Dua Ahli Pidana Beda Pendapat Terkait Unsur Kesengajaan Penembakan Enam Laskar FPI
Kesaksian dua ahli pidana itu saling beda pendapat mengenai unsur kesengajaan penembakan dilakukan dua terdakwa.
Dua saksi ahli berbeda pendapat saat dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara dugaan unlawful killing enam laskar FPI di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/1). Dua saksi ahli itu berbeda pendapat terkait pasal diberikan terhadap terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella terkait penembakan terhadap empat laskar FPI.
Kedua saksi itu adalah ahli hukum pidana dari Universitas Trisaksi, Dian Adriawan dan ahli hukum pidana dari Universitas Al Azhar, Agus Surono.
-
Kenapa RPP itu penting? RPP memberikan panduan yang jelas bagi guru tentang apa yang harus diajarkan, bagaimana itu akan diajarkan, dan apa yang diharapkan dicapai oleh siswa. Hal ini membantu guru untuk menyusun dan menyampaikan materi pembelajaran dengan cara yang terstruktur dan terorganisir.
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Kenapa singkatan penting? Secara umum, telah disebutkan bahwa singkatan berguna untuk efisiensi, yaitu mempermudah dan mempercepat komunikasi tertulis maupun lisan.
-
Kapan Marsekal TNI Fadjar Prasetyo akan pensiun? Marsekal TNI Fadjar Prasetyo sebentar lagi akan pensiun dari jabatannya. Laki-laki yang dilantik Presiden Joko Widodo pada Rabu 20 Mei 2020 sebagai Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) ke-23 akan pensiun pada pertengahan tahun ini.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Kapan Hari Lahir Pancasila diperingati? Hari Lahir Pancasila, yang diperingati setiap tanggal 1 Juni, adalah momen penting dalam sejarah Indonesia.
Dian menilai jika penembakan terhadap empat laskar FPI adalah tindakan disengaja. Dengan alasan, sebagaimana dakwaan primer Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pertama soal pasal 338 KUHP berbunyi "Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama- lamanya lima belas tahun."
"Itu dikaitkan dengan Pasal 338 itu masuk (kasus penembakan), bisa sengaja sebagai tujuan, atau sengaja dengan kesadaran akan kemungkinan itu dua hal terkait kesengajaan untuk Pasal 338," kata Dian saat memberikan keterangan.
Menurutnya, kejadian itu bisa dikenakan Pasal 338 KUHP, karena dalam kasus ini bisa dikategorikan sebagai bentuk kesalahan yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan (kelalaian), atas sebuah prosedur.
Dengan kategori kesengajaan yang terbagi dalam tiga bentuk. Pertama sengaja sebagai tujuan. Kedua sengaja dengan kesadaran akan kepastian, serta ketiga sengaja dengan kesadaran akan kemungkinan. Dia menilai para terdakwa masuk dalam kategori kedua.
"Sengaja, pelaku sejak awal menghendaki dan mengetahui adanya perbuatan yang bertentangan dengan hukum pidana," kata Dian.
Sementara untuk penggunaan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dalam kasus penembakan empat Laskar FPI di mobil Xenia Silver, Dian menilai jika itu tidak tepat. Lantaran, Ipda Mohammad Yusmin Ohorella yang tengah membawa mobil saat kejadian tidaklah terlibat secara langsung, sehingga hanya bisa dikatakan pihak yang membantu.
Padahal dalam dakwaan, penuntut umum memakai Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP tentang orang yang turut serta melakukan perbuatan pidana, dimana bisa dipidana sebagai pelaku tindak pidana. Alhasil, Dian menilai jika pasal itu tidaklah tepat.
"Pembantuannya bukan dari sisi penyertaannya karena apa, karena posisi pembantuan ini yaitu orang yang melakukan pembantuan di saat kejahatan dilakukan atau sebelum kejahatan dilakukan," kata dia.
"Jadi itu yang saya lihat karena, kalau dari sisi penyertaannya Pasal 55 saya saya tidak melihat, saya melihat hanya ada pembantuannya. Dan pembantuan itu saya bisa klasifikasi pembantuan pd saat kejahatan dilakukan pada pasal 56 angka 1," tambahnya.
Tidak Disengaja
Sementara Agus Surono menilai jika penembakan dilakukan Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Elwira Priadi Z (almarhum) adalah bukan suatu tindakan yang bukan disengaja, atau masuk dalam kategori pembelaan.
