Dua kebijakan pemerintah dinilai tidak pro buruh
Kebijakan yang dinilai tidak pro buruh tersebut baik dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) maupun kebijakan strategis lainnya yang bersinggungan langsung dengan hajat hidup buruh di Indonesia.
Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, Rusman menilai pemerintah banyak mengeluarkan kebijakan yang cenderung tidak pro dengan buruh.
Kebijakan yang dinilai tidak pro buruh tersebut baik dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) maupun kebijakan strategis lainnya yang bersinggungan langsung dengan hajat hidup buruh di Indonesia.
-
Kapan Hari Jamu Nasional diperingati? Hari Jamu Nasional, yang diperingati setiap tanggal 27 Mei, merupakan momen penting untuk merayakan dan mengapresiasi kekayaan warisan budaya Indonesia dalam bentuk jamu.
-
Kapan Hari Perawat Nasional diperingati? Hari Perawat Nasional diperingati setiap tanggal 17 Maret.
-
Kapan Hari Bersyukur Sedunia diperingati? Hari Bersyukur Sedunia (World Gratitude Day) diperingati setiap tanggal 21 September.
-
Kapan banjir terjadi di Semarang? Curah hujan tinggi yang mengguyur Semarang pada Rabu (13/3) hingga Kamis dini hari menyebabkan sejumlah daerah dilanda banjir dan tanah longsor.
-
Kapan Hari Lebah Sedunia diperingati? Setiap tahun pada tanggal 20 Mei, dunia merayakan Hari Lebah Sedunia, sebuah peringatan yang mengingatkan kita semua tentang makhluk kecil yang memiliki peran besar dalam kelangsungan hidup planet kita.
-
Kapan wabah kelaparan terjadi di Semarang? Pada tahun 1901, muncul wabah kelaparan di Semarang dan Demak.
"Ada dua kebijakan Presiden Jokowi yang tidak pro buruh, yakni PP nomor 78 tahun 2015 yang membatasi kenaikan upah pekerja. Penghitungan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dalam PP mengacu pada UMK tahun berjalan, inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional, dianggap bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, selain itu juga PP nomor 45 tahun 2015 mengenai nominal iuran dan besaran manfaat jaminan pensiun yang sangat kecil," kata Rusman kepada merdeka.com Senin (1/5) di Semarang.
Selain dua kebijakan langsung tersebut, Rusman menilai beberapa kebijakan strategis lain cenderung tidak pro dengan buruh, diantaranya revisi UU nomor 13 tahun 2003. Atas kondisi tersebut, Rusman mengatakan pihaknya mendukung aksi buruh yang digelar serentak hari ini dalam momentum hari buruh internasional (Mayday) dengan tema utama menolak revisi UU Nomor 13 tahun 2003.
"Kami mendukung aksi buruh yang meminta pengawas ketenagakerjaan lebih tegas dalam menindak perusahaan yg nakal yg masih membayar upah dibawah UMK/UMSK dengan banyak pemotongan dan belum diikutkan BPJS serta tuntutan untuk membatalkan kenaikan harga BBM dan Tarif dasar listrik karen tidak sebanding dengan upah buruh dan pekerja, dan kebijakan tersebut tidak pro buruh," jelas legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Di sisi lain, kata Rusman, pemerintah seharusnya memikirkan konteks buruh ini tak hanya dari sektor kesejahteraan, namun dari sektor lain, seperti fasilitas yang diperoleh, baik itu kesehatan dan pendidikan.
"Kita mengetahui bahwa upah minimum povinsi di Jateng hanya sekitar Rp 1, 367 juta, yang artinya jauh dibawah jika dibandingkan dengan upah provinsi lainnya, padahal tak ada fasilitas tambahan yang diperoleh buruh di Jateng, baik fasilitas transportasi, kesehatan, pendidikan," tandasnya.
Padahal, Rusman mengungkapkan pemerintah menyampaikan akan ada pendidikan gratis. Namun fakta dilapangan banyak pungutan yang dilakukan pihak sekolah dengan beragam modus. Dari sisi perumahan misalnya, Rusman menilai bahwa program rumah murah pun tidak bisa terealisasi, karena kredit rumah ditentukan standar perbankan.
"Dari berbagai persoalan tidak pro buruh ini, maka kami menyarankan dlamkonteks rumah, agar pemerintah harus mencari cara agar pengadaan rumah murah tidak lagi dibiayai oleh BTN, melainkan dibiayai oleh bank milik pemerintah daerah, agar aturannya keluar dari perbankan umum, karena jika kebijakan masih seperti saat ini, buruh tidak mungkin mendapatkan rumah," pungkasnya.
(mdk/hrs)