Gerakan Petisi Selamatkan Demokrasi Meluas di Perguruan Tinggi, Airlangga: Itu Satu Dua Orang, Biasa Saja
Airlangga sebagai alumni UGM menganggap sikap tersebut sebagai pilihan sejumlah orang.
Airlangga sebagai alumni UGM menganggap sikap tersebut sebagai pilihan sejumlah orang.
- Protes Iuran Pengembangan Institusi, Mahasiswa Pilih Berkemah di Balairung UGM
- Giliran Alumni Unas Bikin Petisi Selamatkan Demokrasi, ASN, TNI-Polri dan KPU Diminta Netral di Pemilu
- Giliran Guru Besar hingga Alumni Unpad buat Petisi Kritik Pemerintah
- Guru Besar dan Civitas Akademi UGM Buat Petisi Kritik Pemerintah, Ini Respons Ganjar
Gerakan Petisi Selamatkan Demokrasi Meluas di Perguruan Tinggi, Airlangga: Itu Satu Dua Orang, Biasa Saja
Gerakan petisi Selamatkan Demokrasi yang awalnya dilakukan Universitas Gajah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII) kini semakin meluas. Meski demikian, bagi Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto gerakan tersebut biasa saja.
Airlangga mengatakan gerakan petisi selamatkan demokrasi di UGM hanya dilakukan satu dua orang saja. Bahkan, dirinya menyebut sejumlah orang hanya menggunakan UGM untuk mengadakan jumpa pers.
"Pertama saya juga tokoh Bulaksumur (UGM). Jadi itu kalau satu dua orang biasa-biasa saja. Itu kan beberapa orang menggunakan kampus Bulaksumur untuk membuat press rilis," ujarnya kepada wartawan usai menghadiri Silaturahmi Relawan Prabowo-Gibran se-Sulsel di GOR Sudiang Makassar, Jumat (2/2).
"Ada yang dari Bulaksumur dan ada yang dari luar. Jadi biasa-biasa saja. Dalam politik kan ada pilihan."
Kata Airlangga
Airlangga membantah anggapan jika Presiden Jokowi mendegradasi demokrasi Indonesia. Bagi Airlangga, demokrasi Indonesia adalah yang paling tertib di ASEAN.
"Demokrasi itu setiap lima tahunan, dan Indonesia di apresiasi karena satu yang pasti Pemilu tiap lima tahunan. Dan pemilu lima tahunan itu membuat Indonesia menjadi negara demokrasi paling tertib di ASEAN," kata dia.
Tak hanya itu, Airlangga juga mengklaim bahwa demokrasi Indonesia adalah terbaik ketiga. Hal itu menurutnya ditandai dengan adanya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Sebelumnya, Gerakan untuk menyelamatkan demokrasi yang diawali Universitas Gajah Mada (UGM). Kemudian diikuti Universitas Islam Indonesia (UII) dan semakin meluas. Kali ini Forum Profesor dan Dosen Universitas Hasanuddin Makassar melakukan deklarasi bergerak untuk menyelamatkan demokrasi di halaman Gedung Rektorat, Jumat (2/2).
Guru besar Fakultas Teknik Unhas Prof Triyatni Martosenjoyo membacakan deklarasi Bergerak untuk Menyelamatkan Demokrasi berisi empat poin. Ia mengatakan pernyataan sikap dilakukan Forum Guru Besar dan Dosen Unhas setelah mencermati perkembangan rangkaian pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 tata kelola pemerintahan, serta kehidupan demokrasi secara nasional.
"Maka Forum Guru Besar dan Dosen Unhas Makassar mengeluarkan pernyataan sikap sebagai berikut. Satu senantiasa menjaga dan mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 dalam pelaksanaan pemilu sebagai instrumen demokrasi," ujarnya.
Poin kedua, kata Triyatni, mengingatkan kepada Presiden Jokowi dan semua pejabat negara, aparat hukum dan aktor politik yang berada di kabinet presiden untuk tetap berada pada koridor demokrasi. Serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial serta rasa nyaman dalam berdemokrasi.
"Ketiga, meminta KPU, Bawaslu, DKPP selaku penyelenggara tetap menjaga sampai akhir hayat bagaimana reformasi bisa kembali ke jalan yang benar. Saya kira dalam konstalasi politik, tuturnya.
Sementara Dewan Kehormatan Unhas, Prof Amran Razak mengaku aksi deklarasi dilakukan merupakan jawaban terkait keresahan masyarakat jelang pencoblosan. Ia mengaku guru besar dan dosen yang melakukan deklarasi selamatkan demokrasi merupakan bagian yang memperjuangkan reformasi.
"Kami tetap menjaga sampai akhir hayat bagaimana reformasi bisa kembali ke jalan yang benar. Saya kira dalam konstalasi politik, ada berbagai macam pendekatan tetapi kita punya pijakan fundamental dalam berbangsa dan bernegara," tegasnya.
Guru besar Fakultas Sosial dan Politik (Fisip) ini menegaskan sebagai civitas akademi, perlunya mengawal demokrasi agar tidak saling mencederai.
"Semua punya landasan hukum yang jelas aturannya. Mari kita taati itu agar bisa menjadi bangsa yang bermartabat, karena mempunyai bangsa yang kuat, kita kembali menjaga koridor demokrasi jangan kita keluar. Kalau keluar, kampus wajib mengingatkan kembali," pungkasnya.