"Yang mengganggu rasa keadilan itu dampaknya kepada masyarakat, kepada peserta didik. Ketika kita bicara ada peserta didik yang 21,4 juta peserta didik PAUD sampai SMA yang tidak menerima kuota tersebut, itu bukan sekadar angka," ujar Putra dalam Raker bersama Kemendikbudristek, Rabu (25/8).
Ia membayangkan bagaimana perasaan jutaan peserta didik yang mestinya mendapatkan bantuan itu ternyata malah tidak dapat.
"Nah ini namanya rasa keadilan, kalau Mbak Esti bilang namanya Roso. Kami hadir untuk mewakili roso itu," katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Pusdatin Kemendikbudristek, M Hasan Chabibie meluruskan mengapa hal itu bisa terjadi. Menurutnya mengacu pada aturan yang sama Kemendikbudristek hanya bisa menyalurkan bantuan kuota data pada siswa ataupun pengajar yang data serta nomor handphone-nya telah disetorkan ke pihaknya. Kepala sekolah pun mesti menandatangani Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang menyatakan kebenaran data yang diberikan.
"Jadi memang betul peserta didik kita jumlahnya lebih dari 50 juta, namun yang mengirimkan SPTJM itu sendiri tidak sebanyak itu. Nah itu yang menjadi dasar kami pembagian kuota tidak sebanyak itu (jumlah total siswa nasional)," terangnya.
Di samping karena itu, Chabibie melanjutkan, ada faktor lain yang membuat kuota data gagal diinjeksi ke nomor penerima, yakni lantaran nomor yang digunakan telah memasuki masa tenggang.
"Yang kedua nomor ponsel sendiri itu sudah tidak aktif, dan yang ketiga terjadi pergantian nomor," jelasnya.
Reporter: Yopi Makdori
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Rilis Fitur Baru, Zenius Gelar Kompetisi
Cakap Teacher Academy: Peningkatan Kompetensi Guru Bahasa Inggris secara Digital
PTM Terbatas Tunggu Level PPKM Turun, Pemkot Tangsel Fokus Vaksinasi Siswa
Anak di Pulau Penyangga Batam Kesulitan Sinyal saat Pembelajaran Jarak Jauh
Pemerhati Pendidikan: 70 Persen Siswa Rasakan Emosi Negatif Dampak Sekolah Online