"Saya pastikan bahwa meninggalnya korban ini tidak dikehendaki seperti dimaksud dalam pasal 338. Satu frase yang dipastikan adalah sengaja menghilangkan nyawa orang lain, karena itu saya berpendapat ini masuk ke Pasal 49 ayat 1," kata Agus dalam sidang.
Meski sempat dicecar JPU atas penembakan yang dilakukan para terdakwa terhadap empat laskar FPI di mana ada satu Laskar FPI Reza yang ditembak terakhir, Agus tetap menyebut jika tindakan itu masuk dalam kategori pembelaan.
"Saya konsisten dengan pendapat saya unsur Pasal 49 ayat 1, bahwa unsur kesengajaan tidak terpenuhi," ujarnya.
Terlebih, dari kasus ini Agus menganggap jika para terdakwa tengah terancam kehormatan, kesusilaan atau harta bendanya, adanya serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat. Kemudian, pembelaan terpaksa yang melampaui batas, serta termasuk serangan atau ancaman tindak dipidana.
"Untuk itu dapat dikualifikasi unsur Pasal 49 Ayat 1, empat unsur itu harus terpenuhi. Maka saya membuat pendapat ini memenuhi kualifikasi Pasal 49 ayat 1," kata Agus.
Kronologi Penembakan Dalam Dakwaan
Perlu diketahui jika dalam perkara ini penuntut umum masih mencoba untuk membuktikan dakwaan atas insiden penembakan kepada empat orang laskar FPI dengan menghadirkan sejumlah saksi ahli, sebelum pembacaan tuntutan.
Penembakan itu diduga dilakukan saat Ipda Mohammad Yusmin Ohorella bersama Ipda Elwira Priadi Z (almarhum) dan Briptu Fikri Ramadhan telah memindahkan keempat anggota Laskar FPI ke mobil Xenia Silver yang telah dipersiapkan sebelumnya.
"Empat orang anggota FPI yang dipindahkan ke mobil Daihatsu Xenia silver dilakukan dengan cara dimasukan melalui pintu bagasi belakang dan diperintahkan agar duduk secara jongkok diatas kursi yang terlipat juga tanpa di borgol atau di ikat," ucap Jaksa dalam dakwaan JPU, saat sidang 18 Oktober 2021.
"Ipda Mohammad Yusmin Ohorella sebagai pengemudi mobil, Ipda Elwira Priadi (almarhum) duduk di kursi depan samping sopir, dan Briptu Fikri Ramadhan duduk di kursi tengah sebelah kiri, sedangkan ke empat orang anggota FPI yaitu M. Reza, Akhmad Sofiyan, Muhammad Suci Khadavi Poetra berada di bangku paling belakang mobil sementara Luthfil Hakim duduk disamping Briptu Fikri Ramadhan," tambahnya.
Jaksa menyebutkan, empat anggota FPI menganiaya Briptu Fikri Ramadhan tak jauh dari rest Area tepat di KM 50+200. Bahkan, mereka sempat berusaha merebut senjata milik Briptu Fikri Ramadhan.
Ketika Ipda Mohammad Yusmin Ohorella yang mendengar keributan itu lalu menoleh ke belakang dan memberikan isyarat kepada Ipda Elwira Priadi (almarhum) sambil mengurangi kecepatan kendaraan agar Ipda Elwira Priadi (almarhum) dengan leluasa melakukan penembakan.
Adapun, peluru yang dilesatkan Ipda Elwira Priadi mengenai Luthfi Hakim dan Akhmad Sofyan. Sementara itu, saat kondisi sudah terkendali tetapi Briptu Fikri Ramadhan mengambil senjatanya dan menembak M Suci Khadavi dan M Reza yang duduk di kursi belakang.
Jaksa menerangkan, Ipda Mohammad Yusmin Ohorella baru menepikan mobil Daihatsu Xenia silver ke bahu Jalan tol setelah ke empat orang anggota FPI tertembak.
"Ia kemudian turun dan menelpon Kompol Ressa F Marassa Bessy, dan melaporkan keadaan yang sudah terjadi. Selanjutnya diperintahkan untuk membawa ke 4 orang anggota FPI.
Atas perbuatannya, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin Ohorella didakwa dengan dakwaan primer Pasal 338 dan dakwaan Subsidair Pasal 351 ayat 3 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(mdk/gil)