Forkom Dewi Dorong Desa Wisata di Bali Hadirkan Destinasi Baru
Potensi di setiap desa wisata sangat beragam, tapi secara umum Desa bisa menawarkan keindahan alam dan keunikan suasananya.
Potensi di setiap desa wisata sangat beragam, tapi secara umum Desa bisa menawarkan keindahan alam dan keunikan suasananya.
Forkom Dewi Dorong Desa Wisata di Bali Hadirkan Destinasi Baru
Jumlah Desa Wisata di Bali mengalami lonjakan setelah terjadinya pandemi Covud-19. Bila sebelumnya hanya 179 desa, usai pandemi menjadi 238 desa.
"Penambahan itu diharapkan dapat menghadirkan alternatif destinasi yang baru dan dibangun sendiri oleh rakyat," kata Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata (Forkom Dewi) Bali, Made Mendra Astawa (53), Rabu (6/12/2023)
- Sebaran Daerah Rawan Longsor dan Banjir Bandang di Pulau Bali
- Dari yang Paling Dekat Bandara sampai Terjauh, Berikut 7 Pura di Bali yang Wajib Dikunjungi!
- Potret Bali Kini di Mata Para Turis: Macet, Sampah dan Pembangunan Semrawut
- Mengenal Wisata Tanah Lot yang Indah dan Menakjubkan, Wajib Dikunjungi
Dia menegaskan, penambahan itu menghadirkan tantangan agar desa wisata terus meningkatkan kualitasnya. Saat ini baru ada tiga desa wisata yang masuk golongan mandiri. Yakni, desa Panglipuran (Bangli), Tenganan (Karangasem) dan Pemuteran di Buleleng.
Kemudian, ada 27 desa bersatus maju dan 110 adalah desa rintisan. "Selebihnya masih dalam tahap penataan," tegasnya yang menjadi Ketua untuk periode 2019-2024 itu.
Kondisi itu menghadirkan kebutuhan untuk melakukan pendampingan yang menjadi tugas Forkom Dewi. Untuk mewujudkannya, Mendra mengaku sudah menggandeng para akademisi, pengusaha pariwisata dan pihak asosiasi seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), ASITA dan PUTRI, dan lain-lain.
Pendampingan diakukan mulai dari pengemasan paket wisata hingga model promosinya.
"Saat ini sangat mudah karena orang di desa pun memiliki handphone dan bisa memanfaatkan media sosial," katanya.
Yang masih menjadi masalah adalah kemampuan membuat narasi atau cerita yang menarik berdasarkan kondisi nyata di desa.
Potensi di setiap desa wisata, menurutnya, sangat beragam. Tapi secara umum Desa bisa menawarkan keindahan alam dan keunikan suasananya.
"Ini yang harus dikemas dari hulu ke hilir disertai dengan peningkatan standar hospitalitynya," ujarnya.
Dia mencontohkan, pernah mengemas paket perjalanan untuk turis Polandia menuju kawasan Jatiluwih dimana perjalanan justru dilakukan dengan menggunakan bemo. Kemudian turis disambut oleh anak-anak desa dan disuguhi atraksi budaya di desa.
Ternyata perjalanan semacam itu menjadi pengalaman baru yang menarik. Pun demikian halnya dengan tempat menginap dimana turis tak diinapkan di vila tapi justru di rumah penduduk.
Untuk persoalan kelembagaan, Desa Wisata saat ini bisa dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) sehingga memiliki legalitas hukum yang jelas. Pihak desa dapat menginvestasikan dana desa untuk membiayainya dan dapat menarik pendapatan secara resmi.
Diakuinya, di sejumlah desa ada permasalahan karena selain Desa Dinas, di Bali juga ada lembaga Desa Adat. Selain itu ada juga Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang sudah ada sebelumnya diperkenalkan adanya Desa Wisata.
"Yang seperti ini sebaiknya didiskusikan agar tak terjadi benturan. Juga karena adanya kepentingan bersama untuk memajukan desa," sebutnya.
Profil Made Mendra Astawa
Sebelum dipercaya sebagai Ketua Forkom Dewi, Made Mendra sudah jatuh bangun di dunia pariwisata Bali. Pria kelahiran 1 Mei 1970 ini, sudah mengawali karirnya sebagai sopir yang mengantar tamu di tahun 1987.
"Tahun itu saya mengalami pengalaman terburuk karena sempat hanyut di laut saat menemani tamu Jepang bermain surfing," ungkapnya.
Untungnya dia bisa selamat dan kemudian mengambil kuliah di jurusan pariwisata Polteknik Negeri Bali. Disinilah dia mulai bergaul dengan banyak tamu asing khususnya dengan menjadi Liasion Officer saat-saat konferensi Inetrnasional digelar di Bali.
Sempat bekerja di perusahaan water sport, dia akhirnya membuka usahannya sendiri. Namun gara-gara bom Bali 2002, usahanya itu pun bangkrut. Akhirnnya dia bergabung dengan perusahaan milik Ketua Bali Tourism Board (BTB) Ida Bagus Sudibya untuk mengelola destinasi wisata di pedesaan.
Kemudian, Wendra kembali membangun usaha sendiri di bidang travel sekaligus menjadi pengurus Asita Bali. Sampai kemudian dia ditawari untukmengikuti kegiatan Forkom Dewi yang menggelar kegiatan penilaian Desa Wisata pada 2017.
"Dari situlah pengabdian saya dimulai hingga saat ini," katanya.